JAKARTA, GRESNEWS.COM - Di tengah polemik pemilihan kepala daerah langsung yang dituding memboroskan anggaran. Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) justru berencana melakukan kunjungan ke 30 negara. Kunjungan itu dengan alasan untuk evaluasi penyelenggaraan Pemilu di luar negeri. Sejumlah pihak mengkritisi kunjungan yang lebih lekat dengan plesiran itu karena dinilai tidak efisien, mengingat tidak terdapatnya persamaan masalah di negara yang dikunjungi. Selain itu dengan kemajuan tehnologi memungkinkan melakukan observasi tanpa datang langsung ke negara-negara tersebut.

Rencananya, KPU akan melakukan kunjungan ke 30 negara, sedang Bawaslu akan mengirimkan tiga komisionernya menuju Inggris dan dua lainnya ke Korea Selatan.

Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat JPPR M. Afifuddin mengatakan masih banyak kegiatan lain yang lebih bisa difokuskan ketimbang hanya plesiran yang mengatasnamakan evaluasi. “Pembahasan RUU Pilkada sedang hangat, ada baiknya penyelenggara memberi masukan berdasar pengalaman penyelenggaraan. Bukan sibuk atasnama evaluasi ke luar negeri,” katanya dalam pesan yang diterima Gresnews.com, Minggu, (21/9).

Menurut Afifuddin, efisiensi bisa dimulai dari penyelenggara pemilu dengan melakukan prioritas kerjaan dan mengurangi pembiayaan yang tidak perlu . Seharusnya KPU dan Bawaslu lebih bijak untuk mendengar aspirasi masyarakat bahwa efisiensi anggaran merupakan tuntutan semua pihak. Melakukan kunjungan ke banyak negara dengan dalih “sudah dianggarkan dan evaluasi” dianggap sangat tidak efisien karena outputnya pun susah diukur. “Kalau pun mau ke luar negeri untuk evaluasi harusnya ke negara-negara yang jelas-jelas dalam pemilu lalu terdapat masalah seperti Hongkong yang gaduh saat pilpres dilakukan,” tuturnya.

Senada dengan Afif, Pengamat Politik Komunikasi, Emrus Sihombing juga menilai evaluasi pemilu ke luar negeri ini tidak efisien. Terutama karena ia menilai teknologi maju sudah dapat membantu berbagai hal yang memerlukan akses lintas negara. “Semua informasi bisa kita akses di internet, bisa pula dilakukan tele conference. Tidak perlu datang langsung dan menghabiskan banyak anggaran negara,” ucapnya kepada Gresnews.com, Minggu, (21/9).

Jika memerlukan data-data statistik dari negara kunjungan pun masih memungkinkan melakukan pengiriman softcopy lewat akses teknologi. Jikalau memang observasi langsung sangat urgent, ia merasa cukup satu orang dari masing-masing lembaga yang datang langsung, sisanya bisa dilakukan diskusi bersama menggunakan tele conference.

“Kalau lebih dari dua orang itu pemborosan, mereka tidak ikut memikirkan efisiensi negara. Hitung saja berapa akomodasi dikalikan berapa orang, belum biaya lainnya. Mending dialokasikan untuk kegiatan lain yang lebih penting,” ujarnya.

 

BACA JUGA: