-
Miryam Hadirkan Saksi Ahli Sebut BAP Bukan Alat Bukti
Senin, 02/10/2017 20:12 WIBTerdakwa Miryam S Haryani menghadirkan saksi ahli dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Dia menyebut Berita Acara Pemeriksaan (BAP) bukan merupakan alat bukti dalam perkara pidana.
Ahli hukum pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Chairul Huda menyebut berita acara pemeriksaan (BAP) tidak bisa dijadikan alat bukti. Menurut Chairul, harus ada alat bukti lainnya yang menguatkan suatu tindak pidana yang dilakukan seseorang.
"Keterangan saksi di muka pengadilan dengan muka penyidik itu tidak bisa disamakan. Untuk membuktikan (kesaksian) tidak benar harus ada bukti lain, misal bukti elektronik untuk meng-counter keterangan saksi di persidangan bahwa keterangan Miryam tidak benar, tapi sekali lagi tidak bisa dibandingkan keterangan saksi di pengadilan dengan di BAP," ucap Chairul, Senin (2/10).
"Kalau kita lihat dari alat bukti keterangan saksi di pengadilan. BAP itu bukan alat bukti dalam perkara pidana di peradilan. Bukti itu keterangan saksi di pengadilan. Kecuali BAP di alat bukti surat, bisa juga dalam keterangan saksi yang tidak hadir di muka sidang," kata Chairul.
Dia menyebut BAP merupakan pedoman atau konstruksi pembuktian suatu perkara. Dia menegaskan bila bukti yang sah adalah keterangan saksi di persidangan.
"Jadi yang harusnya benar yang dinyatakan di muka persidangan, tentu bukan BAP-nya, tapi alat bukti lain," katanya.
Menanggapi itu, Miryam menanyakan soal keabsahan penetapan status tersangkanya. Chairul meluruskan Miryam bahwa dalam persidangan perkara pokok tidak membahas soal keabsahan tersangka.
"Saya jadi tersangka 5 April. Kemudian alat bukti di atas tanggal 5 April menurut ahli sah nggak?" tanya Miryam.
"Saya kira persidangan itu tidak berkaitan dengan sah tidaknya (penetapan tersangka). Itu (ranahnya) praperadilan," jelas Chairul.
Dalam perkara ini, Miryam didakwa memberikan keterangan palsu dalam persidangan perkara dugaan korupsi e-KTP. Miryam terancam hukuman maksimal 12 tahun penjara.
Miryam didakwa dengan ancaman pidana Pasal 22 juncto Pasal 35 ayat 1 UU Nomor 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP. (dtc/mfb)Kesaksian Farhat Mengungkap Alasan Miriam Cabut BAP
Senin, 04/09/2017 19:57 WIBAdvokat Farhat Abbas menjadi saksi sidang keterangan palsu terdakwa Miryam S Haryani. Farhat menyatakan jika berita acara pemeriksaan (BAP) Miryam dicabut maka tidak diketahui siapa yang menerima aliran dana kasus e-KTP.
"Kalau dicabut BAP ini nggak akan ketahuan siapa yang menerima duit alirannya kemana, seperti keterangan yang detail yang disampaikan Miryam di BAP, sebelum dia cabut BAP itu. Itu saja saya lihat dari kesaksian Miryam," kata Farhat di Pengadilan Tipikor, Jl Bungur Besar, Jakarta, Senin (4/9).
Keterangan Farhat dibutuhkan karena ia adalah pengacara dari saksi lain dalam kasus ini yaitu Elza Syarief yang sudah diperiksa pada 5 dan 17 April 2017.
"Pengalaman saya memberikan kesaksian yaitu KPK sepertinya mengejar keterlibatan atau konspirasi yang jelas-jelas antara RA, AT kemudian Miryam dan SN. Jadi itu saja yang dikejar," sambung Farhat.
Terkait dengan kasus ini, KPK memang menetapkan tersangka lain dengan inisial SN yang merupakan kependekan dari nama Setya Novanto. Dia dipersangkakan menjadi mastermind dalam kasus e-KTP ini. Novanto membantah sangkaan padanya itu.
Dalam kesaksiannya Farhat menyebut Miryam pernah bercerita ke Elza Syarief mengenai anggota DPR yang menekan untuk mencabut berita acara pemeriksaan (BAP). Nama-nama yang diduga menekan Miryam dikonfirmasi majelis hakim.
"Elza pernah cerita ke Anda ya, anggota DPR tekan Miryam. Namanya Djamal, Akbar Faizal, Markus Nari, Setya Novanto dan Chairuman? itu benar?" tanya hakim kepada Farhat saat bersaksi dalam sidang Miryam di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jl Bungur Besar, Jakarta Pusat, Senin (4/9).
"Iya benar pernah mendengar dari Bu Elza. Kalau Akbar Faizal itu soal lain," jawab Farhat.
Farhat mengatakan, pencabutan BAP diduga dimaksudkan agar nama-nama yang terlibat dalam dugaan korupsi e-KTP tidak ditindaklanjuti KPK. Menurutnya nama-nama anggota DPR yang diduga terlibat dalam perkara bisa dihilangkan melalui pencabutan BAP Miryam.
"Waktu itu ada pembicaraan internal ceritakan proses itu kenapa BAP itu dicabut. Disampaikan Elza, Bu Yani cabut BAP (agar) selamat semua dan ada orang yang selamat," sambungnya.
Kepada Farhat, hakim bertanya mengenai bentuk tekanan yang diberikan anggota DPR kepada Miryam. Sebab dalam BAP, Farhat menyebutkan Miryam ditekan anggota DPR.
"Dalam BAP Anda ini Miryam ditekan bukan tertekan, jadi gimana bentuk tekanannya?" tanya hakim.
"Saya tahu itu semua karena dengar dari Bu Elza," jawab Farhat.
Hakim juga mengkonfirmasi isi komunikasi antara Farhat dengan Zulhendri Hasan terkait posisi Setya Novanto dalam kasus proyek pengadaan e-KTP.
"Keterangan Anda di penyidik, dalam perjalanan tersebut, saya sempat telepon Zulhendri. Ada pertemuan yang dihadiri SN, Setya Novanto, dan mengatakan dia aman dan tidak akan terseret kasus e-KTP. Maksudnya ini gimana?" tanya hakim kepada Farhat.
"Jadi waktu itu kami perjalanan nggak kepikiran komunikasi itu jadi ke sini (persidangan), sudah telanjur begitu. Intinya, itu sifatnya rahasia dan tidak untuk dipublikasikan. Saya tidak tahu kenapa Ibu Elza jadikan hasil komunikasi saya dengan Zulhendri ke sini (persidangan)," jawab Farhat.
Hakim kembali bertanya kepada Farhat mengenai isi komunikasi tersebut. Sebab, isi komunikasi itu tercantum dalam BAP. "Ini kan isi BAP Anda, betul?" tanya hakim.
"Itu pertanyaan KPK," jawab Farhat.
"Tapi itu benar?" tanya hakim kembali.
"Benar Pak," jawab Farhat.
Selain itu, hakim bertanya mengenai Rudi Alfonso, pengacara yang disebut Farhat diduga terlibat dalam kasus tekanan terhadap Miryam.
"Menurut Zulhendri, Rudi Alfonso sering berikan arahan kepada pihak yang berperkara dan buat cabut BAP tidak akan berdampak kepada mereka. Anda tahu dari mana? Pengalaman Anda menyaksikan dia (Rudi Alfonso)?" tanya hakim.
"Itu jadi rahasia umum, kalau dilihat dari sejarahnya. Cerita dari pengalaman teman, pikiran saya masuk di akal. Terakhir waktu ketemu Anton Taufik, Anton mengaku asistennya Rudi Alfonso," jawab Farhat. (dtc/mfb)Pimpinan Pansus Angket KPK Gelar Rapat Internal
Kamis, 22/06/2017 16:38 WIBPimpinan Pansus Hak Angket KPK sore ini menggelar rapat internal membahas sejumlah hal termasuk mengenai akan dilakukannya pertemuan dengan Polri. Salah satu agenda rapat adalah menentukan sikap terkait pernyataan Kapolri Jenderal Tito Karnavian yang mengutus wakilnya, Komjen Syafruddin ke Pansus.
Wakil Ketua Pansus Hak Angket KPK, Teuku Taufiqulhadi menyebut Syafruddin akan mendiskusikan soal polemik jemput paksa Miryam S Haryani. "Kami sikapi pandangan dari pihak kepolisian yang mengutus Wakapolri. Kemudian kita berpikir, menyikapi sejumlah perkembangan selama ini," kata Taufiqulhadi di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (22/6).
Rapat digelar guna menyambut agenda selanjutnya usai reses DPR. Rapat digelar hari ini karena sejumlah anggota Pansus telah mudik atau ke dapil. "Pansus nanti akan berlanjut setelah reses maka kesiapan kita sebagai pansus harus benar-benar komplit. Karena itu juga akan melihat sejauh mana persiapan tersebut," ujarnya.
Rapat juga membahas pengiriman surat pemanggilan kedua ke KPK guna menghadirkan Miryam ke Pansus. "Termasuk surat yang akan kita kirim kedua kalinya," ucap Taufiqulhadi.
Saat ditanya apakah usulan Misbakhun soal pembekuan anggaran KPK-Polri akan dibahas di rapat, Taufiqulhadi menjawab diplomatis. Dia hanya menegaskan usulan tersebut bersifat pribadi.
"Itu persoalan wacana itu sejauh mana menerobos ke Komisi III dan Pansus. Saya tidak dalam posisi memiliki kemampuan untuk menyambutnya. Itu tidak dalam posisi itu saya mengatakan ya atau tidak," jawabnya. (dtc/mfb)Pembekuan Anggaran KPK dan Polisi Untungkan Koruptor
Rabu, 21/06/2017 18:34 WIBKomisi Pemberantasan Korupsi (KPK) langkah DPR hendak membekukan anggaran KPK dan Kepolisian akibat menolakan menghadirkan Miryam S Haryani justru merugikan banyak pihak. Bila itu direalisasikan, maka kinerja pemberantasan korupsi akan melemah.
"Kalau anggaran KPK dibekukan tentu kami tidak bisa bekerja secara maksimal dan yang diuntungkan adalah para pelaku korupsi," ujar Kabiro Humas KPK Febri Diansyah, Rabu (21/6)
Hal yang sama juga berlaku pada Polri yang diusulkan anggota pansus angket KPK dari Golkar M Misbakhun untuk dibekukan anggarannya. Dampaknya menurut Febri sangat besar.
"Kalau anggaran di kepolisian dibekukan atau dipotong akan ada risiko yang lebih besar di seluruh Indonesia, para petugas keamanan ada tugas pemberantasan terorisme dan juga kasus-kasus tindak pidana yang lain," imbuhnya.
Karena itu usulan yang dilontarkan anggota DPR diminta untuk dipertimbangkan matang-matang. Sebab usulan tersebut sambung Febri bisa jadi melemahkan kinerja penegak hukum. (dtc/mfb)