JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pembelaan yang ditunjukkan Jaksa Agung HM Prasetyo kepada Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Sudung Situmorang dan Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Tomo Sitepu dalam kasus suap PT Brantas Abipraya (BA) menjadi bumerang bagi institusi Kejaksaan. Jaksa Agung menunjukkan ambiguitas dalam pemberantasan korupsi.

Dalam dakwaan tiga terdakwa tersebut yakni Direktur Keua‎ngan dan Human Capital PT BA Sudi Wantoko dan Senior Manager Pemasaran PT BA Dudung Pamularno serta seorang swasta Marudut, Sudung disebut dijanjikan menerima uang suap dari petinggi PT BA agar menghentikan penyelidikan penyimpangan keuangan PT BA sebesar Rp7 miliar. Dan uang dari PT BA akan diserahkan melalui seseorang bernama Marudut melalui Tomo.

Namun Prasetyo pasang badan terhadap dua jaksanya. Bahkan Prasetyo menyatakan, pemeriksaan internal Kejaksaan Agung yakni pada jajaran Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas), Sudung dan Tomo disimpulkan tidak terkait dengan persoalan penyuapan PT BA.

"Jamwas pernah melakukan pemeriksaan internal dan sudah ada kesimpulan tidak ada kaitan dengan masalah suap menyuap yang konon disuap, ‎dari pemeriksaan internal itu tidak ada masalah," jelasnya.

Tak hanya itu, kata Prasetyo, tersangka Marudut juga telah dimintai keterangan oleh jajaran Jamwas Kejagung. Hasilnya tidak ditemukan keterlibatan Sudung dan Tomo dalam penyuapan.

"Dalam kasus suap menyuap ada yang pasif dan aktif. Bisa dua-duanya aktif tapi nggak mungkin dua-duanya nggak aktif pasti salah satunya. Disini baik Sudung maupun Tomo dia tidak aktif," tegasnya.

Namun pengamat Kejaksaan Kamilov Sagala menyayangkan langkah protektif Prasetyo terhadap Sudung dan Tomo. Langkah melindungi yang ditunjukkan Jaksa Agung menjadi arus balik dalam semangat pemberantasan korupsi di kalangan penegak hukum.

Kamilov menilai ´pasang badan´ Jaksa Agung sangat berlebihan. Apalagi Sudung dan Tomo telah masuk dalam dakwaan terdakwa. "JA ambigu dan melawan gaya gratifikasi penegakan hukum yang selama ini KPK lakukan dan terbukti konsisten menjerat siapapun yang tersesat dalam lingkaran korupsi," kata Kamilov kepada gresnews.com, Sabtu (25/6).

KASUS PT BRANTAS MANGKRAK - Sebelumnya KPK telah melakukan operasi tangkap tangan terhadap tiga orang yang diduga melakukan suap kepada Kajati DKI Sudung Situmorang dan Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Tomo Sitepu. Mereka adalah dua petinggi PT Brantas Abipraya (BA), yakni Direktur Keuangan, Sudi Wantoko dan Senior Manager PT BA, Dandung Pamularno, dan Marudut yang diduga sebagai perantara.

Dalam OTT itu, KPK mengamankan barang bukti berupa pecahan Dolar Amerika Serikat, yang jumlahnya mencapai US$148.825. Penangkapan diduga terkait penanganan perkara di Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, hingga nama Sudung dan Tomo pun terseret.

"Pemberian diduga untuk menghentikan penyelidikan penyidikan kasus tindak pidana korupsi PT BA di Kejati DKI," kata Ketua KPK, Agus Rahardjo di Gedung KPK awal April 2016 lalu.

Kasus korupsi PT BA sendiri masih dalam proses penyelidikan. Namun penyelidikan kasus ini sedikit terkendala sejak KPK menyita sejumlah berkas kasus ini pada Jumat (1/4/2016) silam. Dan sejak saat itu belum ada lagi permintaan keterangan untuk kepentingan penyelidikan.

Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati DKI Jakarta Waluyo mengatakan, saat ini jaksa masih melakukan penyelidikan untuk menemukan ada tidaknya unsur pidana dalam kasus pembuatan iklan PT BA tersebut. Waluyo membantah kasusnya tak dilanjutkan.

"Masih penyelidikan, beberapa pihak telah dimintai keterangan," jelas Waluyo kepada gresnews.com dikonfirmasi kelanjutan kasus korupsi di PT BA, Senin (13/6).

Menurut Waluyo, kasus dugaan korupsi yang melibatkan PT Brantas Abipraya (Persero) bermula dari rencana PT Brantas yang akan membuat iklan golf pada 2011. Dana yang dianggarkan sebesar Rp10 miliar.

Kejaksaan menduga anggaran pembuatan iklan yang mencapai Rp10 miliar tersebut tidak bisa dipertanggungjawabkan oleh perusahaan negara itu. Waluyo belum dapat menjelaskan lebih detil kasus tersebut lantaran masih dalam tahap penyelidikan.

Kasus ini ditangani oleh Kejati DKI Jakarta berdasarkan laporan dari masyarakat kepada Kejaksaan Agung. Kemudian Kejaksaan Agung melimpahkan perkaranya kepada Kejati DKI Jakarta untuk diselidiki.

BACA JUGA: