JAKARTA, GRESNEWS.COM - Terjadinya Ketegangan dua institusi penegakan hukum, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Polri, menjadi evaluasi kepemimpinan Joko Widodo sebagai presiden. Akhirnya siapapun melihat Jokowi seperti bimbang di antara dua tekanan, partai politik pendukung atau suara rakyat.

Kebimbangan Jokowi menyelesaikan ketegangan KPK dan Polri sangat terlihat ketika memberikan pernyataan sikap di Istana Bogor, Jawa Barat. Beberapa kali nadanya suaranya tercekat. Dua pesannya agar KPK dan Polri tidak terjadi gesekan dan harus objektif dalam proses hukum dinilai terlambat.

"Jokowi sekarang berkuasa, tapi enggak bisa mengontrol kekuasaannya. Di tangan siapa kekuasaannya, bisa di Megawati, Surya Paloh, atau parpol pendukungnya," kata pengamat politik dari Cyrus Network, Hasan Hasbi Batupahat dalam diskusi  Ada Apa dengan Jokowi? di Jakarta, Minggu (25/1).

Hasan melanjutkan, Jokowi selama ini dikenal sebagai pemimpin yang tidak suka berbenturan dengan masyarakat. Namun, untuk persoalan Kapolri, kata Hasan, Jokowi seperti tidak berdaya dan menerobos citra positifnya.

Komitmen kemandirian Jokowi dan jauh dari intervensi partai pendukungnya mulai terlihat sejak penunjukan Jaksa Agung HM Prasetyo. Prasetyo merupakan Jaksa Agung yang disodorkan Partai Nasdem. Ketua Umum Nasdem Surya Paloh pasang badan jika Prasetyo sebagai sosok yang pas.

Padahal sebelum itu, Jokowi menegaskan jika Jaksa Agung bukan dari partai politik. Namun dia pun seperti menjilat ludahya sendiri. Prasetyo dipilih sebagai Jaksa Agung.

Kuatnya tekanan partai politik kembali datang saat Jokowi hanya menyodorkan calon tunggal Kapolri Komjen Pol Budi Gunawan. Penunjukan itu diduga sebagai balas jasa atas sumbangsihnya dalam memenangkan Jokowi sebagai presiden.

Ketika nama Budi Gunawan muncul, aktifis anti korupsi berteriak. Mereka menentangnya karena Budi Gunawan terkait dalam kasus kepemelikan rekening gendut. Sampai akhirnya KPK menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka.

Namun PDIP tak bergeming. Budi Gunawan tetap disodorkan. Bahkan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri memberikan mandat kepada Fraksi PDIP untuk memuluskan fit and proper test Budi Gunawan. Komisi III DPR secara aklamasi menyetujui penunjukan Budi Gunawan sebagai Kapolri menggantikan Jendral Sutarman.

Setelah proses politik selesai, Jokowi masih menggantung persoalan ini. Sutarman dicopot digantikan Plt Kapolri dengan menunjuk Komjen Badrodin Haiti. Tak hanya itu Kabareskrim Suhardi Alius juga dicopot langsung diganti Irjen Budi Waseso. Budi Waseso merupakan orang dekat Budi Gunawan.

Polri tak terima penetapan tersangka Budi Gunawan. Polri sempat melayangkan gugatan praperadilan di Pengadilan Jakarta Selatan.  Plt Sekjen PDIP Hasto Kristianto juga ikut menyerang Ketua KPK Abraham Samad. Samad dituding melakukan pertemuan membicarakan pencapresan.  Hasto pun menuding penetapan tersangka Budi Gunawan karena unsur balas dendam Samad.

Hubungan KPK dan Polri kian memanas. Sebagai klimaksnya Budi Waseso membentuk satuan tugas menangkap pimpinan KPK Bambang Widjojanto.

Namun Jokowi sebagai Presiden tak membuat keputusan tegas. Di istana Bogor Jokowi tampil bukan sebagai presiden yang pro pemberantasan korupsi. Sikapnya dinilai tak tegas.

"Dia presiden untuk rakyat Indonesia, yang pilih dia atau pun yang tidak pilih dia. Dia kan presiden rakyat, bukan presiden partai," tegas Hasan Nasbi.

Namun sikap Jokowi yang tak tegas dibela oleh Menko Polhukan Tedjo Edhy Purdijatno. Tedhi menyatakan Presiden sudah tegas terkait polemik KPK dan Polri.  Pemerintah tidak berpihak pada satu di antara dua institusi. Dan Presiden mengingatkan agar siapapun tidak mengintervensi proses hukum di KPK dan Polri.

Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) juga menjadi lembaga yang bertanggungjawab atas polemik ini. Namun Kompolnas hanya diberikan waktu singkat untuk menyiapkan nama-nama calon Kapolri. Dalam hal ini terkesan ada skenario agar mempercepat penyiapan nama-nama calon Kapolri.

Komisioner Kompolnas Adrianus Meliala mengaku jika proses seleksi calon Kapolri sangat cepat. Seleksi dilakukan cepat karena permintaan dari Presiden juga cepat. Bahkan Adrianus kaget ketika Presiden langsung mengirimkan surat penunjukan calon Kapolri ke DPR.

Seleksi calon Kapolri tersebut tidak seperti pada 2013 silam. Saat itu, Kompolnas meminta masukan dari PPATK dan KPK. "Kami juga sudah sampaikan jika yang disodorkan belum final, masih draft," jelas Adrianus.

Jadi, ada apa dengan Jokowi yang kian menjauh serta mulai mengabaikan suara-suara masyarakat?

BACA JUGA: