JAKARTA, GRESNEWS.COM – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah membahas perubahan nomenklatur kementerian yang diajukan Presiden Jokowi. Pembahasan melibatkan sejumlah akademisi terkait dampak positif dan negatif perubahan nomenklatur tersebut. Salah satu dampak yang akan timbul dengan perubahan tersebut adalah perubahan anggaran. Pasalnya, anggaran untuk dua semester pertama pemerintahan Jokowi masih menggunakan anggaran dengan dasar nomenklatur masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.

Wakil Ketua DPR, Agus Hermanto membenarkan konsekuensi perubahan nomenklatur secara otomatis memang akan berpengaruh terhadap perubahan anggaran. Ia menjelaskan anggaran yang saat ini dijalankan masih menggunakan standar kementerian pada periode pemerintahan sebelumnya. Tapi tentu diperbolehkan kemungkinan mengubah anggaran menyesuaikan dengan kebutuhan kementerian pemerintahan saat  ini.

"Silakan saja pemerintah ajukan perubahan anggaran ke DPR dengan catatan Badan Anggaran dan komisi sudah terbentuk," ujarnya di DPR, Jakarta, Jumat (24/10).

Sementara itu Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE), Hendri Saparini mengatakan implikasi yang terjadi dengan adanya perubahan nomenklatur kementerian adalah tidak bisa digunakannya anggaran dari nomenklatur kementerian yang berbeda. Sehingga solusi yang paling memungkinkan pemerintah dan DPR harus membuat kesepakatan untuk terobosan kebijakan.

Ia menambahkan nantinya dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) pemerintah harus menyusun lagi mana kementerian baru dan lama. Alternatif lainnya perlu dipertanyakan juga apakah masih menggunakan anggaran masing-masing sementara kementeriannya berbeda. "Ini memang agak ribet," ujarnya di DPR usai bertemu dengan pimpinan DPR, Jumat (24/10).

Lebih lanjut, ia menilai APBN-P harus dilakukan secepatnya agar implementasi kinerja kementerian juga bisa lebih cepat dilaksanakan. Tapi ia menekankan bahwa implikasi terpenting dari perubahan nomenklatur kementerian tidak baik dari sisi uang, waktu dan efektifitas. Terlepas dari itu pilihan dan hak prerogatif tetap menjadi milik presiden. "Kalau mereka yakin ambil saja. Konsekuensi pasti ada," tuturnya.

BACA JUGA: