JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pasca sidang praperadilan yang memutuskan penatapan Komjen Budi Gunawan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak sah, KPK mulai membuka kemungkinan pelimpahan kasus ini ke kejaksaan atau kepolisian. Sejumlah pihak menilai sebaiknya kasus dugaan korupsi BG jangan dilimpahkan ke kepolisian lantaran khawatir penanganannya akan menjadi tidak obyektif.

Pengamat hukum tata negara yang juga aktivis antikorupsi Refly Harun mengatakan, persoalan tindak lanjut kasus BG menyangkut trust alias kepercayaan. Selama ini kejaksaan dan kepolisian dianggap tidak memiliki gerak yang sama dengan KPK dalam pemberantasan korupsi terutama yang melibatkan pejabat publik baik penyelenggara negara atau penegak hukum.

Sebab untuk penegak hukum selalu ada perlawanan. "Kalau diserahkan pada kejaksaan dan kepolisian, saya khawatir penyelesaian kasus ini tidak bisa obyektif," ujar Refly kepada Gresnews.com, Minggu (3/1).

Refly menjelaskan, kalau penyelesaian kasus tidak obyektif karena ada konflik kepentingan, maka sebenarnya bisa menjadi alasan bagi KPK untuk mengambilalih kasus tersebut. "Persoalannya kalau sudah terlanjur ditangani kepolisian atau kejaksaan, maka bukti-bukti sudah terlanjur diserahkan kepada lembaga tersebut," ujarnya.

Refly menambahkan, kasus Budi bisa dilanjutkan KPK, caranya KPK bisa mengeluarkan surat perintah penyidikan baru (Sprindik) tetapi dengan catatan akan memancing persoalan baru seperti kisruh yang terjadi antara KPK dan Polri lalu atau akan ada perlawanan kembali. "Sehingga kondisinya memang serba sulit seperti buah simalakama," ujarnya.

Desakan serupa juga datang dari Ketua Umum Forum Kajian Hukum dan Konstitusi Victor Santoso Tandiasa. Dia mengatakan, tindak lanjut penanganan kasus BG sebaiknya tetap dilakukan KPK. Sebab KPK sudah sejak awal memegang kasus ini, hanya karena praperadilan menetapkan putusan bukan berarti kasus ini bisa dilimpahkan begitu saja.

"Ketika KPK bisa memperkuat bukti lain, seharusnya bisa dikeluarkan sprindik baru lagi," kata Victor kepada Gresnews.com, Minggu (3/1).

Hanya saja, dia mengaku khawatir pimpinan KPK saat ini memang berniat untuk memetieskan kasus itu. "Penggantian pimpinan KPK ini yang dikhawatirkan bisa menjadi celah untuk menghilangkan kasus Budi," ujarnya menambahkan

Ia melanjutkan kalau kasus dugaan korupsi BG diserahkan ke kepolisian, maka pasti mereka akan menyatakan BG ´bersih´ sebab Bareskrim pada tahun 2010 sudah menangani kasus ini dan menganggap BG tidak terjerat kasus ´rekening gendut´.

Sementara itu, anggota Komisi III DPR Fraksi PPP Arsul Sani mengaku bisa memahami kalau pimpinan KPK membutuhkan waktu untuk mengambil keputusan soal kelanjutan kasus Budi. Keputusan KPK untuk meneruskan kasus dugaan korupsi BG melalui KPK atau melimpahkannya pada kejaksaan atau kepolisian sebenarnya masih wilayah kewenangan KPK.

Sebab KPK memiliki kewenangan supervisi dan koordinasi dengan penegak hukum lain termasuk untuk melimpahkan kasus. Tetapi, kata dia, yang lebih tepat kalau ingin dilimpahkan, kasus Budi sebaiknya diserahkan kepada Kejaksaan dan disupervisi KPK.

"Karena ke depan harus disepakati cross handling kasus korupsi yang dilakukan penegak hukum," ujar Arsul kepada Gresnews.com, Minggu (1/3).

Ia menjelaskan yang dimaksud cross handling adalah, kalau polisi yang diduga melakukan tindak pidana korupsi maka yang menangani harus lembaga penegak hukum lain dan bukan kepolisian sendiri. Demikian pula kalau jaksa yang melakukan dugaan korupsi, maka yang menangani harus polisi atau KPK.

"Begitu pun kalau KPK yang melakukan korupsi harus polisi atau kejaksaan yang tangani kasus tersebut, kata Arsul.

Menurutnya, cross handling berguna agar kasus korupsi yang sedang ditangani suatu lembaga bisa terjaga objektivitasnya dan bisa lebih dibangun transparansi penanganan kasus. Sebab ia khawatir kalau kasus dugaan korupsi ditangani oleh lembaga yang bersangkutan sendiri maka bisa terjadi yang ia sebut dengan istilah "jeruk makan jeruk".

BACA JUGA: