JAKARTA, GRESNEWS.COM - Keputusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor yang menghukum Gubernur Banten nonaktif, Ratu Atut Chosiyah dengan pidana penjara 4 tahun dan denda Rp200 juta ternyata tidak bulat. Hakim anggota empat Alexander Marwata tidak sependapat dengan hakim anggota lainnya dalam memutuskan perkara ini. Alexander berpendapat dakwaan Jaksa KPK terkesan kabur dan tidak sesuai dengan keterangan saksi-saksi dan fakta persidangan yang ada.

Bahkan, Alexander menuding dakwaan yang dibuat hanya berdasarkan asumsi Jaksa KPK dan hanya diperoleh dari keterangan Akil Mochtar. "Jaksa hanya berasumsi dan tidak sinkron dengan fakta yang ada dipersidangan. Bukti yang sudah direkayasa tidak dapat digunakan untuk menghukum terdakwa, ujar Alexander dalam pernyataannya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin, (1/9).

Alexander membeberkan, sejak awal Atut tidak mengetahui, bila pasangan calon yang kalah di Pilkada Lebak Amir Hamzah-Kasmin mengajukan gugatan sengketa Pilkada ke MK. Alasannya, Atut tidak hadir dalam pertemuan di Hotel Sultan pada 9 September yang kemudian menjadi titik tolak gagasan untuk mengajukan gugatan.

Sedangkan terkait dakwaan Jaksa KPK yang menyebut Atut berniat bekerjasama dengan Tubagus Chaeri Wardhana (Wawan) dalam memberi suap pada Akil Mochtar, Alexander menyatakan, sesuai dengan Pasal 6 Ayat (1) huruf a Undang-Undang (UU) nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, perbuatan Atut tidak mencerminkan hal tersebut.

"Yang jadi persoalan apakah terdakwa punya niat bekerjasama dengan Wawan untuk berikan uang kepada Akil. Apakah pemberian Rp1 miliar kepada Akil akan tetap terlaksana meski tidak ada persetujuan terdakwa?" tandasnya.

Hakim anggota empat ini juga menyatakan, pertemuan Atut dan Akil di Singapura yang tak sengaja terjadi tidak dapat dikategorikan sebagai perbuatan mendukung dugaan perbuatan korupsi. Terdakwa, kata Alexander juga tidak pernah memberi instruksi untuk melakukan penyuapan tersebut.
 
Alexander menambahkan, pertemuan Akil dengan Wawan adik Atut karena mantan Ketua MK yang mengundang. Namun, Wawan tidak merespon permintaan Akil di pertemuan itu. Terdakwa dianggap tak tahu menahu beberapa pertemuan itu. "Terdakwa tidak pernah diminta persetujuan baik lisan maupun tulisan untuk mengajukan keberatan ke MK," imbuh Alexander.

Alexander juga memaparkan, dalam pertimbangannya bahwa tidak ada alat bukti yang menegaskan bahwa Atut mengetahui adanya permintaan uang Rp1 miliar dari Akil. Jaksa Penuntut Umum KPK dianggapnya hanya berasumsi dalam dakwaan. "Alat bukti rekaman antara terdakwa dan Wawan sudah direkayasa," ujarnya.

Atas berbagai pertimbangan itu Alexander meminta Atut diputus bebas dalam perkara suap tersebut. "Terdakwa tidak punya niat yang sama dengan Wawan untuk berikan sesuatu berupa uang. Terdakwa tidak terbukti melakukan perbuatan yang dimaksud dan harus dibebaskan," tandas Alexander.

Usai sidang, Jaksa KPK Edy Hartoyo terlihat geram atas pernyataan Alexander. Ia tidak terima surat dakwaan Ratu Atut Chosiyah disusun asumsi-asumsi atau dugaan semata. Menurut mereka surat dakwaan itu berasal dari fakta hukum yang ada. "Kami tidak sependapat kalau dibilang kami asumsi-asumsi itu adalah fakta-fakta hukum yang dirangkaikan," kata Jaksa Edy.

Dengan penafsiran itu, lanjut Edy pihaknya tidak sependapat dengan hakim Alex yang menyatakan hal itu. Sebab, dalam merumuskan surat dakwaan, selain merujuk pada barang bukti, pihaknya juga memeriksa saksi-saksi untuk dimintai keterangannya. "Ditafsirkan menjadi bahwa perbuatan itu dilakukan oleh pendapat, jadi ya tidak sependapat," cetus Edy.

BACA JUGA: