JAKARTA, GRESNEWS.COM - Penyidik pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung menemukan perkembangan baru dalam penyidikan kasus dugaan korupsi restitusi pajak PT Mobile-8 Telecom. Perkembangan baru itu adalah adanya kesaksian yang menguatkan telah terjadi transaksi fiktif yang melatari terjadinya pembayaran restitusi pajak kepada Mobile-8.

Keterangan itu berasal dari kesaksian Direktur Utama PT Djaja Komunikasi Nusantara (DNK) Hary Djaja. Dia juga mantan Komisaris PT Bhakti Investama yang merupakan bagian dari MNC Grup. Hary Djaja yang juga adik ipar Bos MNC Group Hary Tanoesoedibjo yang sempat beberapa kali mangkir dari pemeriksaan.

Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Arminsyah mengatakan, selain dari kesaksian Hary, penyidik juga telah memverifikasi dokumen-dokumen transaksi antara PT DNK dengan PT Mobile-8 Telecom. Dokumen-dokumen tersebut adalah dokumen yang dipergunakan sebagai salah satu dari seluruh lampiran-lampiran data dalam pengajuan permohonan kelebihan pembayaran pajak.

Dalam lampiran tersebut terdapat transaksi yang diduga bukan berasal dari PT DNK melainkan oleh PT Investasi Hasil Sejahtera yang ditandatangani oleh Hary. PT Investasi Hasil Sejahtera juga bagian dari MNC Grup setelah diambil alih pada 2010.

Arminsyah mengatakan, dari bukti dokumen dan keterangan saksi-saksi telah ditemukan benang merah yang mengarah pada penetapan tersangka. Siapa orang yang paling bertanggung jawab, Armin masih belum buka suara.

"Siapa yang paling bertanggung jawab, (sudah ada) nanti akan kita infokan, masih kita mantapkan buktinya," kata Arminsyah di Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (2/5).

Arminsyah menyebut, penyidik kini makin percaya diri untuk mengungkap kasus ini hingga tuntas. Kini, penyidik tengah merumuskan unsur kerugian negara setelah berkoordinasi dengan Ditjen Pajak, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Dia mengatakan, dalam pemeriksaan sejumlah saksi-saksi diketahui ada peran Hary Tanoe. Hary diduga memerintahkan Direktur Utama PT Mobile 8 Hidayat Tjandrajaja untuk mengajukan restitusi pajak. Hary Tanoe sedniri telah menyangkal kesaksian Hidayat.

"Siapa bilang (ada instruksi)? Tidak ada," kata Hary Tanoe beberapa waktu lalu usai menjalani pemeriksaan di Gedung Bundar Kejaksaan Agung.

Hary mengatakan, persoalan aliran dana perusahaan masuk dalam ranah operasional yang bukan urusannya. "Saya lebih kepada arah kebijakan daripada grup itu harus dibawa kemana. Operasional saya tidak terlibat," katanya.

Dalam pemeriksaan itu, Hary Tanoe memang lebih banyak menjawab "tidak tahu" atau "lupa" ketika ditanya mengenai beberapa instruksi, laporan dan petunjuk terkait pencairan dan distribusi uang dalam permohonan restitusi pajak.

TAK GUBRIS PANJA DPR - Dengan ditemukannya bukti-bukti ini, Kejaksaan Agung sendiri menyatakan tak akan menggubris rekomendasi Panitia Kerja DPR agar kasus ini ditangani Ditjen Pajak.

Panja Kasus Mobile-8 merekomendasikan untuk tidak melanjutkan karena kasus ini masuk dalam lingkup perpajakan atau administrative penal law. Karena itu pihak Panja beralasan, penanganan kasus ini mengacu pada ketentuan Pasal 44 UU No 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan.

Ketua Komisi III Bambang Soesatyo meminta Kejaksaan Agung menunggu terlebih dahulu hasil penanganan oleh penyidik bidang peperpajakan pada Ditjen Pajak. "Itu domain perpajakan sesuai UU KUP," kata politisi Partai Golkar ini.

Namun Prasetyo menegaskan tak akan mundur. Penyidikan yang dilakukan pihaknya didasarkan dugaan adanya niat jahat (mens rea) berupa penyimpangan dari pemeriksa pajak dalam melakukan pemeriksaan permohonan restitusi pajak yang tidak didukung dengan bukti yang sah sehingga terjadi pembayaran restitusi tidak sesuai dengan ketentuan APBN pasal 12 Keppres No 42 tahun 2002 tentang pedoman pelaksanaan APBN.

Dia mengatakan, penyidik telah memiliki bukti awal yang cukup. Antara lain adanya transaksi fiktif antara PT Mobile 8 dengan PT Djaja Nusantara Komunikasi 2007-2008.

Dalam pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan tidak terdapat pengusulan untuk dilakukannya bukti permulaan. Padahal, kata Prasetyo, patut diduga telah terjadi tindak pidana perpajakan dengan penggunaan faktur yang tidak sah sehingga bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) huruf a Peraturan Menteri Keuangan No 199/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak.

"Dengan faktur tidak sah maka seharusnya proses pemeriksaan pengembalian restitusi pajak PT Mobile 8 ditangguhkan sampai pemeriksaan bukti permulaan diselesaikan penyidikannya," kata Prasetyo dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR beberapa waktu lalu.

Karena itu penyidik meyakini peristiwa tersebut memenuhi kualifikasi tindak pidana korupsi. Dengan alasan itu, Kejaksaan Agung menolak rekomendasi Panja Mobile-8. Terlebih pemberlakuan adminiatrative penal law lebih ditujukan optimalisasi pendapatan negara dan bukan hilangnya keuangan negara.

Prasetyo juga menegaskan, pihaknya tak akan menunggu penyidikan penyidik perpajakan. Malah, kata dia, dengan dikabulkan dan diterima dana oleh wajib pajak PT Mobile 8 peristiwa tersebut telah valid sebagai tindak pidana korupsi, sehingga penyidikan yang dilakukan Kejagung sudah sesuai perundangan dan tidak perlu menunggu penanganan penyidik pajak," .

"Jika penyidik pajak akan menyidik maka ruang lingkupnya menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban pajak misalnya transaksi penjualan saham PT Mobile 8 kepada pembeli saham yang berpotensi pada pendapatan atau penerimaan pajak perorangan atau perusahaan," kata Prasetyo.

BACA JUGA: