-
DPRD DKI Siap Diperiksa Terkait Reklamasi Teluk Jakarta
Senin, 30/10/2017 11:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Wakil Ketua DPRD DKI Mohamad Taufik menyebut anggota DPRD DKI siap dimintai keterangan oleh lembaga antirasuah tersebut. Hal itu dikatakan Taufik, pasca diperiksanya Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Saefullah oleh KPK dalam kasus tersebut.
"Ya kalau anggota DPRD diundang pasti datang, nggak ada masalah," kata Taufik di Gedung DPD Partai Golkar, Jalan Pengangsaan Barat, Jakarta Pusat, Minggu, (29/10).
Taufik enggan menanggapi pemeriksaan Saefullah oleh KPK. Ia mengaku menghormati proses hukum yang sedang berjalan tersebut. "Saya kira itu haknya KPK ya," sebutnya.
Sebelumnya, Saefullah dimintai keterangan KPK terkait penyelidikan reklamasi Pulau G. Saefullah menyebut materi pertanyaan terkait korporasi yang terlibat dalam reklamasi Pulau G. Ditanya juga soal Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHK). "(Dikonfirmasi terkait) Reklamasi yang di Pulau G itu. Terkait korporasinya," kata Saefullah di gedung KPK, Jl Kuningan Persada, Jaksel, Jumat (27/10).
KPK kini membuka penyelidikan baru atas kasus korupsi Raperda Reklamasi pada 2016 lalu karena diduga ada keterlibatan korporasi. Saefullah diperiksa KPK berdasarkan Surat Perintah Penyelidikan Nomor Sprin Lidik-75/01/07/2017 tanggal 25 Juli 2017. Namun di surat itu tidak tercantum nama korporasi yang tengah didalami keterlibatannya.
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan, pihaknya menghormati pemeriksaan yang dilakukan KPK terhadap Sekda DKI Saefullah terkait reklamasi Pulau G. Anies berharap hasil pemeriksaan dibuat secara transparan.
"Kita hormati saja proses hukumnya tidak ada yang khusus, saya berharap semuanya dibuat transparan," ujar Anies di Epicentrum Walk XXI, Jl HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Sabtu (28/10).
Anies menjelaskan, Saefullah sudah melapor sebelum diperiksa di KPK. Selain Saefulllah, Kabiro Hukum dan Kepala Bappeda Tuty Kusumawati juga melapor ke Anies. "Sebelumnya lapor, dan ada 2 sebetulnya beliau dan Kepala Biro Hukum. Kepala Biro Hukum sehari sebelumnya, kemudian Pak Sekda hari Jumat," kata Anies.
Anies meminta supaya tak ada yang ditutup-tutupi selama pemeriksaan. Proses hukum harus dijalani dengan benar dan baik. "Saya sudah sampaikan kepada beliau juga, jelaskan semuanya jangan ada yang ditutup-tutupi dan sampaikan apa adanya," kata Anies."Dan ini adalah proses hukum maka kita harus jalani ini dengan benar dan baik dan tuntas," sambungnya. (dtc/mag)
Wagub Sandiaga Telaah Pemanfaatan Pulau Reklamasi yang Sudah Jadi
Minggu, 29/10/2017 18:20 WIBWakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno menegaskan komitmen untuk menghentikan proyek reklamasi. Namun untuk pulau yang sudah terlanjur terbentuk, Pemprov DKI akan mengkaji pemanfaatannya.
"Berkaitan dan mandat dari warga Jakarta, kami sudah memutuskan untuk menghentikan reklamasi," kata Sandiaga dalam diskusi ´Untung Rugi Reklamasi´ di kantor DPD I Golkar DKI, Cikini, Jakarta Pusat, Minggu ( 29/10).
Soal pemanfaatan pulau yang sudah jadi, Sandiaga mengatakan Pemprov DKI akan berkomunikasi dengan Kementerian Lingkuhan Hidup dan Kehutanan. Dia menegaskan proses pemanfaatan itu akan berlangsung transparan.
"Yang jadi menarik mau diapakan yang sudah terbangun. Bagaimana pemanfaatannya. Harus diajukan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan dilihat kajiannya berapa banyak lapangan pekerjaan, pemikiran dan pemanfaatan dan untuk siapa lapangan kerja tersebut. Pendidikan seperti apa untuk Jakarta Utara nanti pemanfaatannya," ujar Sandi.
Soal amdal Pulau G, Sandi berjanji pengkajiannya akan digelar secara terbuka. Tidak hanya amdal, seluruh pembahasan ditegaskan akan dilakukan secara terbuka.
"Kita bukan cuma amdal. Prosesnya semuanya transparan, ini prosesnya terbuka. Ini juga sangat simbolis bahwa ada sekat-sekatnya, enggak ada bisik-bisik," kata Sandi.
Pemprov DKI juga akan segera berkoordinasi dengan DPRD DKI. Semua tahapan untuk pemanfaatan pulau reklamasi yang sudah jadi itu akan dijalani secara transparan.
"Kita berencana untuk memulai inisiasi ini, tentunya kita akan koordinasi dengan legislatif. Kebetulan secara formal pertemuannya sudah ada seperti Golkar, tapi dengan trust kemarin. Layaknya eksekutif kita harus kulonuwun," ucap Sandi. (dtc/mfb)KPK Periksa Sekda DKI
Jum'at, 27/10/2017 20:04 WIBSekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah terlihat keluar dari gedung KPK. Dia mengaku usai diperiksa terkait kasus reklamasi Pulau G.
"(Dikonfirmasi terkait) Reklamasi yang dipulau G itu. Terkait korporasinya," kata Saefullah di KPK, Jumat (27/10) sekitar pukul 18.21 WIB.
Saat ditanya apakah pemeriksaan terkait tersangka sebuah korporasi, Saefullah mengaku tidak tahu pasti. Tetapi dia berkata sesuai berita acara pemeriksaan (BAP).
"Tadi berita acaranya seperti itu. Lebih jelasnya (tanya) ke dalam lah," ujarnya.
Menurut Saefullah, yang ditanyakan adalah soal Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHK). "Ditanya soal proses KLHS-nya. Itu Kajian Lingkungan Hidup Strategisnya," imbuh dia. (dtc/mfb)Gerindra Minta Luhut Tidak Paksa Jokowi Soal Reklamasi
Minggu, 22/10/2017 13:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Fungsionaris Partai Gerindra Anggawira meminta Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan untuk tidak memaksa Presiden Jokowi melanjutkan proyek reklamasi. Pasalnya, setelah melihat peraturan yang ada, dirinya menemukan banyak ketidaksinkronan.
"Ya, jadi kita minta jangan sampai ada intervensi dari pak Luhut ke pak Jokowi karena dalam proyek ini banyak terjadi ketidaksinkronan seperti adanya peraturan perundang-undangan ditingkat pusat sehingga berdampak pada peraturan-peraturan turunan dibawahnya. Belum lagi masalah IMB (Izin Mendirikan Bangunan) yang belum ada," ujar Anggawira dalam siaran pers yang diterima gresnews.com, Minggu (22/10).
Terlebih, saat ini reklamasi masih dalam kajian Gubernur dan Wakil Gubernur Anies-Sandi. Jika melihat aturan yang ada, sambung Anggawira, terdapat ketidaksinkronan pada Keppres No 52 Tahun 1995 Tentang Reklamasi, yang dijadikan landasan hukum dengan Perpres No 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi Pantai di Wilayah Pesisir dan Pulau- Pulau Kecil.
"Merujuk pada peraturan-peraturan tersebut perizinan reklamasi yang selama ini dipikirkan Luhut masih belum cukup atau belum memadai untuk mencabut moratorium reklamasi," terang Anggawira.
Adapun hasil kajian yang sebelumnya dilakukan oleh Deputi III Bidang Koordinasi Infrastruktur Menkomaritim dinilai Anggawira tidak transparan karena tidak dipublikasikan ke masyarakat. Oleh sebab itu, Anggawira berharap agar Luhut tidak memaksakan kehendak untuk melanjutkan proyek reklamasi.
"Selain karena banyak peraturan yang tumpang tindih, perizinan yang belum ada, hasil kajian juga kita ragukan karena tidak dipublikasikan. Masyarakat tentu berhak tahu, apalagi ini akan berdampak langsung bagi kesejahteraan masyarakat pesisir," pungkas Anggawira. (mag)Menanti Realisasi Janji Anies-Sandi Tolak Reklamasi
Selasa, 17/10/2017 09:00 WIBPasca dilantik menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno langsung ditunggu penuntasan janjinya terkait isu yang paling panas dibicarakan di Jakarta, yaitu terkait penolaka terhadap proyek reklamasi Teluk Jakarta.
Polisi Bakal Selidiki Kasus Reklamasi Teluk Jakarta
Jum'at, 13/10/2017 07:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Pihak Kepolisian Daerah Metro Jaya bakal menyelidiki proyek reklamasi Teluk Jakarta. Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Adi Deriyan mengatakan, saat ini pihaknya tengah mengumpulkan sejumlah dokumen dan data.
"Sekarang kami dalam proses untuk mengetahui masalah reklamasi ini apa sih, tentunya segala data, informasi, maupun dokumen kami kumpulkan untuk penyelidikan ini," terang Adi, Kamis (12/10).
Polisi menyelidiki reklamasi setelah melihat perkembangan di masyarakat. Pro-kontra mengenai reklamasi di kalangan masyarakat menjadi dasar polisi untuk melakukan penyelidikan.
"Penyelidikan kan mencari kebenaran, mencari faktanya seperti apa. Apakah reklamasi itu benar sesuai peruntukannya, apakah perizinannya benar, misalnya," ungkapnya.
Dalam proses penyelidikan ini, polisi tidak hanya mengumpulkan informasi dari pihak-pihak terkait. Polisi juga mengumpulkan data-data penunjang untuk menyempurnakan proses penyelidikan tersebut.
"Semua sisi kita selidiki. Semua informasi, aturan, tulisan, dan permasalahan mengenai reklamasi harus kita tahu," lanjutnya.
Penyelidikan sendiri merupakan proses untuk mencari apakah suatu peristiwa itu mengandung unsur pidana atau tidak. Tetapi, berkaitan dengan reklamasi ini, Adi belum bisa menyimpulkan ada-tidaknya unsur pidana dalam proyek tersebut. (dtc/mag)
Kritik buat Luhut usai Mencabut Moratorium Reklamasi
Rabu, 11/10/2017 14:00 WIBPemerintah, melalui Menko Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan mencabut penghentian sementara (moratorium) pembangunan 17 pulau reklamasi di Teluk Jakarta. Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta (KSTJ) menyoroti keputusan tersebut.
"Kami bisa mengajukan kembali pembatalan terkait dengan pencabutan moratorium itu kan? Juga melakukan pembatalan terhadap izin-izin yang akan diterbitkan nanti oleh Pemda atau pun dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Tapi itu akan melewati proses persidangan," kata ujar Kuasa Hukum KSTJ Tigor Hutapea, Selasa (10/10) malam.
Pencabutan moratorium reklamasi ini dinilai terlalu dipaksakan karena secara teknis dan kesediaan hukum sudah terpenuhi. Menurutnya, pembatalan tersebut merupakan akal-akalan Luhut.
"Kalau kita baca surat moratoriumnya itu kan Luhut bilang secara kajian teknis dan kesediaan hukum sudah terpenuhi, kalau secara teknis saja sudah terpenuhi kami minta dilibatkan. Saya berani katakan bahwa yang dilakukan Luhut ini adalah akal-akalan. Jadi saya pikir moratorium yang dilakukan ini sangat dipaksakan oleh Luhut," tutur Tigor yang juga menjabat sebagai Deputi Hukum dan Kebijakan Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara).
Tigor kemudian juga mempertanyakan aturan dari pemerintah untuk kegiatan reklamasi itu. Ia mengatakan bahwa harus dipastikan juga pihak-pihak terkait reklamasi tersebut sudah mengantongi izin lokasi.
"Apakah sudah ada peraturan pemerintah yang mengatur ruang tata laut di wilayah Jabodetabek? Kemudian apakah semua pengembang ini sudah mengantongi izin lokasi?," ujarnya.
Sebelumnya, Luhut membenarkan tentang moratorium pembangunan 17 pulau reklamasi di Teluk Jakarta. Luhut menyebut pencabutan itu dilakukan sejak Kamis (5/10).
"Saya sudah tanda tangani (pencabutan moratorium) pada hari Kamis karena semua ketentuan yang berlaku dari semua kementerian dan lembaga yang terlibat itu tidak ada masalah," kata Luhut di kantor Kemenko Kemaritiman, Senin (9/10).
Luhut mengaku telah mengirimkan surat itu kepada Pemprov DKI Jakarta. Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat disebut Luhut menyampaikan ucapan terima kasih. "Kan sudah saya kirimkan, Pak Gubernur bilang makasih," sebut Luhut. (dtc/mfb)KLHK Akan Cabut Moratorium Pulau G
Selasa, 03/10/2017 10:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Siti Nurbaya mengatakan, pihaknya akan segera mencabut moratorium pembangunan relakmasi Pulau G. Izin ini, kata Siti, diberika KLHK setelah bertemu pihak pengembang PT Muara Wisesa Samudra.
"Pengembangnya kita panggil karena tadi baru rapat di DKI besok pengembang kita panggil. Besok (hari ini-red) hari Selasa yah dan kalau semuanya sudah clear menurut teknis, karena kan harus bertanggung jawab pengembangnya di dalam pelaksanaan. Baru bisa dicabut," kata Siti, di kantor Kemaritiman, Jl MH Thamrin, Jakarta Pusat, Senin (2/10).
Siti mengatakan pertemuan akan dilakukan di Direktorat Penegakan Hukum Kementerian LHK. Jika telah bertemu dengan pengembang untuk menjelaskan teknisnya, kemungkinan SK moratorium pulau G bisa diterbitkan. "Bisa (dicabut moratorium). Ketemu (dulu dengan pengembang) di Direktorat Penegakan Gakum," kata Siti.
Siti mengatakan sejumlah persyaratan Amdal atau analisis dampak lingkungan telah dilakukan oleh pengembang tersebut. Ia mengatakan dengan dicabutnya moratorium akan memberikan kepastian berusaha kepada pengusaha.
"Sudah, syarat-syarat yang ditetapkan dalam Amdalnya sudah bisa memenuhi syarat dengan pertimbangan memang harus ada kepastian untuk berusaha. Apalagi dalam transisi berpemerintahan pemerintah daerah maka pemerintah pusat berkewajiban untuk melihat dan kepastian berusaha memang harus ada," kata Siti.
Siti menjelaskan ada 6 masalah terkait reklamasi pulau G. Ia menegaskan saat ini 5 persoalan diantara 6 permasalahan itu telah selesai, tinggal urusan teknis yang harus dilakukan pengembang nantinya.
"Ada enam masalah yang jadi perosalan di pulau G dan lima sudah (selesai), dan yang keenam dari tadi pagi mereka sudah rapatkan, saya sudah dapat dokumennya malam ini kita bahas dan dengan PLN juga sudah ada titik temu dan sebagainya," kata Siti.
Ia mengatakan pertemuan dengan pengembang besok direncanakan membicarakan soal teknis misalnya penerapan teknologi seperti pipa. "Ya pemasangan kolam air pipa, dan sebagainya yang disesuaikan suhunya untuk kepentingan listrik," kata Siti.
Sebelumnya, Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Saefullah menegaskan akan terus mendorong pencabutan moratorium tersebut. "Buat apalagi sih ditahan-tahan, orang juga sudah tanggung kerja," kata Saefullah di Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Jumat (29/9).
Ia mengatakan akan merapikan dokumen terkait dengan amdal karena izin lingkungan harus diperbaiki. Saefullah mengatakan dokumen amdal tersebut dapat segera diberikan kepada PLN karena berkaitan dengan PLTU Muara Karang yang menjadi pertimbangan dikeluarkannya moratorium Pulau G. (dtc/mag)
Menteri Susi Kritik Reklamasi Teluk Kendari
Senin, 18/09/2017 13:00 WIB
JAKARTA, GRESNEWS.COM - Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Susi Pudjiastuti mengkritik proyek reklamasi Teluk Kendari yang digagas Walikota Kendari, Asrun. Ia menilai reklamasi justru akan merusak keindahan teluk dan mengganggu ekosistem laut sekitar teluk. Sebab reklamasi akan menyebabkan pendangkalan teluk lebih cepat.
"Suatu saat Teluk Kendari sudah tidak indah, tetapi hitam dan berbau. Nanti bagaimana ikan-ikan tidak masuk lagi sampai ke teluk," kata Susi saat berbicara dalam acara International Seminar on Sustainability in The Marine Fisheries Sector (ISSMFS) 2017 di Auditorium Mokodompit Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari, Sabtu (16/7).
Diketahui pemda Kota Kendari melakukan reklamasi teluk Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra) untuk membangun dermaga tambat labuh Kota Kendari. Pembangunan tambat labuh ini dinilai akan membuat Teluk Kendari menjadi sempit, karena sedimentasi akan makin tinggi dan akhirnya membuat pendangkalan lebih semakin cepat.
Proyek tambat labuh sendiri merupakan bagian dari program smart point yang diadakan pemda setempat. Proyek ini menelan anggaran Rp 66 miliar yang digarap sejak tahun 2015.
Untuk itu Susi berpesan kepada para akademisi untuk menjaga laut Kendari. Jangan sampai Teluk Kendari dijadikan daratan, sebab teluk memiliki fungsi yang penting. "Jaga betul lautan kita. Kalau perlu saya usul kepada Gubernur Sulawesi Tenggara supaya memutar balik rumah-rumah di pantai supaya tidak membelakangi namun menghadap laut," ujar Susi, seperti dikutip situs kkp.go.id.
Susi menambahkan visi menjadikan laut masa depan bangsa belum terimplementasi di Kendari. Pihaknya masih melihat banyak yang menjadikan laut sebagai tempat pembuangan sampah. "Jangan sampai Teluk Kendari seperti Teluk Jakarta. Jakarta itu sudah hancur teluknya. Air lautnya sudah hitam, kalau mau berenang harus satu jam ke tengah untuk dapat air yang agak jernih," ungkapnya.
Susi juga menyarankan kepada Plt Gubernur Sultra Saleh Lasata agar membuat insentif kepada masyarakat untuk mau memutar arah rumahnya menghadap kelaut dan tidak menjadikan laut halaman belakang tetapi sebagai halaman muka. "Dengan menjadikan laut halaman depan rumah warga akan sungkan untuk membuang sampah kelaut," ujarnya.
Selain itu Susi juga mendorong para mahasiswa untuk ikut mempertahankan dan meneruskan pengelolaan kelautan dan perikanan yang berkelanjutan. "Sekarang ikan banyak, jangan sampai stok ikan kita turun lagi. Kita harus pastikan ikan tetap banyak dan ada," pintanya.
Menurutnya semua orang wajib memantau dan menjaga, agar dilaut tidak ada lagi illegal fishing. Kapal-kapal besar yang menggunakan alat tangkap tidak ramah lingkungan dan mengeruk ikan juga harus ditindak. Keberlanjutan juga bisa dilakukan dengan menjaga laut dari pencemaran, agar laut tetap bersih dan sehat. "Sudah saatnya pemerintah provinsi dan daerah yang wilayahnya memiliki pantai pesisir, supaya diatur zona kelautannya. Jangan sampai ada pencemaran di laut. Jangan ada kapal yang menggunakan trawl atau cantrang. Ikan akan habis, dan pada akhirnya nelayan kesulitan sendiri," tegasnya.
Selain soal keberlanjutan, Susi juga menyampaikan dua hal penting yang harus diperjuangkan soal laut, yaitu kedaulatan dan kesejahteraan. Menurutnya, kedaulatan harus dimiliki agar Indonesia dapat merdeka dan bebas menentukan dan merencanakan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan Indonesia tanpa intervensi negara lain.
Sementara segala upaya itu diarahkan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat Indonesia. "Setiap stakeholder perikanan dan kelautan Indonesia harus diupayakan kesejahteraannya," tambahnya.
Menurutnya salah satu cara yang dilakukan pemerintah adalah dengan memberikan asuransi kepada nelayan, agar nelayan mendapat jaminan keselamatan dalam menjalankan profesinya. Namun pemberian asuransi dilakukan dengan insentif nelayan harus menunjukan komitmennya menjaga laut.
Susi juga mengaku sering mendengar nelayan yang suka mengebom laut dan merusak laut adalah nelayan-nelayan dari Sulawesi. "Nah, kalau nelayannya mau komitmen menjaga lautnya, kami dari KKP juga akan bantu, beri keringanan, kasih bantuan. Jangan sampai saya melihat karang hancur seperti yang saya lihat tadi pagi di Pulau Karibu. Baru renang 3-5 meter sudah terlihat kehancuran karang, meskipun airnya jernih," bebernya.
Menurut Kelautan dan Perikanan menjadi yang utama. Untuk itu pihaknya harus memastikan bahwa laut benar-benar menjadi masa depan bangsa. (rm)NJOP Pulau Reklamasi Tak Berdasar, JRPP Desak Pemprov DKI Kaji Ulang
Sabtu, 09/09/2017 10:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Dewan Pembina Jakarta Research and Public Policy (JRPP) Anggawira menilai NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) di pulau reklamasi C dan D senilai Rp3,5 juta per tahun tidak berdasar. HGB (Hak Guna Bangunan) di kedua pulau tersebut diketahui diberikan kepada PT Kapuk Naga Indah (KNI), anak perusahaan Agung Sedayu Group.
"Penetapan NJOP ini sangat tidak berdasar karena tidak proporsional dibandingkan besaran NJOP di sejumlah pulau reklamasi lainnya seperti di pulau H yang milik perorangan dikenakan sebesar Rp25 juta, sementara Pulau C dan D yang nyatanya kawasan komersil KNI dibanderol hanya Rp 3,5 juta," kata Anggawira dalam siaran pers yang diterima gresnews.com, Sabtu (9/9).
Oleh sebab itu, Anggawira meminta pengkajian ulang dengan melibatkan pihak Inspektorat Pemprov DKI Jakarta, BPK (Badan Pemeriksa Keuangan), dan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) untuk segera menindaklanjuti keputusan tersebut. Terlebih, kata Anggawira, BBRD tidak pernah melakukan penilaian langsung atas NJOP pulau Reklamasi C dan D.
"Kita masih belum mengetahui bagaimana hitungan BPRD DKI Jakarta sampai bisa menetapkan NJOP serendah itu. Untuk itu, kita minta agar seluruh pihak terkait seperti pihak inspektorat, BPK, dan KPK ikut dilibatkan dalam perhitungan NJOP," tegasnya.
Sesuai dengan Peraturan Gubernur (Pergub) No 26. Tahun 2016 tentang Penetapan NJOP Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan, penetapan NJOP memang menjadi kewenangan BPRD. Untuk itu, Anggawira memandang hal ini sebagai masalah krusial dalam pembangunan pulau reklamasi.
"Lahan reklamasi merupakan kawasan strategis. Sehingga, NJOP-nya harus setara atau lebih besar dari kawasan reklamasi lainnya seperti Pantai Indah Kapuk, atau Pantai Mutiara karena masih dianggap satu zonasi," pungkas politisi Gerindra, tersebut. (mag)
Djarot Minta Moratorium Reklamasi Pulau C dan D Dicabut
Sabtu, 26/08/2017 17:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta meminta Menko Maritim dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) untuk mencabut moratorium reklamasi Pulau C dan D. Alasannya agar pulau kedua pulau yang telah memperoleh putusan MA bisa dimanfaatkan secara maksimal.
"Kami berkirim surat pada Menko Matitim sama Menteri Lingkungan Hidup. Tentang bagaimana tanggapannya, tergantung beliau," kata Djarot di Balai Kota, Sabtu (26/8).
Djarot, mengungkapkan surat tersebut berisikan soal status moratorium sekaligus pemanfaatan lahan. Jika moratorium dicabut maka pembangunan kedua pulau segera dimulai dengan skala prioritas. Djarot pun menyayangkan jika kedua lahan tersebut tidak segera dimanfaatkan pemerintah. "Terlebih pulau sudah ada dan sertifikat dan sudah berada di tangan pihak Pemprov DKI Jakarta," ujarnya.
Menurut Djarit skala prioritas dimaksud adalah penggunaan untuk lingkungan dan warga nelayan. "Kami juga akan bangun dermaga yang bagus disana, kami bangun perkampungan nelayan sambil menata lingkungannya. Itu fokusnya," tambah Djarot.
Jadi akan lebih baik dimanfaatkan secara optimal. Mneurut Djarit kota-kota lain di dunia tidak pernah meributkan masalah tersebut. Namun di Jakarta selalu diributkan, sehingga nggak maju-maju. "Jadi ini yang perlu kami tekankan," tambahnya.
Sebelumnya Kepala Bagian Pengendalian Dampak Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Andono mengatakan bahwa Pemprov telah melakukan perubahan izin Amdal terhadap pulau tersebut. Pengajuan perubahan izin amdal tersebut diharapkan menjadi pertimbangan Kementerian LHK untuk mencabut moratorium yang pernah dikeluarkannya. (dtc/rm)Menteri Agraria Serahkan Sertifikat Pulau Reklamasi C dan D
Minggu, 20/08/2017 15:00 WIB
JAKARTA, GRESNEWS.COM - Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan Djalil mengaku telah menyerahkan sertifikat Pulau Reklamasi C dan D kepada ke Pemprov DKI.
Menurut Sofyan Djalil urusan sertifikat tanah di Jakarta sudah hampir rampung. Termasuk sertifikat untuk Pulau Reklamasi C dan D.
"Pulau C dan D sudah selesai dan itu kita berikan HPL (Hak Pengelolaan Lahan) kepada Pemda DKI, karena semua pulau itu nanti kalau jadi HPL nya milik pemerintah daerah," ungkapnya, di JL. MH Thamrin, Minggu (20/8).
Sementara kepada pihak pengembang pemerintah mengaku memberikan sertifikat berupa HGB (Hak Guna Bangunan).
Sofyan mengungkapkan untuk Jakarta proses pensertifikatan lahannya telah mencapai 82 persen. Ia berjanji akan meramoungkan pengurusan sertifikat yang belum terselesaikan termasuk lahan yang bersengketa.
"Yang sengketa itu kita selesaikan sengketanya. Kita rencanakan tahun depan, paling kalaupun nggak habis 100 persen mungkin 95 persen tahun depan beres," lanjutnya.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) hari melakukan penyerahkan sejumlah sertifikat tanah kepada sejumlah warga DKI. Penyerahan juga dilakukan terhadap 15 aset milik Pemda DKI Jakarta. Lima belas sertifikat tanah aset Jakarta yang diserahkan itu meliputi Balai Kota, sertifikat tanah Taman BMW Jakarta Utara dan venue equestrian di Pulomas, Jakarta Timur dan pengelolaan Pulau C serta D. Penyerahan sertifikat itu dilakukan presiden di Balai Kota DKI Jakarta. (dtc/rm)Cacat Hukum, Perubahan Izin Lingkungan dan Amdal Pulau C, D Diminta Dihentikan
Sabtu, 19/08/2017 10:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta meminta agar perubahan izin lingkungan dan amdal pulau reklamasi C dan D dihentikan. Mereka menilai, perubahan izin lingkungan dan amdal tersebut cacat hukum. "Penyusunan dokumen itu tidak transparan dan tidak partisipatif. Hal ini dilihat tidak adanya keterbukaan informasi atas proses pembahasan amdal perbaikan atas reklamasi di Pulau C dan D," kata Marthin Hadiwinata dari Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) dalam siaran pers yang diterima gresnews.com, Sabtu (19/8).
Seperti diketahui, Dinas Penanaman Modal dan PTSP Provinsi DKI Jakarta melakukan Pengumuman Permohonan Perubahan Izin Lingkungan Skala Amdal Rencana Kegiatan Reklamasi dan Pembangunan di Atas Pulau C dan D. "Atas pengumuman ini, Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta mengajukan Keberatan atas tindakan dari Pejabat Tata Usaha Negara yaitu tindakan pembahasan perubahan izin lingkungan pulau C dan D," terang Marthin.
Keberatan ini diajukan kepada Gubernur DKI Jakarta dan akan diserahkan di Kantor Dinas Gubernur DKI Jakarta, Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan No. 8-9, Gambir, Jakarta Pusat. Hak untuk mengajukan keberatan ini diatur dalam Pasal 75 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan yaitu Warga Masyarakat yang dirugikan terhadap Keputusan dan/atau Tindakan dapat mengajukan Upaya Administratif kepada Pejabat Pemerintahan atau Atasan Pejabat yang menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan.
Salah satu bentuk tidak transparannya pengurusan izin itu adalah, tidak melibatkan nelayan. Tindakan ini, kata Marthin, sangat jelas melanggar PP Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan dan PermenLH Nomor 17 Tahun 2012 tentang Keterlibatan Masyarakat Dalam Proses Analisis Dampak Lingkungan Hidup dan Izin Lingkungan.
Alasan berikutnya, penyusunan dokumen amdal Pulau C dan D tidak berdasarkan kepada Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta. Bahwa saat ini pemerintah belum memiliki KLHS RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta dan sedang dalam proses penyusunan. "Oleh karena itu proses penyusunan AMDAL pulau C dan D cacat hukum baik secara substansi dan prosedur," terang Marthin.
Ketiga, tidak partisipatif karena proses penyusunan AMDAL tidak melibatkan unsur pemerintah yang terkait dan penting seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan yang memiliki perhatian khusus terhadap reklamasi di Teluk Jakarta. "Tidak ada akademisi yang memiliki pandangan kritis terhadap proyek reklamasi Jakarta yang memiliki pandangan penting terhadap proyek reklamasi Teluk Jakarta," ujar Marthin."Proses pengurusan izin ini juga tidak melibatkan organisasi lingkungan hidup, organisasi masyarakat sipil serta organisasi nelayan tradisional yang memiliki pandangan kritis terhadap proyek reklamasi Jakarta termasuk organisasi yang tergabung dalam Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta," tambahnya.
Keempat, proses penyusunan AMDAL tidak mempertimbangkan dampak buruk proyek reklamasi kepada perempuan nelayan dan perempuan pesisir Teluk Jakarta. Tidak adanya affirmative action dari Pemda DKI Jakarta menandakan bahwa Pemda DKI Jakarta buta gender dan melanggar UU Nomor 7 Tahun 1984 tentang Ratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan serta Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional.
Kelima, melanggar Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagaimana telah diubah Undang-Undang No. 1 Tahun 2014 sebagai dasar hukum pemanfaatan ruang dan sumber daya wilayah pesisir. Hingga saat surat ini diajukan tidak ada Peraturan daerah DKI Jakarta mengenai Rencana Zonasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang menjadi ketentuan arahan dalam pemanfaatan sumber daya proyek reklamasi dan pulau-pulau kecil.
Keenam, Pembahasan dilakukan dengan melanggar Pasal 44 PP Nomor 27 Tahun 2012 Tentang Izin Lingkungan yang memberikan kewajiban kepada Pejabat Tata Usaha Negera untuk mengumumkan Izin Lingkungan. Selain itu Pejabat Tata Usaha Negara di Pemerintahan DKI Jakarta tidak pernah mengumumkan Izin Linkungan yang akan diajukan permohonan perubahan yang hal ini bertentangan dengan Pasal 49 PP Nomor 27 Tahun 2012 Tentang Izin Lingkungan;
"Pada kesimpulannya, Koalisi Selamatkan Telukan Jakarta menuntut Gubernur Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan seluruh dinas terkait yang terlibat untuk pembahasan perubahan izin lingkungan untuk menghentikan proses permohonan perubahan Izin Lingkungan Skala AMDAL Rencana Kegiatan Reklamasi dan Pembangunan Di Atas Pulau C dan D, Izin Lingkungan Pulau C dan D serta membatalkan izin-izin terkait Reklamasi dan Pembangunan Pulau C dan D," pungkasnya. (mag)Nasib Proyek Reklamasi Mengulang Hambalang?
Sabtu, 08/04/2017 14:00 WIBTerlebih lagi setelah dibayang-bayangi kasus suap, gugatan hukum oleh para nelayan, kelanjutan proyek reklamasi pantai Jakarta boleh dikatakan di ujung tanduk. Muncul usulan dari berbagai pihak agar proyek reklamasi itu dihentikan, sama seperti pembangunan komplek olahraga Hambalang di Bogor, Jawa Barat.
Aktivitas Pembangunan di Pulau Reklamasi Tetap Berjalan
Minggu, 26/03/2017 17:00 WIBPolitisi Partai Gerindra itu juga tak menampik pembangunan pulau reklamasi memiliki ekses negatif terhadap nelayan tradisional yang menggantungkan mata pencaharian di pesisir Jakarta.