JAKARTA, GRESNEWS.COM – Wilayah laut nasional memiliki potensi keanekaragaman, kekayaaan sumber daya alam, dan jasa lingkungan yang sangat besar. Namun potensi itu  belum termanfaatkan secara optimal. Penyebabnya karena banyaknya problem serius dibidang kelautan, mulai dari kedaulatan maritim hingga belum maksimalnya pengelolaan sektor perikanan.

Dekan Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor (FEM IPB), Arif Satria menyarankan semua persoalan itu diselesaikan secepatnya, agar gagasan Presiden Joko Widodo untuk membangun Indonesia sebagai poros maritim dunia bisa tercapai.
 
Langkah awal yang tunggu dari pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla menurut Arif adalah menegakkan kedaulatan maritim dengan memperjelas batas maritim melalui penataan ruang laut. Kemudian merealisasikan gagasan tol laut sebagai upaya memperbaiki infrastruktur maritim, dan mendayagunakan sumber daya kelautan untuk membangun perekonomian nasional.
 
"Ada banyak problem serius yang saling berkaitan, termasuk disektor perikanan," kata Arif dalam sikusi Perspektif Indonesia dengan topik "Ekonomi-Politik Kabinet Jokowi-JK di Jalan Mahakam Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Sabtu (25/10).
 
Hilirisasi perikanan, lanjut Arif, dihadapkan pada ketimpangan kawasan Timur dan Barat. Pengelolaan ikan bertumpu di kawasan Barat sementara ikan berada di Timur. Problem pertama adalah transportasi. Biaya memindahkan ikan dari Timur ke Barat, menurutnya, akan jauh lebih mahal dibandingkan harus diimpor.
 
Persoalan lainnya, belum adanya jaringan informasi yang dapat mendeteksi berapa hasil tangkapan di Sulawesi, Minahassa, Kepulauan Sangihe, Bali, Lombok, Timor dan kepulauan maupun Maluku. Termasuk dimana saja diolah dan berapa kebutuhan pabrik pengolahan ikan yang berada di Barat.
 
"Kalau kita mempunyai sistem informasi yang memadai untuk bisa mendeteksi hasil tangkapan dan kebutuhan pengolahan maka kita bisa menyelesaikan satu masalah antara ikan yang mahal," terang Arif.
 
Persoalan lainnya terkaity  konektivitas, yang akan diselesaikan melalui gagasan ´tol laut´. Tol laut dimaknai sebagai upaya memperlancar arus barang dan jasa antara daerah melalui transportasi laut karena selama ini biaya transportasi sangat tinggi.
 
Belakangan ini sejumlah negara tetangga di  Asia Tenggara sudah mampu melaksanakan efisiensi, sehingga biaya logistik beransur-ansur turun. Sementara biaya logistik di Indonesia tidak banyak berubah. Berdasarkan logistik performence index Indonesia berada di rangking 75 dari 155 negara. Biaya logistik masih 24 persen dari PDB (product domestic bruto). Sementara korea Selatan 16 persen, Jepang 10 persen, dan Amresika Serikat 10 persen dan Malaysia dibawah 20 persen.
 
"Di Asean saja Indonesia tidak kompetiti dalam  urusan logistik," ujarnya.  
 
Oleh karena itu, menurut Arief, mau tidak mau, sistem transportasi dan logisitik harus dibangun. Sehingga ketika terjadi over suply, maka harga ikan tidak perlu jatuh. Selama ini harga ikan menjadi nol karena ketidakjelasan pangsa pasar. Namun ketika industri pengolahan dibangun di Timur lagi-lagi persoalannya adalah infrastruktur.
 
Persoalan lain yang perlu dibenahi adalah soal penyusunan rencana tata ruang laut harus dipercepat. Ia mengungkapkan, dari 316 kabupaten pesisir hanya 12 kabupaten yang memiliki RTRW pesisir. Semantara dari 34 provinsi, hanya empat yang memiliki RTRW Pesisir. "Kalau kewenangan ini bisa dilakukan maka pengelolaan kelautan akan lebih terorganisir," tegasnya.
 
 Sementara itu Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Arif Budimanta menyatakan, semua persoalan itu bisa diselesaikan dengan menempatkan orang yang tepat pada Kementerian yang terkait. Karena itu, Budiman mengajak semua pihak untuk tidak mempersoalkan kabinet Jokowi yang juga belum diumumkan.
 
"Kita serahkan sepenuhnya kepada Presiden Jokowi untuk melakukan proses rekrutmen dengan harapan pilihan itu adalah yang terbaik untuk untuk mewujudkan semua program-program itu," tutur Arif dalam acara yang sama, Sabtu (25/10).
 
Ia berpendapat, tarik ulur pembentukan kabinet Presiden Jokowi merupakan solusi mencari menteri yang terbaik. Sebab kata dia, para pembantu presiden tersebut harus bisa memahami apa yang menjadi visi misi Jokowi. Termasuk memahami ideologi serta mampu memahami dan menjalankan prinsip-prinsip ‘Trisakti’.

BACA JUGA: