JAKARTA, GRESNEWS.COM - Belum genap satu setengah tahun berdiri Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah digugat keberadaannya. Gugatan terhadap lembaga super ini diajukan oleh sekelompok orang yang menamakan diri Tim Pembela Ekonomi Bangsa. Mereka mengajukan  uji materi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (UU OJK) ke Mahkamah Konstitusi.

Pemohon beralasan OJK telah melebihi kewenangannya dibandingkan Bank Indonesia sebagai bank sentral yang diamanatkan oleh UUD 1945. Dalam permohonannya, Pemohon mendalilkan hak konstitusionalnya terlanggar dengan berlakunya Pasal 1 angka 1, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 37, Pasal 55, Pasal 64, Pasal 65, dan Pasal 66 UU OJK.

Sebagai pembayar pajak, pemohon merasa lingkup kewenangan OJK telah melebihi kewenangan yang dimiliki oleh Bank Indonesia sebagai bank sentral. Pada dasarnya OJK menurut Pemohon hanya memiliki wewenang menetapkan peraturan terkait dengan tugas pengawasan lembaga keuangan bank yang berdasarkan pasal 34 ayat 1 UU Bank Indonesia. Hal ini menyebabkan wewenang OJK dalam mengawasi lembaga keuangan non-bank dan jasa keuangan lainnya tidak sah karena pada pasal tersebut tidak mengatur hal tersebut.

“Perbankan dikeluarkan dari otoritas OJK karena sudah menjadi fungsi sentral. Sementara OJK meraup semua kewenangan untuk semua sector jasa keuangan. OJK nanti akan sangat terpengaruh pada pasar keuangan. Hal ini bisa menyebabkan kepentingan publik yang menyangkut stabilitas keuangan akan terabaikan dan sulit tercapai,” ujar kuasa hukum pemohon, Syamsudin Slawat pada sidang perdana perkara dengan Nomor 25/PUU-XIII/2014 di Mahkamah konstitusi, seperti dikutip situs mahkamahkonstitusi.go.id.

Dalam petitum atau tuntutannya, Pemohon meminta MK menyatakan UU OJK terutama Pasal 1 angka 1, Pasal 5, dan Pasal 37 bertentangan dengan UUD 1945. Namun apabila nantinya MK tidak mengabulkan permohonan tersebut, mereka meminta frasa “tugas pengaturan dan pengawasan di sektor perbankan” dalam Pasal 6, Pasal 7, Pasal 55, Pasal 64, Pasal 65, dan Pasal 66 UU OJK dihapuskan.

Selain permohonan itu,  Pemohon juga mengajukan petitum provisi untuk menghentikan sementara operasional OJK sampai ada putusan pengadilan sehingga memerintahkan Bank Indonesia mengambil alih sementara. Selain itu Pemohon juga meminta Mahkamah Konstitusi memerintahkan Badan Pemeriksa Keuangan melakukan audit, analisis, dan penelitian mendalam kepada OJK.

Namun Majelis Hakim yang terdiri dari Wakil Ketua MK Arief Hidayat dan Hakim Konstitusi Muhammad Alim menyarankan perbaikan isi dari pengajuan uji materi tersebut. Diantaranya agar Pemohon memperkuat dalil permohonannya mengenai kerugian yang dialami dengan adanya kewenangan OJK dalam mengawasi perbankan. “Jika anda bilang OJK inkonstitusional, maka inkonstitusionalnya itu dimana? Kecuali jika anda menjelaskan BI fungsinya begini, namun diambil oleh OJK,” ujar hakim konstitusi Arief, kemarin.

Arief juga meminta pemohon menghapuskan petitum provisi. Sebab MK tidak memiliki kewenangan untuk memutus putusan sela seperti dalam peradilan umum. Untuk perbaikan ini majelis memberikan waktu 14 hari kepada para pemohon.

Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga negara yang dibentuk berdasarkan UU nomor 21 tahun 2011. Lembaga  ini berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di sektor jasa keuangan.
Tugasnya melaksanakan pengaturan dan pengawasan terhadap, kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan; sektor pasar modal; dan di sektor perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya.

OJK merupakan lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain. Lembaga ini didirikan untuk menggantikan peran dan fungsi Bapepam-LK sebelumnya.
Pimpinan tertinggi dari lembaga ini dipedang oleh Dewan Komisioner yang terdiri dari 9 orang anggota yang ditetapkan oleh Keputusan Presiden.

BACA JUGA: