JAKARTA, GRESNEWS.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) berencana akan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) sebesar Rp3000 di bulan November 2014. Kebijakan kenaikkan harga BBM tersebut dinilai memiliki dua keuntungan selain mengamankan fiskal negara.

Pengamat ekonomi Aviliani mengatakan kebijakan kenaikan harga BBM merupakan keputusan yang tepat. Apalagi setelah sebulan Jokowi menjabat sebagai Presiden, paling tidak memiliki dua keuntungan. Pertama, dari segi inflasi akan berada dalam posisi rendah. Jika dilihat saat angka inflasi mencapai 4,4 persen. Ketika dinaikkan di bulan November, diperkirakan angka inflasi mencapai 7 persen. Menurutnya angka inflasi 7 persen masih tergolong aman untuk perekonomian bangsa.

Kedua, pemerintahan Jokowi tidak perlu meminta izin kepada DPR untuk menaikkan harga BBM karena pada saat masa transisi sudah diberikan ruang dari Pemerintahan SBY. Kemudian dalam postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (2014) juga sudah memberikan opsi dengan menganggarkan Bantuan langsung Sementara Masyarakat (BLSM) sebesar Rp5 triliun.

Menurutnya jika pemerintahan Jokowi berencana menaikkan BBM di tahun 2015, maka harus meminta izin kepada DPR dan memasukkan ke dalam RAPBN dan RAPBNP, lalu kemudian baru bisa diajukan kembali di bulan Juni 2015. Artinya selama 6 bulan tidak mungkin menahan subsidi dan tidak mungkin dinaikkan harganya. Apalagi saat ini volume BBM subsidi tersisa 11 juta Kilo Liter (KL).

"Bisa tidak sampai Desember? Ini akan kesulitan untuk sektor BBM dan lebih berbahaya bagi ekonomi," kata Aviliani, Jakarta, Minggu (26/10).

Sementara itu, Direktur Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan saat ini masyarakat sudah semakin paham atas kondisi BBM di Indonesia. Misalnya, seperti di Kalimantan Timur. Dia menceritakan pada saat dirinya di Kalimantan Timur, dimana harga solar dan premium sangat tinggi dan sangat langka. Mamit mengungkapkan untuk eceran seperti bensin dan solar dijual seharga Rp10.000 per liter dan masyarakat pun rela membeli eceran.

Mamit menjelaskan dari pengalamannya di Kalimantan, artinya masyarakat Kalimantan rela membayar berapapun untuk mendapatkan BBM dan yang terpenting adalah ketersediaan stock atau cadangan BBM. Menurutnya berbeda dengan karakter masyarakat di Pulau Jawa yang sudah terlena dengan harga murah, sehingga ketika harga BBM naik maka muncullah protes besar-besaran.

"Masyarakat di luar jawa seperti Kalimantan, Sulawesi dan Papua mereka menerima kenaikkan harga BBM asal ketersediaan stock mencukupi. Jangan harga naik, tapi stock tidak ada. Ya sama saja bohong," kata Mamit.

BACA JUGA: