JAKARTA, GRESNEWS.COM – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memberikan sanksi peringatan pada ketua dan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) pusat diantaranya Husni Kamil Manik, Ferry Kurnia Rizkiyansyah, Hadar Nafis Gumay, Arief Budiman, Juri Ardiantoro, dan Ida Budhiati. Saksi itu diberikan karena KPU pusat telah menerbitkan Surat Edaran untuk membuka kotak suara sebelum ada perintah dari Mahkamah Konstitusi (MK).

Atas putusan tersebut, Anggota DKPP, Valina Singka Subekti menilai data, dokumen dan informasi di dalam kotak suara bukan milik KPU tapi milik publik sebagai sumber primer dalam pemilu. Pembukaan kotak suara harus dilakukan berdasarkan perintah Undang-undang yaitu saat rekapitulasi rapat pleno terbuka yang dihadiri pengawas, peserta pemilu, dan saksi. DKPP melihat diterbitkannya surat edaran KPU untuk membuka kotak suara sebagai pelanggaran dengan sanksi yang berat.

Lebih lanjut, adanya pelibatan seluruh pihak dalam surat edaran tersebut dapat meringankan teradu. Lagipula DKPP menilai dari bukti yang diajukan teradu tidak dapat disimpulkan kesalahan terjadi secara masif dan terorganisasi untuk menguntungkan salah satu pasangan calon. Sehingga, putusan yang dijatuhkan pada ketua dan anggota bersifat pembinaan pada teradu. DKPP juga menilai upaya yang telah teradu telah maksimal dan menunjukkan dedikasi tinggi. Untuk memberikan kepastian hukum terhadap pembukaan kotak suara, DKPP berpendapat KPU perlu membuat aturan yang dipedomani semua jajaran penyelenggara pemilu di setiap tingkatan.

Berdasarkan pertimbangan di atas, DKPP menilai teradu melanggar asas kepastian hukum pasal 11 Peraturan Bersama KPU, Bawaslu, dan DKPP Nomor 13 Tahun 2012, Nomor 11 Tahun 2012, dan Nomor 1 Tahun 2012 tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilu.

Sebelumnya pengadu melaporkan pengaduan adanya dugaan pelanggaran etika penyelenggara pemilu karena terbitnya surat edaran untuk membuka kotak suara yang tersegel berdasarkan Surat Edaran (SE) Nomor 1146/KPU/VII/2014 dan SE No. 1449/KPU/VII/2014 pada 25 Juli 2014. SE itu berisi perintah untuk KPUD agar membuka kotak suara yang tersegel.

Teradu menilai hal di atas sebagai pelanggaran karena berdasarkan Undang-undang seharusnya KPU kabupaten/kota menyimpan, menjaga, dan mengamankan keutuhan kotak suara setelah pelaksanaan rekapitulasi hasil perhitungan perolehan suara. Pengadu menilai pembukaan kotak suara tersebut melawan hukum karena tidak didasarkan pada perintah MK.

Di sisi lain teradu menjelaskan bahwa pembukaan kotak suara tidak dimaksudkan untuk melakukan perubahan data. Teradu berargumen pembukaan kotak suara itu hanya untuk melaksanakan perintah MK dan didasarkan pada Undang-undang yang mewajibkan penyelenggara pemilu merespon keberatan peserta pemilu dengan fakta dan data.

Teradu menilai tindakannya telah memenuhi prinsip transparansi karena telah melibatkan pemangku kepentingan utama pemilu dan akuntabilitas karena setiap membuka kotak suara dilengkapi berita acara. Lalu, teradu juga menilai tindakannya memenuhi prinsip efektifitas karena memberikan pelayanan tanggap terhadap proses sengketa di MK, dan profesionalitas karena terdapat standar operasional prosedur yang sama di setiap tempat yang kotak suaranya dibuka. Kuasa Hukum Tim Prabowo Hatta, Didi Supriyanto menilai pembukaan kotak suara itu tidak tepat dilakukan setelah penetapan perolehan suara telah selesai.

BACA JUGA: