-
Kejaksaan Beri Atensi Khusus Kasus Saracen
Jum'at, 25/08/2017 16:57 WIBPolri menangkap sindikat Saracen pelaku penyebaran konten bermotif SARA di media sosial. Jaksa Agung HM Prasetyo mengatakan jajarannya memberikan atensi serius dalam kasus tersebut.
"Ini jenis dari bisnisnya pun nggak benar ya. Apalagi akibatnya sangat serius, kejaksaan akan memberikan atensi khusus,"ujar Prasetyo, Jumat (25/8).
Ia mengatakan bisnis kelompok Saracen sangat sensitif karena memanfaatkan situasi politik yang rentan terhadap SARA lalu menawarkan jasa penyebaran ujaran kebencian lewat media sosial. Akibat perbuatan itu, menurut Prasetyo sangat bahaya bagi kerukunan masyarakat.
"Kasus ini sindikat penyebar berita hoax dibelakangi orang yang pesan, mereka tidak peduli akibat yang timbul, yang namanya SARA itu kan sensitif, bisa juga nanti kalau dibiarkan timbul konflik horizontal, ujung-ujungnya memecah belah. Makanya kejaksaan akan memberikan atensi khusus,"ujarnya.
Prasetyo mengaku kejaksaan belum menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyelidikan (SPDP) kasus tersebut karena baru beberapa hari yang lalu ditangkap kepolisian. Namun, kejaksaan akan memantau perkembangan penanganan kasus yang saat ini masih disidik Bareskrim Polri.
"Makanya kejaksaan akan memberikan atensi khusus, kita akan serius, kita pantau bagaimana penanganannya. Kita akan lakukan penanganan yang serius, tak boleh dibiarkan," imbuhnya.
Sebelumnya, polisi menangkap ketiga pelaku berinisial JAS, MFT, dan SRN. Mereka dijerat dengan Pasal 45A ayat 2 jo Pasal 28 ayat 22 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan UU ITE dengan ancaman 6 tahun penjara dan/atau Pasal 45 ayat 3 jo Pasal 27 ayat 3 UU ITE dengan ancaman 4 tahun penjara.
Kepolisian menyebut kelompok Saracen ini sering menawarkan jasa untuk menyebarkan ujaran kebencian bernuasa SARA di media sosial. Setiap proposal mempunyai nilai hingga puluhan juta rupiah. (dtc/mfb)DPR Nilai Sindikat Saracen Ancaman Serius Dunia Siber
Jum'at, 25/08/2017 14:00 WIB
JAKARTA, GRESNEWS. COM - Komisi I DPR menilai terungkapnya jaringan Saracen yang ditengarai menyebarkan konten SARA menggunakan teknologi informasi dan komunikasi (TIK), merupakan ancaman siber yang serius. Untuk itu kalangan DPR meminta harus diberantas dan diusut aktor intelektual dibelakangnya.
Menurut Ketua Komisi I DPR RI Abdul Kharis Almasyhari, negara Indonesia adalah negara yang terdiri dari berbagai suku, agama, ras dan antar golongan.
"Tindakan kelompok Saracen berpotensi mengancam keutuhan NKRI dan tatanan kehidupan masyarakat yang mengusung Bhinneka Tunggal Ika," ujarnya, Jumat (25/8).
Kelompok Saracen ditengarai tidak hanya menyerang satu agama saja tetapi menyerang berbagai pihak termasuk pemerintah dengan teknik adu domba yang sistematis. Sehingga keberadaan kelompok seperti Saracen dinilai tak kalah berbahayanya dengan terorisme.
Apalagi jika merujuk pada data Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), untuk pengaduan konten negatif terkait SARA dan kebencian, pornografi dan hoax disebutkan menempati urutan tertinggi pengaduan konten negatif.
Kemenkominfo selama periode 1 Januari hingga akhir Juli 2017 telah menerima pengaduan konten negatif. Kategori SARA atau Kebencian, pornografi, dan Hoax menempati tiga urutan tertinggi pengaduan konten negatif. Konten SARA mencapai puncak tertinggi pada Januari 2017 dengan 5.142 aduan. Sedang pengaduan tentang media sosial yang mermuatan pornografi mencapai 9.000 lebih dan konten hoax sekitar 6.632.
Kharis memahami, fakya yang terjadi merupakan fenomena gunung es, artinya angka-angka tersebut adalah yang muncul di permukaan. Yang tak terlihat justru lebih mengerikan lagi. "Saya yakin masih banyak kelompok-kelompok seperti Saracen yang belum tersentuh, apalagi menjelang Pilkada 2018 dan Pemiu 2019," ungkapnya seperti dikutip dpr.go.id.
Dikatakanya bahwa perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) memiliki dua sisi yang saling bertolak belakang. Di satu memberikan manfaat positif yang dapat membantu dan memajukan kehidupan manusia, di sisi lain, memberikan dampak negatif yang justru akan merusaknya.
Politisi F-PKS itu menilai kegiatan kelompok Saracen menyebarkan konten SARA dan hoax adalah tindakan penggunaan TIK untuk hal yang negatif, dan berdampak negatif berupa potensi munculnya konflik SARA. Apalagi Indonesia merupakan negara berbagai suku, agama, ras dan antar golongan.
Untuk itu Komisi I DPR RI meminta Pemerintah tegas menindak penyebar konten negatif sekaligus meningkatan literasi media terkait bahaya penayangan konten negatif. Menjadi tugas pemerintah untuk melindungi kepentingan umum dari segala jenis gangguan sebagai akibat penyebaran konten negatif dan berita palsu. Peningkatan literasi media juga perlu dilakukan okeh KPI, KIP dan Dewan Pers
Masyarakat juga diminta agar lebih waspada terhadap konten yang tersaji di media masa maupun media sosial. Berita yang tersaji harus difilter dengan sebaik mungkin dengan melakukan cek dan kroscek dari berbagai sumber dan fakta yang ada. (rm)Cara Kerja Sindikat Saracen Penyebar Isu SARA
Kamis, 24/08/2017 20:04 WIBPolri menangkap pelaku penyebaran konten bermotif SARA di media sosial yang menamakan dirinya sindikat Saracen. Pelaku saling berbagi peran untuk melancarkan aksinya menjual jasa penyebar SARA itu.
Kabag Mitra Humas Polri Kombes Awi Setiyono mengatakan modus yang dilakukan oleh pelaku dalam membuat propaganda di media sosial itu dengan meme bermuatan SARA. Meme itu dibuat banyak untuk disebar ke grup-grup baru yang dibuat oleh pelaku.
"Dari penelusuran penyidik, dia membuat meme itu ditampung di dalam satu grup. Nanti membuat meme lagi dibuat grup lagi," kata Awi di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (24/8).
Untuk membuat akun baru, pelaku sengaja membeli kartu SIM yang banyak. Hal itu dilakukannya untuk memudahkan verifikasi saat mendaftar. "Mereka juga kita temukan SIM card yang banyak, 50 lebih," terang Awi.
Pelaku yang telah ditangkap, yakni Jasriadi, Sri Rahayu, dan Muhammad Faisal Tonong, bekerja secara intensif dan bergantian. Meski mereka dipisahkan oleh tempat, pelaku tetap berhubungan secara rutin lewat media sosial. "Dia bergantian, bahkan yang ketua sendiri ada sekitar kita temukan hate speech-nya 6, ada juga akun-akun lainnya 11. Yang pernah bersangkutan buat," tuturnya.
Mereka berbagi peran layaknya sebuah organisasi. Jasriadi dipercaya sebagai ketua, Sri sebagai koordinator wilayah, dan Tono sebagai bidang media.
Tak hanya itu, polisi juga menemukan indikasi pemalsuan identitas, seperti paspor dan KTP. Pemalsuan ini dilakukan agar pelaku bisa me-recovery akun-akun yang telah diblokir.
"Mulai KTP, paspor patut diduga. Karena itu juga bisa menjadi modus, kan. Karena memang dia ahli IT. Segala kemungkinan ada," tutur Awi.
Namun hingga saat ini polisi belum menemukan pihak yang berada di balik kasus penyebaran konten bermuatan SARA ini. Para pelaku disebut tertutup dan sulit diambil keterangan.
Para pelaku sadar membuat akun-akun palsu itu membutuhkan biaya. Mereka kemudian membuat proposal yang diajukan kepada beberapa pihak. Motif ekonomi menjadi alasan mereka bermain dalam operasi ini. Puluhan juta rupiah bisa diraupnya jika misi mereka sukses.
Awi menerangkan, selama pemeriksaan, penyidik menemukan proposal milik pelaku. Dalam proposal tersebut, ada detail harga yang diajukan kepada pihak pemesan.
"Kemudian terkait tadi masalah pemesanan, itu begini, untuk proses penyidikan ini, penyidik menemukan ada satu proposal," terang Awi.
Jasa untuk pembuatan website dihargai Rp 15 juta. Untuk para buzzer dipatok harga sekitar Rp 45 juta untuk 15 orang selama sebulan.
Untuk sang ketua, harga dipatok sendiri, yaitu Rp 10 juta. Jika dijumlahkan, ada sekitar Rp 72 juta. Ada cost untuk wartawan juga. "Ini kan baru data-data yang ditemukan dari yang bersangkutan," tuturnya.
Namun Awi tidak mempercayai begitu saja apa yang dituliskan oleh pelaku termasuk dana untuk wartawan. Pihaknya masih terus mendalami terkait temuan tersebut.
"Itu kan proposalnya dia yang kita temukan. Tapi belum tentu kan. Itu yang perlu proses pendalaman. Kita tidak percaya begitu saja. Kalau dia tulis begitu, apa kita langsung percaya, iya? Teman-teman wartawan dirugikan juga to. Itu temuan-temuan," ujarnya. (dtc/mfb)