JAKARTA, GRESNEWS.COM - Dewan Perwakilan Daerah (DPD) meminta klarifikasi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said terkait kenaikan  harga bahan bakar minyak dan lambannya penanganan persoalan kelistrikan.  DPD secara khusus memang mengundang Menteri ESDM dalam rangka meminta penjelasan pemerintah soal kenaikan BBM di tengah penurunan harga minyak dunia. Di lain sisi kenaikan itu juga memicu penolakan masyarakat dan berdampak pada melambungnya inflasi.

"Termasuk kita perlu meminta laporan kinerja Kementerian ESDM," ujar Ketua Komite II DPD Parlindungan Purba. Sejumlah anggota DPD juga mengajukan pertanyaan tentang dasar kenaikan BBM. Mereka menilai pemberian bantuan kompensasi kenaikan BBM yang dilakukan pemerintah sesungguhnya tidak terlalu signifikan untuk membantu perekonomian rakyat. Menurut mereka kompensasi dan kebijakan yang muncul pasca kenaikan BBM dianggap semu manfaatnya.

Selain itu, mereka menyampaikan bahwa sumber daya alam (SDA) potensial, telah 95 persen bukan milik Indonesia. Misalnya saja di Kalimantan Barat, 95 persen area dikuasai Malaysia. Salah satu saran yang disampaikan anggota DPD,  untuk memiliki SDA ini adalah dengan meningkatkan infrastruktur dan tingkat kesejahteraan di wilayah perbatasan.

Untuk penanggulangan kenaikan BBM agar rakyat tidak manja, DPD menyarankan agar pemberian bantuan tidak dalam bentuk pemberian dana tunai. "Ini menjadi tantangan kita," ujarnya.

Dalam penjelasannya Menteri ESDM Sudirman Said mengatakan terkait pemberian kompensasi berbentuk tunai pihaknya akan melakukan kajian. Jika pemberian tunai itu bermanfaat maka program tersebut akan diteruskan. Jika tidak, mereka akan mengundang Pertamina dan Ditjen Migas untuk membicarakan kopensasi tentang ongkos BBM ini. "Akan ada pihak independen yang mengkaji dan melaporkan pada kami," katanya.

Lebih lanjut Said menjelaskan dalam lima tahun terakhir, APBN menanggung beban subsidi energi Rp 1.300 triliun. Sementara pembangunan infrastruktur, kesehatan, dan pendidikan tidak sampai Rp 1.300 triliun.  "Karena itu, Pemerintah ingin mengalihkan subsidi dari sektor konsumtif ke sektor produktif," jelasnya.

Terkait krisis kelistrikan,  Said mengatakan, bahwa ketidakstabilan kondisi negara saat ini terutama dalam masalah  kelistrikan merupakan buah dari kepemimpinan sebelumnya. Adanya krisis listrik yang telah telah gamblang persoalannya itu,  menurutnya  seharusnya sudah bisa diselesaikan sejak lama. Namun, ada banyak hal yang membuat seperti pemerfintah seperti kehilangan akal sehat. "Banyak konflik kepentingan, sehingga kebijakan tak diambil," ujarnya saat memberi penjelasan di rapat di Gedung B DPD, Senayan, Rabu (26/11).

Ketertinggalan atau kesulitan listrik menurutnya juga bukab karena persoalan perizinan, tetapi karena kapasitas kontraktor lokal. "Banyak pemain listrik yang berafiliasi dengan kekuatan-kekuatan politik, begitu pula pada migas," jelasnya.

Soal kepemilikan SDA, Said membenarkan, ada kebijakan kepemilikian yang sangat longgar. Sehingga SDA potensial jatuh ke tangan asing. Tetapi menurutnya yang penting, negara memperoleh manfaat seperti upah kontraktor, upah tenaga kerja yang dibayar pada negara.

BACA JUGA: