JAKARTA, GRESNEWS.COM - Lagi-lagi terdakwa kasus korupsi yang disidik oleh Kejaksaan Agung diputus bebas oleh pengadilan. Kali ini, terdakwa yang "beruntung" itu adalah Wakil Bupati Cirebon nonaktif Tasiya Soemadi Gotas yang didakwa melakukan tindak pidana korupsi pemotongan dana bantuan sosial Kabupaten Cirebon.

Tasiya dinyatakan tak bersalah dalam perkara ini oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung. Majelis hakim Tipikor Bandung yang dipimpin Djoko Indiarto menyatakan Tasiya tak terbukti melakukan tindak seperti yang didakwakan penuntut umum Kejaksaan Agung.

Bebasnya Tasiya ini menjadi tamparan keras kedua bagi Kejagung setelah sebelumnya mantan Bupati Indramayu Irianto MS Syafiuddin alias Yance juga dinyatakan tak bersalah oleh majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung. Bebasnya dua terdakwa kasus korupsi yang penyidikannya ditangani Kejagung ini menjadi tamparan keras karena seolah membuktikan perkara yang ditangani Tim Satuan Tugas Khusus (Satgassus) Penanganganan Kasus Korupsi, tidak berhasil.

Dalam kedua kasus itu, penyidik dari Tim Satgassus gagal membuktikan terjadinya tindak pidana korupsi pemotongan dana bantuan sosial. Ini juga menjadi bahan refleksi bagi Kejaksaan Agung yang selama ini membanggakan Tim Satgassus sebagai tim elit yang terdiri dari jaksa pilihan yang diharap mampu menjebloskan koruptor kakap ke penjara dan bisa menyaingi kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi.

Dalam kasus Tasiya Gotas, majelis hakim lewat putusannya menilai baik dakwaan primer dan subsider yang didakwakan jaksa yaitu Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 UU Tipikor, tidak terbukti. Meskipun dalam putusan ini ada dissenting opinion dari satu hakim yakni Djoko Indiarto.

Djoko menyatakan Gotas mempunyai peran aktif dari mulai membuat kebijakan soal dan hibah, sosialisasi, hingga eksekusi. Sementara dua hakim lain Basari Budi dan Kiswan Damanik berbeda pendapat. Gotas menurut pendapat mereka tidak berperan apa-apa. Karena kalah suara, Gotas akhirnya dinyatakan bebas.

Dalam putusannya, Djoko menyatakan terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi baik sesuai dakwaan primer dan subsider. "Pengadilan membebaskan terdakwa dari segala dakwaan. Majelis hakim juga meminta terdakwa segera dibebaskan dan dipulihkan kedudukan, harkat dan martabatnya," demikian ucap Djoko.

Dalam pertimbangannya, majelis hakim menilai keterangan saksi-saksi yang menyatakan bahwa Gotas berperan dalam pemotongan dana bansos APBD 2009-2012 Kabupaten Cirebon hingga Rp1,5 miliar tidak cukup bukti. Alasannya, karena hanya satu saksi yang menyatakannya, dan tidak ada saksi lainnya yang menguatkan. Saat itu Gotas merupakan Ketua DPRD Kabupaten Cirebon sekaligus Ketua DPC PDIP Cirebon.

Sementara dalam tuntutannya, jaksa menuntut Gotas 9 tahun penjara. Terdakwa juga dituntut membayar denda sebesar Rp200 juta subsider enam bulan penjara. Kemudian terdakwa juga dikenakan uang pengganti sebesar Rp559 juta dan bila tidak dibayar maka akan disita harta kekayaan terdakwa. Bila tidak ada hartanya yang bisa disita, maka harus diganti dengan kurungan tambahan selama 4 tahun.

Seperti diketahui sebelumnya, kasus yang menjerat Gotas adalah korupsi penyalahgunaan dana hibah Cirebon tahun anggaran 2009-2012. Saat itu Gotas menjabat sebagai Ketua DPRD Kabupaten Cirebon periode 2009-2014 dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).

Pemkab Cirebon menganggarkan belanja hibah dan bansos pada tahun 2009-2012 sebesar Rp298,4 miliar. Pimpinan DPRD sebagai badan anggaran mengajukan usulan penerima dan hibah.

Jaksa Penuntut Umum menyatakan Gotas mengumpulkan ketua ranting partai dan memutuskan ada pemotongan dana hibah, seperti dari Rp100 juta dipotong menjadi Rp85 juta. Dari Rp130 juta dipotong menjadi Rp108 juta. Uang-uang dari hasil pemotongan penerimaan dana bansos itu diumpulkan mencapai sejumlah Rp1,564 miliar. Rinciannya, pemotongan dana sebesar Rp1,3 miliar, penyaluran dana fiktif Rp160 juta dan digunakan tidak sesuai peruntukannya Rp59,6 juta.

TAK ADA KESALAHAN - Menanggapi vonis bebas Gotas, Jaksa Agung Muhammad Prasetyo langsung ambil sikap. Prasetyo mengatakan akan mengajukan upaya hukum kasasi atas vonis bebas yang dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung tersebut. "Kita akan lakukan kasasi, bukti kita kuat jika terdakwa bersalah," kata Prasetyo ketika dihubungi wartawan, Kamis (12/11)

Menurut Prasetyo, Jaksa sudah optimal dalam melakukan penyidikan hingga membuat dakwaan sampai dengan kemudian menuntut Tasiya dengan hukuman penjara selama 9 tahun dan denda Rp200 juta subsider enam bulan penjara. Prasetyo juga meminta media tidak menyalahkan Tim Satgassus. Malah yang Prasetyo meminta media untuk menyoal alasan putusan hakim.

"Jangan jaksa terus yang disalahkan, kita sudah bekerja secara optimal, sekali-kali hakim lah ditanya kenapa bisa diputus bebas, karena bukti-bukti dari Kejaksaan sudah sesuai," tandas Prasetyo.

Dia yakin ada kesalahan dalam putusan itu, karena dalam perkara lain, terdakwa dinyatakan bersalah. Perkara itu atas nama mantan Wakil Sekertaris DPC PDI Perjuangan Kab Cirebon Emon Purnomo dan mantan Ketua PAC PDIP Kedawung Subekti Sunoto.

Kedua terdakwa dalam perkara yang sama dengan Tasiya itu dijatuhi 4 tahun penjara dengan denda Rp200 juta subsider 2 bulan. Keduanya juga harus membayar uang pengganti kepada negara yang besarannya sama persis dengan dana yang mereka terima dari pemotongan dana hibah APBD Cirebon 2009-2012, yaitu Rp317 juta untuk Emon dan Rp325 juta untuk Subekti.

Ketua Majelis Hakim Djoko Indiarto menilai keduanya terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana korupsi sesuai dengan dakwaan JPU. Vonis ini lebih ringan dibandingkan dengan tuntutan JPU yaitu 7 tahun penjara.

Dalam berkas dakwaan JPU, Emon dan Subekti yang merupakan pengurus partai di bawah Gotas, yang merupakan Ketua DPC PDIP Kabupaten Cirebon melakukan pertemuan dengan ketua ranting lainnya di rumah dinas Gotas pada 2009. Mereka membahas soal anggaran dana bansos dan hibah.Dalam pertemuan itu disepakati, pemberian dana hibah dari pengajuan proposal yang melalui disposisi Gotas akan dikenai pemotongan untuk kepentingan partai. Hal ini terus terjadi pada anggaran tahun 2010-2012.

EVALUASI SATGASSUS - Bebasnya dua terdakwa kasus korupsi di Kejaksaan Agung ini jelas membuat orang bertanya-tanya terhadap kualitas jaksa yang ditempatkan di Satgassus yang katanya terbaik. Sebelumnya, pada Juni 2015 Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung juga menjatuhkan vonis bebas terhadap terdakwa Yance terkait kasus dugaan korupsi pembebasan lahan proyek pembangunan PLTU di Sumuradem Kabupaten Indramayu, Jawa Barat tahun 2004.

Dalam tuntutannya, Jaksa Penuntut Umum menuntut Yance 1,5 tahun dan denda Rp200 juta. Kemudian hakim menyatakan Yance bebas dari jeratan pasal primer UU Tindak Pidana Korupsi. Yance hanya dikenakan pasal penyalahgunaan wewenang.

Karena itulah kerja Satgassus harus dievaluasi. "Harus dievaluasi, tim yang dibanggakan itu ternyata malah tidak seperti yang diharapkan," kata Ketua Forum Advokasi untuk Keadilan dan Demokrasi (Fatkadem) Erman Umar kepada gresnews.com.

Tim Satgassus yang dibentuk oleh Jaksa Agung HM Prasetyo awal Januari lalu, memang diharapkan dapat meningkatkan kapasitas penanganan perkara yang disidiknya, agar pembuktian di pengadilan tidak lemah sehingga bisa melepas jeratan hukum para tersangka korupsi.

Dalam kasus bebasnya Yance, juga perlu jadi koreksi Satgassus yang belakangan ini terus melakukan penahanan terhadap para tersangka korupsi di Gedung Bundar Kejagung. "Apalagi, kasus ini sudah disidik sejak 2010 dan baru dituntaskan sekarang. Ada apa sebenarnya, vonis ini harus membuka mata Satgassus, harus belajar," kata Erman.

Terkait kasus Yance sendiri Kejagung juga melakukan upaya hukum kasasi. Jaksa Agung HM Prasetyo juga menegaskan tidak ada kesalahan yang dilakukan oleh tim jaksa penuntut umum. "Sudah, tidak ada masalah. Tidak ada kekurangan dari pihak kejaksaan jaksa penuntut umum, sehingga kita akan mengajukan kasasi," kata Prasetyo beberapa waktu lalu.

Di tempat yang sama, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Tony T Spontana menyebut jaksa telah mengajukan permohonan kasasi. Sementara memori kasasi akan disusulkan.

"Akta permohonan kasasi sudah ditandatangani jaksa dan diserahkan ke panitera pengadilan Tipikor Bandung, memori kasasi belum, sedang disusun. Memori kasasi paling lambat 14 hari setelah menyatakan kasasi," ucap Tony. (dtc)

BACA JUGA: