JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kebijakan pemerintah menerapkan bebas visa terhadap 47 negara untuk meningkatkan perekonomian, terutama bidang pariwisata diragukan dapat meningkatkan angka kunjungan wisata. Kebijakan itu justru berpeluang menimbulkan dampak negatif terutama dari sisi keamanan yakni maraknya aksi penyelundupan dan kejahatan transnasional.  

Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Sumber Daya sebelumnya menggadang dibukannya akses bebas visa terhadap sejumlah negara akan  meningkatkan jumlah kunjungan wisata ke tanah air. Kementerian bahkan menargetkan peningkatan kunjungan wisatawan manca negara (wisman) ke Indonesia hingga 20 juta orang per 2019.

Menteri Koordinator (Menko) Kemaritiman dan Sumber Daya, Rizal Ramli, menyatakan kebijakan ini merupakan salah satu program merangsang kunjungan wisman. Selain bebas visa pemerintah juga memberikan kemudahan izin masuk kapal pesiar dan yacht ke Indonesia.

"Pemerintah telah menetapkan 10 destinasi utama wisata di Indonesia dan sebagian besar terkait dengan wisata maritim atau bahari yakni Danau Toba, Kepulauan Seribu, Wakatobi, Labuan Bajo dan sebagainya," katanya.

Diketahui, Ramli saat ini tengah gencar mempromosikan potensi wisata Indonesia ke luar negeri. Ia bahkan sedang berada di Eropa untuk memperkenalkan Indonesia melalui semboyan "Wonderfull Indonesia." Langkah pemerintah ini bertujuan menghidupkan kembali pariwisata Indonesia dan memberikan multy player effect bagi perekonomian bangsa.

Anggota Komisi X DPR yang membidangi pariwisata, Teguh Juwarno menilai target 20 juta wisman pada 2019 cukup rasional. Sebab menengok negara tetangga sebelah, Malaysia, sudah mampu mendatangkan 25 juta wisman.

Ia justru mempertanyakan jutaan wisman itu lebih menyukai negara kecil tersebut dibandingkan Indonesia. Hal inilah yang kemudian harus menjadi tantangan pemerintah menarik wisatawan agar lebih banyak datang ke Indonesia.

"Sebenarnya sangat ironis, mengingat pilihan destinasi dan objek wisata alam yang kita miliki jauh lebih banyak dari Malaysia," katanya di Jakarta, Kamis (10/12).

Lebih jauh ia menyatakan, DPR juga telah mendukung kebijakan pemerintah dengan menyepakati alokasi anggaran pariwisata lebih dari Rp 3 triliun. Padahal, dua tahun lalu anggaran pariwisata tak sampai Rp 1 triliun. "Sekarang naik drastis melebihi Rp 3 triliun. Artinya DPR sangat berkomitmen mendukung pemerintahan ini memajukan sektor pariwisata," katanya.

Teguh menganjurkan agar pemerintah fokus pada negara-negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, Thailand, Cina, Jepang dan Australia. Selain itu ia juga meminta pemerintah segera memperbaiki infrastruktur pariwisata, menciptakan rasa aman dan kenyamanan sehingga pelancong betah tinggal lama di Indonesia.

BELUM TENTU EFEKTIF - Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Rahmat Bagja menilai kebijakan pembebasan visa tak akan efektif mendongkrak kenaikan ekonomi setahun ke depan. Program ini diyakini baru akan efektif setelah 5 tahun penerapannya.

"Secara ekonomis setahun nanti tak ekonomis dan signifikan, ini harus diimbangi akses gerbang masuk Indonesia yang lebih baik," katanya kepada gresnews.com, Jumat (11/12).

Menurutnya, justru sangat dimungkinkan dalam penerapan bebas visa ini malah terjadi penyalahgunaan. Di sisi lain, keamanan negara bisa dipertaruhkan, kebijakan ini memberikan keuntungan intelijen dan kontra intelijen untuk masuk. Bebas visa juga dapat dimanfaatkan oleh jaringan terorisme serta sindikat narkoba internasional, atau digunakan untuk pekerja gelap, peredaran uang palsu, imigran gelap, penyelundupan/perdagangan manusia dan pencucian uang.

Bahkan, pada awal tahun 2000 terdapat 12 perempuan Indonesia yang dijadikan kurir narkoba tertangkap di beberapa bandara di luar negeri. Salah satu di antaranya di Buenos Aires, Argentina. Apalagi, negara-negara tersebut tetap akan memberlakukan visa bagi Indonesia, sehingga tidak memberikan asas timbal balik dan asas manfaat.

Karenanya dapat dikategorikan sebagai salah satu cara pelemahan penegakan hukum keimigrasian yang bersifat administratif. "Kemungkinan itu ada, semoga saja negara-negara yang tak mengakui sistem hukum negara lain tak masuk ke dalamnya," katanya.

Sebab, ia melihat dari daftar negara-negara tersebut terdapat negara yang merupakan sumber para penyelundup. Walaupun Kementerian Pariwisata sudah menyatakan kesiapannya, namun, Bagja melihat dari treatment yang diberikan pemerintah kepada wisman juga kultur dan manajerial, Indonesia belum siap melaksanakan sistem ini.

Ia mengusulkan pemerintah untuk memperketat sistem keimigrasian, pengecekan pintu masuk dan peningkatan SDM di imigrasi. "Belum oke, saya lihat malah wisatawan dalam negeri yang lebih menguntungkan dari pada wisman," ujarnya.


BACA JUGA: