JAKARTA, GRESNEWS.COM - Indonesia Police Watch mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi secara transparan membuka siapa saja calon menteri Kabinet Indonesia Hebat yang terkena kategorisasi merah alias terindikasi tak bersih dari korupsi, sehingga tidak direkomendasikan masuk kabinet pemerintahan Jokowi-JK. "Tujuannya, agar tidak terjadi politisasi, penjegalan, dan pembunuhan karakter terhadap calon tertentu, terutama calon-calon yang tidak disukai pihak tertentu di KPK," kata menurut Ketua Presidium IPW Neta S Pane, dalam siaran pers yang diterima Gresnews.com, Selasa (21/10).

IPW, kata Neta, berkepentingan dalam hal ini mengingat ada dua jenderal polisi yang disebut-sebut sebagai calon menteri yang ikut dinilai KPK. Berkaitan dengan itu IPW juga mendesak, KPK agar menjelaskan seperti apa proses dan mekanisme penilaiannya serta siapa saja pihak yang terlibat, sehingga KPK bisa menentukan kategorisasi kuning muda, kuning tua atau merah terhadap para calon menteri Kabinet Indonesia Hebat.

"KPK perlu menjelaskan, apa dasar hukumnya mereka membuat kategorisasi? Apakah sudah ada ketentuan hukum yang mengikat sehingga calon menteri tersebut pantas dikategorisasi? Hal ini penting dipertanyakan agar KPK tidak menjadi lembaga superior dalam menilai seseorang tanpa dasar hukum yang jelas," ujar Neta menambahkan.

Saat ini disebut-sebut ada 43 calon menteri yang sudah disampaikan Presiden Jokowi ke KPK. Sehingga KPK membuat tiga kategorisasi tadi untuk para calon tersebut. KPK sangat berharap Jokowi tidak memilih nama-nama yang diberi tanda warna-warna tersebut oleh KPK.

Yang disayangkan, kata Neta, KPK tidak transparan, sehingga penilaiannya rawan politisasi, penjegalan, dan pembunuhan karakter.

Penetapan menteri kabinet adalah hak preogratif presiden. Seharusnya pengujian calon-calon menteri dilakukan presiden secara rahasia dengan sistem intelijen dan tidak melibatkan KPK dengan terbuka. Sejumlah komisi negara misalnya, dalam merekrut anggota polisi ke institusinya selalu melakukan cross check secara rahasia ke berbagai pihak.

Bagaimana pun dalam menetapkan calon menteri, Tim Jokowi-JK sudah melakukan seleksi ketat. "Namun sangat disayangkan jika Tim Jokowi-JK masih memasukkan figur-figur yang tidak berkualitas dan tidak punya kapabilitas, misalnya figur yang tidak terpilih sebagai anggota legislatif malah dijadikan menteri," ujar Neta.

Peluang inilah, menurut dia, yang membuat KPK bisa melakukan kategorisasi. "Dengan adanya kategorisasi KPK ini, Tim Jokowi bisa dinilai telah kebobolan," kata Neta menegaskan.

Sebelumnya, pengamat politik Burhanuddin Muhtadi menilai, Jokowi menjadikan KPK dan PPATK sebagai tameng untuk menyingkirkan nama-nama calon menteri yang memang memiliki rekam jejak kurang bagus dan juga titipan partai politik maupun pihak lainnya yang merasa berjasa atas kemenangan Jokowi.

"Jokowi karena tidak punya wewenang, terikat kontrak politik, dia tidak bisa mendepak calon menteri. Makanya dia pakai KPK, dan PPATK," ujar Burhanuddin kepada Gresnews.com, Selasa (21/10).

Walaupun begitu, kata Direktur Eksekutif Indikator ini, pemilihan menteri merupakan hak prerogatif presiden. Namun hal tersebut cukup wajar, mengingat selama ini Jokowi berada dibawah bayang-bayang Megawati serta para partai politik pendukungnya.

"Tahapan, untuk menentukan hak prerogatif presiden. Rekam jejak para menteri. Sebagai orang jawa, dia enggak bisa nolak. Tetapi kalau yang mengatakan dan PPATK dan KPK kan beda. Intinya dia punya kenyamanan untuk menolak," cetusnya.

BACA JUGA: