JAKARTA, GRESNEWS.COM - Wacana presiden Joko Widodo melakukan reshuffle (pergantian) para menterinya belum diketahui kepastianya. Namun isu tentang reshuffle berikut nama-nama menteri yang akan digeser telah ramai beredar di kalangan wartawan. Bahkan isu dianggap  valid karena komposisi pergantian menteri itu dihembuskan oleh pejabat tinggi sebuah lembaga.

Dalam rumor yang beredar itu disebutkan, reshuffle Kabinet akan merontokan menteri-menteri dari kalangan partai pendukung tertentu. Disebutkan pula akan terdapat jabatan baru dalam kabinet Jokowi yang baru itu, yakni posisi Menteri Utama yang akan membawahi para menteri koordinator. Padahal jika reshuffle terjadi seperti isu yang beredar, maka Jokowi akan menghadapi tekanan dari partai pendukungnnya.

Isu itu  juga menyebut reshuffle akan diumumkan sebelum tanggal 15 Januari 2016 di Istana Bogor. Dimana disebutkan posisi Luhut Panjaitan akan ditingkatkan menjadi Menteri Utama yang membawahi para menko. Sementara  posisinya akan digantikan oleh Johnny Lumintang. Selanjutnya posisi Rini Soemarno selaku Menteri BUMN akan digeser ke Menteri Perhubungan, penggantinya masih digodok namun kemungkinan besar berasal dari Parpol.

Menteri Agama yang berasal dari PPP juga akan dicopot dan digantikan Marwan Jafar dari PKB yang kini menjabat Menteri Desa Tertinggal dan Transmigrasi. Sedang Menteri Agraria, Ferry Mursidan Baldan juga kabarnya akan digantikan Teten Masduki. Selanjutnya MenPANRB dari partai Hanura, Yudhy Krisnadi akan dicopot dan digantikan posisinya oleh kader Partai Amanat Nasional (PAN).

Posisi Jaksa Agung Prasetyo juga kemungkinan digantikan oleh Hamdan Zoelva atau Todung Mulya Lubis. Dimana Todung sempat dipanggil Jokowi di Istana Negara dua hari lalu. Terakhir, Menteri PU Basuki juga dicopot diganti kandidat profesional dari salah satu dirjen di PU.

TAK ADA PEMBICARAAN - Namun Wakil Ketua Fraksi Nasdem, Jhonny G Plate, menampik kabar burung tersebut. Menurutnya  selama ini tak ada pembicaraan antara presiden dengan P4 (Partai Pendukung Pemerintah) terkait isu ini.

"Siapa yang bilang? Tidak ada itu, jika ada reshuffle maka presiden pasti didukung dan akan membicarakan dengan tim pemenangan presiden, dalam hal ini koalisi," katanya kepada gresnews.com, Kamis (7/1).

Walaupun hal itu bukan kewajiban, namun ia meyakini akan terdapat pembicaraan terlebih dahulu apabila kabar tersebut benar. Pembicaraan bersama koalisi berguna untuk meminta pertimbangan dan saran bagaimana pemerintahan berjalan seharusnya.

"Bagaimana jika mengambil dari pendukung? Atau dari non pendukung?" katanya.

Ia menekankan, pendukung presiden saat ini mengandung banyak arti. Pertama, pendukung yang benar-benar mengusung presiden dan wapres saat pemilu lalu. Kedua, jelas dari pihak yang dulunya tak mendukung pemerintahan namun kemudian hari beralih  menyatakan mendukung.

"Banyak model, ada juga dari profesional. Silahkan presiden yang urus. Tapi sejak awal kami komit mendukung tanpa syarat," katanya.

Dukungan tersebut agar presiden dapat melaksanakan pembangunan nasional di bawah kepemimpinannya. Namun ketika presiden meminta tenaga Nasdem guna membantu sebagai menteri, maka menurutnya itu merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukan sepenuhnya.

Tapi, ia menggarisbawahi bahwa Nasdem tak pernah mensyaratkan jumlah menteri yang harus diambil dari partainya. "Mau berapa saja terserah, ditambah atau dikurang boleh, dulu kami dikurangi juga tak protes. Tapi kalau ditambah tolong yang lain juga jangan protes," katanya.

Ia meyakinkan, segala tenaga yang dibutuhkan presiden dari Nasdem guna pembangunan bangsa akan dikerjakan secara purnawaktu. Tak luput, permintaan penggalangan kekuatan politik di semua lembaga negara dan parlemen diajukannya.

Mewakili partainya, Nasdem, Jhonny menyatakan tetap konsisten tak berubah mendukung pemerintah. Namun ia memperingatkan agar kadernya yang sedang bekerja tak dipolitisasi dengan memberi isu politis berdasar analisa terbatas.

"Menteri kami bekerja sungguh-sungguh, jangan beri isu sembarangan, saya tak setuju mereka dipermainkan secara politik," ujarnya.

HAK PREROGATIF PRESIDEN - Sementara, partai lain, Hanura yang juga digoncang isu pelengseran, melalui Sekretaris Fraksinya Dadang Rusdiana juga setali tiga uang. Partainya menyerahkan sepenuhnya masalah reshuffle pada hak prerogratif presiden.

"Kami memberikan mandat sepenuhnya pada presiden dengan catatan keputusannya berdasar ukuran objektif rakyat," ujarnya pada gresnews.com, Kamis (7/1).

Hanura juga menyatakan tak keberatan apabila ada posisi kadernya yang digeser atau dipindahkan ke tempat lain. Namun, ia tetap menekankan keputusan presiden tersebut harus melihat sejarah perjuangan koalisi.

"Saya yakin presiden punya keyakinan mana parpol yang sejak awal mendukung dan mana yang belakangan. Kursi kami memang lebih sedikit dari PAN, tapi kami mendukung dari awal," katanya.

Apalagi, rilis kinerja kementerian dan lembaga telah dikeluarkan MenPANRB yang bisa dijadikan salah satu dasar pertimbangan melakukan reshuffle. Digeser tak masalah, Hanura tetap akan berada di sisi pemerintah dan berjanji tak akan keluar hanya untuk sekadar bagi-bagi kuasa.

"Kami lebih pentingkan rakyat, kita konsisten, kumpulan negarawan. Semua kader Hanura mengetahui itu. Paham," ujarnya.

Selain muncul isu reshuffle, isu pembentukan lembaga baru juga muncul, yakni Menteri Utama yang disebut-sebut akan dijabat oleh Luhut Binsar Panjaitan. Tupoksi Menteri Utama ini disebutkan akan membawahi menteri koordinator. Sehingg muncul pertanyaan apakah tugas wapres akan digantikan oleh oleh menteri utama.


PICU KEGADUHAN - Menanggapi isu tersebut Pengamat Komunikasi Politik, Hendri Satrio mengatakan pihaknya cenderung tak yakin bahwa Presiden Jokowi akan menambah kegaduhan politik dengan membentuk Menteri Utama dan menggeser posisi wapres secara de facto.

"Ini baru isu, saya tak yakin, lantaran Jokowi yang saat ini semakin percaya diri memimpin pemerintahan akan bermanuver membuat gaduh," kata Hendri kepada gresnews.com, Kamis (7/1).

Hal kedua yang juga membuat dirinya tak yakin dengan isu tersebut ialah terkait bahwa reshuffle akan diumumkan sebelum 15 Januari di Istana Bogor. Sebab, seperti diketahui, Presiden Jokowi dicitrakan sebagai sosok yang tak mudah ditebak, sehingga jika sudah tersebar luas maka kemungkinan tak akan terjadi di tanggal tersebut.

"Reshuffle mungkin saja terjadi, tapi waktunya tak sama dengan yang diisukan. Kapan? Saya tebak bisa jadi menunggu Golkar tenang dulu," katanya.

Namun, apabila reshuffle benar terjadi terhadap menteri yang berlatar belakang P4, ia pun tak begitu terkejut. Hal ini lantaran hasil survei publik Kedai Kopi pun menyatakan kinerja menteri Nasdem, PKB, dan Hanura dinilai tak terlalu bagus.

"Tapi semua menteri yang ada di kabinet rentan diganti. Presiden berhak ganti ketika menilai mereka tak cukup membantu," katanya.

Jika hal ini bener terjadi maka Hendri memprediksi akan terjadi perubahan konstelasi politik walau ketiga partai ini menyatakan bergabung di P4 tanpa syarat. Hal ini bercermin pada pembentukan Setgab yang dibuat pada masa pemerintahan SBY dulu yang apik namun tetap saja terdapat pergolakan di dalamnya.

"Jika awal mereka sudah katakan mendukung dengan tulus maka seharusnya tak berubah. Tapi politik kan tentang kekuasaan. Jadi pasti berubah," ujarnya.

Apalagi, berkaca pada hasil survei, publik menganggap salah satu penghambat terbesar pemerintahan malah berasal dari P4. "Jika dikurangi maka kemungkinan besar akan bergolak," katanya.

BACA JUGA: