-
LSM Cabut Gugatan Perppu Ormas di MK
Rabu, 08/11/2017 14:02 WIB
JAKARTA, GRESNEWS.COM - Sejumlah Lembag Swadaya Masyarakat yang sebelumnya mengajukan gugatan terhadap Perppu Ormas ke Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya resmi mencabut gugatannya. Pencabutan itu dilakukan karena alasan Perppu Ormas telah menjadi undang-undang oleh DPR. Pihak MK juga telah mengablkan penarikan gugatan tersebut.
"Menetapkan, menyatakan mengabulkan penarikan kembali permohonan para Pemohon," ujar Ketua MK Arief Hidayat, seperti ditulis website MK, Rabu (8/11).
Menurut Arief, terhadap permohonan perkara ini, majelis telah melakukan beberapa kali pemeriksaan pendahuluan melalui Sidang Panel pada 7 Agustus 2017 dan Sidang Pleno terakhir pada 26 Oktober 2017. Dari pleno itu, penggugat menyatakan akan menarik gugatan.
"Dalam sidang pleno terakhir tersebut, para Pemohon menyatakan pihaknya menarik permohonan dengan alasan menurut pemberitaan media massa Perppu Ormas yang menjadi objek permohonan telah menjadi undang-undang," ucap Arief.
Para penggugat perkara dengan Nomor 50/PUU-XV/2017 itu diantaranya Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, Yayasan Forum Silaturahmi Antar Pengajian Indonesia, Perkumpulan Pemuda Muslimin Indonesia, Perkumpulan Hidayatullah dan Munarman.
Mereka menggugat Perppu Ormas karena dinilai tidak sesuai dengan prosedur yang ditentukan Pasal 12 UUD 1945 dan tidak terdapat hal ihwal kegentingan yang memaksa sebagaimana tertuang 22 ayat (1) UUD 1945.
Perppu Ormas yang diajukan presidsen Joko Widodo kepada DPR sendiri telah resmi dijadikan UU pada 24 Oktober 2017. (dtc/rm)Mayoritas Fraksi DPR Setuju Perppu Ormas Disahkan
Senin, 23/10/2017 18:13 WIB
JAKARTA, GRESNEWS.COM - Mayoritas atau 7 partai politik di DPR menyatakan menerima Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu) tentang Organisasi Masyarakat. Tujuh Fraksi DPR itu juga setuju Perppu Nomor 2/2017 disahkan menjadi undang-undang.
Kesimpulan itu tercermin dalam Rapat pandangan mini yang digelar Komisi II bersama Mendagri Tjahjo Kumolo, Menkum HAM Yasonna Laoly, dan Menkominfo Rudiantara sebagai perwakilan dari pihak pemerintah. Sebagian besar partai pendukung pemerintah menerima dan setuju Perppu Ormas dibawa ke paripurna esok hari untuk disahkan menjadi undang-undang.
Pparpol yang secara mutlak menyatakan setuju itu adalah PDIP, Golkar, NasDem, dan Hanura. Fraksi-fraksi tersebut menerima karena melihat ada kegentingan dengan adanya ormas yang akan menggoyangkan ideologi Pancasila. PDIP dengan tegas menyatakan menyetujui pembahasan Perppu Ormas dilanjutkan dalam sidang paripurna untuk disahkan menjadi undang-undang.
"Fraksi PDIP menyetujui Perppu Nomor 2/2017 dilanjutkan pembahasannya pada pembicaraan tingkat II di paripurna untuk disahkan menjadi undang-undang," ujar anggota Komisi II Fraksi PDIP, Komarudin Watubun, di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (23/10).
Sementara partai Demokrat dan dua partai pendukung pemerintah lainnya, PKB dan PPP meski menyatakan setuju, namun memberi catatan. Ketiga fraksi ini meminta ada revisi sejumlah poin di Perppu Ormas bila nanti sudah disahkan menjadi undang-undang pengganti UU Nomor 17/2013 tentang Ormas.
"PKB menyarankan dilakukan revisi terhadap (Perppu yang akan jadi UU) ormas. Utamanya berhubungan dengan berserikat dan berkumpul. Berdasarkan latar belakang ini, Fraksi PKB menyatakan bahwa setuju membawa Perppu Ormas ke dalam rapat paripurna untuk disahkan jadi UU," ungkap Anggota Komisi II Fraksi PKB Yakub Kholil Khaumas .
Hal yang sama juga disampaikan anggota Fraksi Demokrat, Afzal Mahfuz, yang menyatakan setuju Perppu Ormas disahkan menjadi undang-undang. Kendati lebih dulu dilakukan revisi terbatas.
Demokrat menyatakan dapat menyetujui rancangan UU Perppu Nomor 2/2017 tentang Ormas untuk dilanjutkan ke pembicaraan tingkat II di rapur (rapat paripurna) dan jika pemerintah tidak bersedia dan tidak berkenan melalui revisi terbatas terhadap rancangan UU Perppu Nomor 2/ 2017 dengan perubahan UU Nomor 17/2013 tentang Ormas.
"Maka dengan berat hati Demokrat menolak perppu dimaksud disetujui dan disahkan," ungkap Afzal.
Sementara itu, 3 dari 10 fraksi yang ada di DPR justru sepakat menolak Perppu Ormas. Ketiga fraksi itu adalah Gerindra, PKS, dan PAN. Sejak semula, tiga fraksi tersebut memang menolak Perppu Ormas yang jadi landasan dibubarkannya HTI itu.
"Secara substansi Perppu ini sangat bertentangan dengan demokratis karena telah merampas status badan hukum ormas. Serta dapat diancam pidana seumur hidup sangat rentan menimbulkan kegaduhan membuat tafsir masing-masing," ujar Anggota Komisi II Fraksi Gerindra Azikin Solthan.
Demikian juga dengan PKS yang menyatakan tidak setuju rancangan UU tentang Perppu Nomor 2/2017 atas perubahan UU 17/2013 untuk ditetapkan menjadi undang-undang. Menurut perwakilan dari PKS, Sutriyono, sikap itu diambil setelah melakukan kajian yang matang.
Disetujuinya Perppu tersebut oleh 7 fraksi itu, berarti mayoritas parpol yang ada di DPR bisa dikatakan setuju. Rencananya, pembahasan lebih lanjut akan dilakukan dalam rapat paripurna DPR esok hari, Selasa (24/10). (dtc/rm)Perppu Ormas Dinilai Tidak Langgar HAM
Kamis, 19/10/2017 19:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Prof Romli Atmasasmita menilai penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (UU) No 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Perppu Ormas) sangat relevan dan tidak melanggar HAM. Romli juga berpendapat Perppu Ormas tidak untuk memberangus demokrasi dan juga tidak melanggar Hak Azasi Manusia (HAM).Pendapat itu disampaikan Romli saat rapat dengar pendapat di Gedung Nusantara II DPR, Senayan, Jakarta, Rabu ( 18/10).
Anggota Komisi II DPR Ace Hasan Syadzily juga menyatakan sepakat dengan pendapat Prof Romli Atmasasmita Perppu Ormas tidak melanggar HAM. Menurut Ace jika suatu Ormas izinya dicabut, Ormas tersebut masih bisa melakukan pembelaan melalui proses pengadilan.
Apabila yang mencabut adalah Kementerian Hukum dan HAM maka Ormas bisa mengajukan praperadilan ke PTUN. "Ini ada di Undang-undang Administrasi Negara. Perppu ini tidak mengabaikan proses hukum. Peradilan tetap ada dalam Perppu. Ini tidak melanggar HAM," ujarnya.
politisi partai Golkar itu bahkan mengatakan hadirnya Perppu tersebut untuk memastikan proses kedaulatan di republik ini bisa terjaga. Sebab Ormas yang ada di bangsa ini jumlahnya sangat banyak dan perlu dibatasi dengan substasi pembatasan apabila bertentangan dengan Pancasila bahkan ingin menggantikan Pancasila maka izinnya bisa dicabut.
"Negara tidak membiarkan ada kelompok yang sengaja mau menggantikan Pancasila. Makanya dibuat pembatasan dengan substansi pembatasan yaitu tidak boleh bertentangan dengan Pancasila. Kalau ini jelas keutuhan negara ini bisa terjaga," katanya. Ia menambahkan jika mengikuti UU nomor 17 prosesnya lama bisa 1,5 tahun sementara Pemerintah memandang keadaan sudah genting karena HTI telah menyebarkan ajaran yang bertentang dengan Pancasila.
Karena itu untuk mempercepat dan mempersingkat porses tersebut, karena sudah nyata terbukti bertentanga dengan Pancasila maka prosesnya di percepat menjadi 7 hari diberikan peringatan kemudian dicabut izinnya. "Namun, Ormas itu tetap memiliki hak untuk melakukan gugatan,” jelasnya, seperti dikutip dpr.go.id.
Romli mengaskan, kegentingan keluarnya Perppu Ormas terletak pada Undang-undang (UU) nomor 17 yang isinya tidak memberikan kewenangan kepada negara. "Suatu UU diproduksi pasti memiliki kelemahan, kalau tidak kelemahan dalam proses, isi, atau kelemahan dalam pelaksanaan. Maka dari itu lahirnya Perppu sudah tepat tinggal pengawasan dan kebijaksaan dari kedua kementerian," katanya.
Lebih jauh Romli mengatakan, Ormas yang dicabut izinnya sudah terbukti melakukan gerakan radikal. Maka sudah tepat Pemerintah mengeluarkan Peppu, karena pemerintah tidak bisa menunggu sampai sekian lama, pemerintah memang perlu mengatasi masalah sosial di masyarakat dengan cepat.
"UU Ormas ini bermasalah sebetulnya kegentingan memaksanya itu terjadi karena UU itu. Makanya saya lebih condong mengatakan UU 17 itu UU republik ormas buka RI, karena dalam UU negara tidak memiliki kewenangan apa-apa. UU tidak bisa merespon secara cepat dengan kegentingan yang terjadi hari ini," tegasnya. Seraya menambahkan, kalau ada gerakan yang akan menimbulkan persoalan sosial ekonomi kan tidak bisa didiamkan. (rm)Presiden Bantah Represif dalam Penerbitan Perppu Ormas
Rabu, 18/10/2017 18:00 WIB
JAKARTA, GRESNEWS.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) membantah pihaknya telah bersikap represif dalam menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas). Presiden mengatakan penerbitan Perppu itu sudah sangat demokratis karena masih bisa tidak disetujui oleh DPR maupun dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
"Perppu nanti kan ini masih maju di DPR, di situ juga ada forum setuju dan tidak setuju. Bisa saja di situ dibatalkan atau ditolak. Itu juga masih diberi kesempatan, yang ini dari sisi mekanisme hukum, silakan maju ke Judicial Review di Mahkamah Konstitusi. Mekanisme itu semua ada kok," tegas Presiden Jokowi pada silaturahmi dengan Keluarga Besar Jamiyyah Persatuan Islam (Persis), di Masjid PP Persis Bandung, Jawa Barat, Selasa (17/10) malam.
Menurut presiden, jika dirinya represif, apa yang ia maui kalau yang lain tidak mau harus tetap dilaksanakan. Sedangkan dalam penerbitan Perppu Ormas yang terjadi tidak demikian.
"Mekanisme itu semuanya bisa ditempuh. Bisa saja dibatalkan di DPR kenapa tidak? Di situ ada mekanisme politik, mekanisme hukum di MK juga bisa saja dibatalkan kalau itu memang tidak sesuai dengan UU yang lebih tinggi, UUD (Undang-Undang Dasar)," kata Jokowi, seraya menambahkan, mekanisme itu akan memberikan pendidikan kepada kita, mana yang benar dan mana yang tidak benar.
Dslam hal ini, Jokowi mengatakan pemerintah sangat terbuka, tidak hanya masalah Perppu Ormas saja yang lain pun juga seperti itu. Ia mencontohkan, saat pemerintah menghapus 3.153 Peraturan Daerah (Perda), lalu ada yang menggugat di Mahkamah Agung, dimana pemerintah kalah berperkara.
"Ya sudah, kalah ya Perdanya hidup lagi. 3.153 Perda hidup lagi. Itu konsekuensi mekanisme hukumnya seperti itu ya harus kita hargai," ujar Presiden, seperti dikutip setkab.go.id .
Hal tersebut juga berlaku bagi Perppu Ormas. Kalau isinya nantinya di MK digugat, pemerintah tidak akan menghambat, tidak akan menutup-nutupi, karena itu mekanisme hukum ketatanegaraan hukum yang kita punyai.
Presiden juga mengemukakan, bahwa penerbitan Perppu Ormas itu sudah melalui kajian yang lama di Menko Polhukam. Ada pengumpulan data-data melalui video maupun buku-buku, dan sebagainya.
"Kemudian dari sana dilihat semuanya, dilihat dari sudut keamanan, sudut kebangsaan, dari sudut ketatanegaraan. Kesimpulan yang ada saat itu memang dibutuhkan sebuah Perppu karena tanpa Perppu nanti penanganan itu, bukan karena masalah Ormasnya, penanganan hal-hal yang berkaitan dengan eksistensi negara itu menjadi bertele-tele," jelas Presiden.
Presiden menambahkan, dirinya juga sudah berbicara 2 kali, 3 kali, 4 kali, 5 kali dengan Ormas-Ormas mengenai Perppu ini. "Kita kumpulkan, di Menko Polhukam, saya juga masih minta pendapat lagi. Ini sebuah perjalanan panjang bukan langsung ujug-ujug keluar, ndak juga, ndak seperti itu," tutur Jokowi. (rm)Alasan Persis Menggugat Perppu Ormas
Selasa, 15/08/2017 19:49 WIBPerppu 2/2017 tentang Ormas kembali digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Kali ini yang melakukan gugatan adalah ormas Persatuan Islam (Persis).
Menurut kuasa hukum Persis, M Mahendradatta, terbitnya Perppu Ormas sudah menyebabkan teror di kalangan internal ormas tersebut. Alasannya, karena mereka khawatir terjebak dalam konstruksi hukum yang ada dalam Perppu tersebut.
"Mereka khawatir terjebak oleh konstruksi hukum Perppu yang dapat mempidanakan," kata Mahendradatta di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (15/8).
"Padahal tugas mereka hanya menyebarkan dakwah Islam yang sesuai Al-Quran dan Sunnah sebagai pedoman hidup," lanjutnya.
Sebagai ormas Islam, lanjut Mahendradatta, Persis memiliki asas organisasi yang berdasarkan syariat Islam. Dia mempertanyakan salah satu frasa dalam Perppu tersebut yang bisa menimbulkan ketidakpastian hukum. Tepatnya yaitu pasal 59 yang berbunyi ´Ormas dilarang menganut, mengembangkan, serta menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila´.
"Apakah asas Islam juga paham lain yang bisa dianggap mengancam Pancasila," ucapnya.
Terkait kerugian konstitusional yang berpotensi akan dialami oleh Persis, dia menyebut, sebagai ormas yang berlandaskan Islam, tentu ada beberapa fatwa dari yang dianggap mereka sejalan dengan Al-Quran. Beberapa fatwa yang sudah mereka keluarkan antara lain tidak memilih pemimpin non muslim dan menyebut Ahmadiyah sebagai aliran sesat.
"Itu akan dipersepsikan menyebut menyebarkan permusuhan dan kebencian. Dengan demikian ada rasa kekhawatiran dakwah yang terbuka itu sebagai tindakan menyebar kebencian," tutupnya. (dtc/mfb)"Sasaran Tembak" Perppu Ormas, Setelah HTI Siapa Lagi?
Rabu, 09/08/2017 16:00 WIBPemerintahan Joko Widodo sepertinya tak akan berhenti membabat habis organisasi massa (ormas) yang dipandang tak sejalan dengan falsafah dan ideologi negara.
Nusron: Pidato Viktor Tak Usah Dibesar-besarkan
Sabtu, 05/08/2017 09:30 WIBPidato Ketua F-NasDem Viktor Laiskodat tentang partai politik yang pro-khilafah dan intoleran menuai pro dan kontra. Menurut Korbid Pemenangan Pemilu Jawa-Sumatra Partai Golkar, Nusron Wahid, pidato tersebut tidak usah dibesar-besarkan.
"Anggap saja itu pidato internal. Tapi kalau memang partai-partai itu semua mendukung Pancasila, NKRI, Bhinneka Tunggal Ika dan UUD 1945, ya sebaiknya dibuktikan secara konkrit di lapangan, jangan hanya jargon," ucap Nusron dalam rilisnya, sabtu (5/8).
Nusron menilai, sikap pemerintah membubarkan HTI dengan Perppu 2/2017 tentang Ormas sudah tepat. HTI dinilai tidak menerima Pancasila sebagai dasar negara. Nusron malah mempertanyakan dasar partai-partai politik untuk membela HTI.
"Terus atas dasar apa kita membela HTI? Wong dia tidak mengakui segala produk falsafah, konstitusi dan UU yang ada," kata Nusron.
Ada ironi jika partai yang mengaku nasional dan memegang Pancasila malah membela HTI. HTI dianggap Nusron membahayakan keutuhan NKRI.
"Padahal Ajaran HTI adalah Khilafah Islamiyyah (negara berbasis Islam secara global dan mendunia). Kalau kita setuju khilafah berarti Indonesia tidak berdaulat. NKRI jadinya tidak ada. Indonesia hanya menjadi negara ´filial´ atau cabang atau bagian dari Khilafah Islamiyyah secara global," ujar Nusron. (dtc/mfb)Tafsir "Kekinian" Kegentingan Memaksa dalam Uji Materi Perppu Ormas
Rabu, 02/08/2017 20:10 WIBYayasan Sharia Law Aqonuni menggugat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 tahun 2017 tentang Ormas. Mereka berpendapat tak ada perihal kegentingan yang memaksa hingga pemerintah berhak mengeluarkan perppu tersebut.
Hakim konstitusi Suhartoyo menyatakan tafsir ´keadaan yang memaksa´ lahirnya sebuah Perppu, harus dipahami secara kekinian. Tafsir ´kegentingan´ diminta jangan menggunakan tafsir kuno.
"Mesti dipahamkan mengenai keadaan yang memaksa di konsederan. Kegentingan memaksa di era dulu, dengan konteks kekinian. Artinya kita dituntut untuk melihat persoalan secara jernih," ujar Suhartoyo dalam persidangan dalam agenda pemeriksaan pendahuluan, di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (2/8).
Dalam nasihatnya, Suhartoyo meminta pemohon menghadapkan konteks kegentingan memaksa dengan kondisi saat ini. Terutama di era majunya globalisasi teknologi dan informasi yang sudah sedemikian kuat.
"Mahkamah ingin pandangan itu. Kalau secara kovensional memang iya, bahwa ini tidak ada kegentingan memaksa," papar hakim karier dari Mahkamah Agung (MA) itu.
Menurut Suhartoyo, dasar penetapan terbitnya Perppu Ormas,karena UU yang dahulu tidak mengatur secara komprehensif ormas yang anti-Pancasila. Sedangkan kalau menunggu pembentukan UU baru, maka akan memakan waktu yang lama.
"Sementara di konsideran huruf B terdapat ormas tertentu yang dalam kegiatannya tidak sejalan. Ini saling berkorelasi untuk mengcover keadaan itu. Kalau kita pahami dalam konteks kekinian secara eksisting sudah ada. Ini boleh berdebat, tapi kalau anda mau memahami kegentingan memaksa dalam kontek konvensional seperti dulu, enggak bakal ketemu," tuturnya.
Suhartoyo mengatakan di dalam Perppu Ormas juga tidak menghilangkan peran badan peradilan. Perppu itu hanya menukar proses peradilan ke bagian akhir pembubaran ormas.
"Apakah serta merta hilang? kan tidak. Hanya menempatkan pengadilan ke belakang, ya kan? Organisasi anda diberi sanksi, kemudian kalau anda tidak suka lakukan tuntutan, mungkin dilakukan pemulihan atau tindakan karena memang beralasan. Kalau pun toh anda anda memahami hilang (peradilan), ya tidak. Ini ada cuma penempatannya ketika anda sudah babak belur, baru pengadilan, itu maksudnya," pungkasnya.
Oleh sebab itu, Yayasan Sharia Law Aqonuni diminta Suhartoyo meyakinkan majelis apa yang dimaksud ´keadaan yang memaksa´ tersebut. Apakah dalam tafsir kuno, atau tafsir modern. (dtc/mfb)DPR Siap Tampung Aspirasi Penolakan Perppu Ormas
Senin, 17/07/2017 19:00 WIB
JAKARTA, GRESNEWS.COM - Alasan pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 tahun 2017 atas perubahan UU Nomor 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakat (Ormas) karena adanya ancaman terhadap negara atas konsensus demokrasi. Namun penerbitan Perppu tersebut menimbulkan polemik, karena sebagian kalangan tak sepakat dengan langkah pemerintah menerbitkan Perppu untuk menertibkan ormas yang anti pancasila.
Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PPP Asrul Sani melihat ketakutan masyarakat ata kehadiran perppu karena Perpppu tersebut berpotensi menimbulkan kesewenang-wenangan pemerintah terhadap ormas-ormas yang ada di Indonesia. "Sudah disampaikan Pak Wiranto memang, bahwa pemerintah tidak akan sewenang-wenang," tuturnya di Jakarta, Minggu (16/7).
Namun, pernyataan yang disampailan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan itu tidak sepenuhnya diterima oleh masyarakat. Sehingga timbul polemik dikalangan masyarakat atas penerbitan Perppu tersebut.
Oleh karena itu, DPR membukan diri untuk menerima setiap aspirasi yang disampaikan masyarakat terhadap Perppu Nomor 2/2017 tersebut, untuk nantinya menyempurnakan isi Perppu tersebut.
"Kami akan serap aspirasi masyarakat, untuk perubahan Perppu, saat ini tentu kita akan buka peluang itu disertai dengan kesepakatan untuk menyempurnakan atau memperbaiki isi perppu sendiri," ujarnya seperti dikutip dpr.go.id.
Pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Woranto telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomo 02 Tahun 2017 tetang organisasi kemasyarakatan, yang sekaligus merevisi UU Ormas No 17 Tahun 2013.
Perppu yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 10 Juli 2017 ini, menimbulkan pro-kontra di tengah masyarakat. Sebab, pembubaran dengan cara pencabutan badan hukum bisa langsung dilakukan oleh pemerintah melalui Menteri Dalam Negari atau Menkumham. Perppu juga dibuat setelah pemerintah sebelumnya mengumumkan pembubaran terhadap HTI yang dianggap anti Pancasila. (rm)Kapolri Menilai Harus Ada Pendataan Sebelum Pembubaran Ormas
Minggu, 16/07/2017 21:37 WIBPeraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) menjadi polemik di masyarakat. Pemerintah berupaya menjelaskan bahwa Perppu ini tidak akan dijalankan secara sewenang-wenang.
Kapolri Jenderal Tito Karnavian menegaskan, harus ada pendataan terlebih dahulu sebelum melakukan pembubaran ormas. Pendataan tersebut dilakukan oleh berbagai pihak, termasuk Kejaksaan dan TNI.
Hal itu disampaikan Tito menyusul dengan diterbitkannya Perppu Ormas. Tito menegaskan, setelah dilakukan pendataan, maka akan dilakukan langkah sesuai dengan undang-undang terkait dengan pembubaran ormas tersebut.
"Koordinasi untuk ini kan perlu adanya pendataan adanya instansi dan data dari Kejaksaan, yang perlu kita kumpulkan bersama dari TNI. Setelah itu baru kita mengambil langkah-langkah yang perlu kita lakukan sesuai dengan undang-undang dan akan kita lakukan," kata Tito saat ditemui usai acara peresmian Akademi Bela Negara (ABN) di kawasan Pancoran, Jakarta Selatan, Minggu (16/7/2017).
Tito sendiri menilai, pembubaran ormas yang bertentangan dengan Pancasila yang bisa membahayakan NKRI, itu perlu dilakukan. Adanya pihak yang mendukung atau menentang atas kebijakan ini adalah hal yang wajar.
"Tapi kalau sudah bicara tentang Pancasila soal NKRI apapun harus kita hadapi," tegas Tito.
Sebelumnya, Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki juga menegaskan, Perppu Nomor 2 Tahun 2017 menjadi polemik dan dinilai sebagai bentuk otoriter pemerintah. Teten Masduki membantah jika Perppu tersebut memberikan ruang kesewenangan bagi pemerintah.
"Yang ingin saya bantah adalah, tidak benar bahwa perppu itu akan memberi ruang kesewenang-wenangan kepada pemerintah untuk membubarkan ormas. Menurut saya tidak. Jadi sekali lagi, itu levelnya hanya keputusan administrasi dan bisa dibawa di PTUN," kata Teten saat ditemui usai acara peresmian Akademi Bela Negara (ABN) di kawasan Pancoran, Jakarta Selatan, Minggu (16/7/2017).
Teten mengatakan, pemerintah memang harus mengambil langkah tegas dan konsisten terhadap ormas-ormas yang disinyalir anti terhadap Pancasila. "Karena perppu suatu penegasan bahwa Pancasila sudah final, dan kita harus menjaga keutuhan bangsa," katanya. (dtc/mfb)Kapolri Perlu Pendataan untuk Membubarkan Ormas
Minggu, 16/07/2017 17:40 WIB
JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kapolri Jenderal Tito Karnavian meminta proses pembubaran ormas diawali dengan pendataan terlebih dahulu. Pendataan menurutnya dapat dilakukan oleh sejumlah pihak baik Kejaksaan maupun TNI.
Penegasan itu disampaikan Tito menyusul diterbitkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 terkait ormas. "Setelah dilakukan pendataan, maka akan dilakukan langkah sesuai dengan undang-undang terkait dengan pembubaran ormas tersebut," katanya.
Untuk itu kepolisian akan berkoordinasi untuk melakukan pendataan baik dari instansi maupun data dari Kejaksaan, dan TNI. "Setelah itu baru kita mengambil langkah-langkah yang perlu kita lakukan sesuai dengan undang-undang," kata Tito usai acara peresmian Akademi Bela Negara (ABN) di kawasan Pancoran, Jakarta Selatan, Minggu (16/7).
Tito berpendapat, pembubaran ormas yang bertentangan dengan Pancasila yang bisa membahayakan NKRI, itu perlu dilakukan. Namun adanya pihak yang mendukung atau menentang atas kebijakan ini adalah hal yang wajar.
"Tapi kalau sudah bicara tentang Pancasila soal NKRI apapun harus kita hadapi," ujar Tito.
Sebelumnya, Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki mengakui Perppu Nomor 2 Tahun 2017 menjadi polemik dan dinilai sebagai bentuk otoriter pemerintah. Namun Teten membantah jika Perppu tersebut memberikan ruang kesewenangan bagi pemerintah.
"Yang ingin saya bantah adalah, tidak benar bahwa perppu itu akan memberi ruang kesewenang-wenangan kepada pemerintah untuk membubarkan ormas. Menurut saya tidak. Jadi sekali lagi, itu levelnya hanya keputusan administrasi dan bisa dibawa di PTUN," ujar Teten ditempat yang sama.
Menurut Teten, pemerintah harus mengambil langkah tegas dan konsisten terhadap ormas-ormas yang disinyalir anti terhadap Pancasila. "Karena perppu suatu penegasan bahwa Pancasila sudah final, dan kita harus menjaga keutuhan bangsa," tandasnya. (dtc/rm)