JAKARTA, GRESNEWS.COM - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memutuskan untuk memberhentikan secara  tetap 9 penyelenggara pemilu, memberikan peringatan terhadap 30 penyelenggara pemilu dan merehabilitasi nama baik 20 orang penyelenggara pemilu. Demikian putusan sidang DKPP terkait pengaduan pelanggaran pilpres yang dibacakan Ketua DKPP Jimly Asshiddiqie, Kamis (21/8).

Pemberhentian tetap penyelenggara pemilu dikenakan terhadap Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) kabupaten Serang, H. Lutfi N; Anggota KPU kabupaten Serang, Adnan Hamsin. Adnan  dipecat karena terbukti menerima suap dari DPC Gerindra untuk memuluskan pencalegan. Sementara Lutfi selain diaduka pihak lain, ia juga dipecat karena mengetahui perbuatan anak buahnya namun tak melakukan tindakan dan membiarkannya sehingga dinilai tidak etis.

Pemecatan juga dilakukan DKPP terhadap Ketua merangkap anggota Panwaslu Kabupaten Banyuwangi, Rorry Desrino Purnama; dan anggota Panwaslu Kabupaten Banyuwangi Totok Haryanto. Penyelenggara pemilu lainnya yang diberhentikan secara tetap oleh DKPP diantaranya Ketua KPU Kabupaten Dogiyai, Didimus Dogomo; Anggota KPU Dogiyai, Yohanes Iyai, Ev Emanuel Keiya, Yulianus Agapa, dan Palvianus Kegou.

Sedang peringatan keras DKPP, dikenakan terhadap ketua dan anggota KPU Halmahera Timur; ketua dan anggota KPU DKI Jakarta, ketua dan anggota KPU Jakarta Utara, ketua dan anggota KPU Jakarta Pusat, ketua dan anggota KPU Jakarta Timur dan Jakarta Selatan. Selain itu, KPU pusat juga mendapatkan peringatan dari DKPP terkait surat edaran pembukaan kotak suara di DKI Jakarta.

Lebih lanjut, DKPP juga merehabilitas nama baik penyelenggara pemilu sebanyak 20 orang. Diantaranya ketua Panwaslu Sukoharjo, anggota KPU Surabaya, ketua dan anggota KPU Jawa Timur, ketua dan anggota KPU Jakarta Barat, ketua dan anggota Badan Pengawas Pemilu, dan ketua dan anggota KPU pusat.

Menanggapi keputusan DKPP, Tim Advokasi Prabowo-Hatta, Mahendradatta mengatakan hasil putusan DKPP akan mereka lanjutkan ke Mabes Polri dan Mahkamah Agung untuk memperkuat dalil laporan pidana. Lanjutnya, kalau diperoleh dengan cara tidak etis putusan tersebut akan dipertimbangkan untuk dibandingkan dengan pengadilan Mahkamah Konstitusi (MK).

“Kalau sampai beda dengan MK? Kita lihat saja nanti. Sudah sangat jelas memang itu melanggar etik,” katanya usai pembacaan putusan DKPP di Kementerian agama, Jakarta, Kamis (21/8).

BACA JUGA: