JAKARTA, GRESNEWS.COM - PT Pertamina (Persero) mengklaim menanggung kerugian kendati telah menaikkan harga premium. Salah satu penyebabnya perusahaan plat merah ini merugi karena premium yang dijual menggunakan nilai oktan (Ron) 88. Penyebab lainnya, selama ini proses pengolahan BBM oleh Pertamina tidak efisien.

Dengan asumsi harga minyak mentah Indonesia (ICP) US$52 per barrel dan rata-rata kurs Rp13.000 per dollar AS maka harga keekonomian premium berada pada rentang Rp8.200 hingga Rp8.500 per liter. Sementara Pertamina hanya menjual premium Rp7.400 per liter. sehingga ada selisih yang menjadi tanggungan Pertamina.

Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas (TRTKM) Faisal Basri menyatakan kerugian yang ditanggung oleh Pertamina akibat premium yang digunakan jenis Ron88. Padahal negara lain dalam menentukan harga BBM menggunakan acuan harga jenis BBM Ron92 alias setara pertamax.

Kendati demikian, Faisal menilai dalam menentukan acuan harga BBM, Pertamina seperti memaksakan diri menggunakan harga premium. "Pertamina menjadi merasa teraniaya karena harusnya tidak seperti itu dan itulah yang membuat Pertamina rugi," kata Faisal di Kantor TRTKM, Jakarta, Rabu (1/4).

Namun Faisal mengaku heran dengan perhitungan harga keekonomian premium yang disebutkan oleh Pertamina yakni di atas Rp8.000 per liter. Sebab, harga BBM Ron97 yang dijual di negara lain saja sebesar Rp7.971 per liter dan sudah termasuk pajak. Kemudian harga BBM Ron95 yang dijual di Malaysia sebesar Rp6.908 per liter.

Menurutnya, jika mengacu kedua harga tersebut maka harga BBM di negara lain lebih murah dari premium. Artinya, harga tersebut bukanlah versi keekonomian menurut Pertamina tetapi harga ketidakefisienan.

Maka dari itu, Faisal meminta kepada Pertamina agar dapat menunjukkan komponen penentuan harga BBM yang membuat perusahaan menjadi tidak efisien. Langkah tersebut dilakukan agar masalah ketidakefisienan dapat dipecahkan bersama.

"Kalau ada maling, kita gebukin sama-sama. Pertamina harus menunjukkan komponen yang membuat mereka tidak efisien supaya kita bantu sama-sama," kata Faisal.

Sementara itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said mengatakan pemerintah selalu mendorong Pertamina untuk melakukan efisiensi di segala bidang. Dia mencontohkan salah satu efisiensi yang dilakukan oleh Pertamina yaitu dalam memperoleh Non Hydro Carbon yang didapat dari target sekitar 70 juta, ternyata ada penghematan sekitar 28 juta.

Kemudian biaya pengolahan migas sudah menjadi lebih efisien yang sebelumnya selalu di atas patokan harga minyak mid oil platts Singapore (MOPS), sekarang sudah sama bahkan beberapa waktu bisa lebih rendah.

Dia menambahkan saat ini kebijakan subsidi BBM telah dirasa memberi manfaat ke masyarakat karena subsidi yang tadinya diberikan ke BBM digunakan oleh kelas menengah, saat ini jatuh ke masyarakat yang membutuhkan.

"Efisiensi harus dilakukan terus agar masyarakat lebih percaya dengan BUMN kita," kata Sudirman di Kantor Kementerian ESDM.

BACA JUGA: