-
Pansus Angket Diminta Terus Bekerja
Rabu, 06/12/2017 08:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Rapat konsultasi Pimpinan DPR dan Pimpinan Fraksi meminta Pansus Angket untuk meneruskan langkah-langkah melakukan penyelidikan sesuai UU dan ketentuan yang berlaku dalam menunaikan kewajiban yang dimiliki oleh Pansus terutama untuk melakukan konfirmasi temuan-temuan yang ada. Hadir dalam acara ini perwakilan 7 fraksi dan Pimpinan Pansus terdiri Ketua Agun Gunanjar Sudarsa didampingi Wakil Ketua Pansus Edy Kusuma Wijaya dari Fraksi PDI Perjuangan dan Taufikul Hadi dari Fraksi Nasdem.
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menjelaskan, rapat konsultasi juga meminta Pansus Angket KPK untuk menyiapkan rekomendasi sambil menunggu keputusan Mahkamah Konstitusi. Selain itu, menyiapkan rekomendasi opsi-opsi kesimpulan yang akan dibuat untuk dilaporkan ke Rapat Paripurna DPR apabila masa kerja Pansus dinyatakan selesai.
Menjawab pertanyaan mengenai kemungkinan upaya pemanggilan paksa terhadap KPK, Ketua Pansus Angket Agun Gunanjar menjelaskan, ada beberapa pertimbangan dengan berpedoman UU MD3 dan tata tertib DPR, pihaknya bisa melakukan pemanggilan paksa. Namun Pansus juga mempertimbangkan proses hukum yang sedang berlangsung di MK termasuk kesibukan KPK, maka Pansus dalam posisi menunggu."Fraksi-fraksi memahami sikap Pansus sehingga tetap memberikan kesempatan kepada Pansus untuk tetap bekerja," jelas Agun, seperti dikutip dpr.go.id, Selasa (5/12).
Agun menambahkan, sebetulnya Pansus sudah menyusun rekomendasi kesimpulan ada 185 halaman. Namun dalam Rapat konsultasi ini akhirya memberi kesempatan kepada Pansus sambal menunggu keputusan MK Pansus diharapkan terus bekerja. Antara lain mensosialisasikan laporan Pansus ini dan secara formal sudah diserahkan ke fraksi-fraksi. Selain itu Pansus diminta menyiapkan opsi-opsi atas berbagai rekomendasi termasuk klarisifikais terhadap temuan-temuan yang didapatkan.
Agun mengatakan, Pansus Hak Angket KPK tetap akan memanggil KPK ke DPR tapi menunggu putusan Mahkamah Konstitusi terkait uji keabsahan Pansus. "Kami juga mau mempertimbangkan dalam konteks proses hukum yang sedang berlangsung di Mahkamah Konstitusi, di mana sampai hari ini surat atas KPK yang belum bersedia hadir dengan alasan masih menunggu putusan Mahkamah Konstitusi. Maka, dengan pertimbangan tersebut, di mana kondisi objektif secara penuh Pansus menyadari dan melihat bahwa perkembangan perkembangan tugas-tugas yang dilakukan oleh KPK juga penuh dengan berbagai macam kesibukan aktivitas dan juga membutuhkan perhatian," ujarnya.
Dalam rapat, Pansus menyerahkan laporan setebal ratusan halaman kepada fraksi-fraksi di DPR. Intinya, Pansus tetap dipersilakan bekerja menyelidiki KPK sembari mempersiapkan opsi kesimpulan atau rekomendasi kerja yang akan disampaikan dalam rapat paripurna masa datang.
"Ada laporan komprehensif tadi disampaikan berapa ratus halaman tadi dirangkum. Keputusan aklamasi pertama rapat konsultasi pimpinan Dewan memohon meminta Pansus Angket meneruskan langkah penyelidikan sesuai UU dan ketentuan berlaku, terutama konfirmasi temuan yang sudah ada dalam Pansus Angket," ucap pimpinan DPR yang memimpin rapat konsultasi, Fahri Hamzah.
Selain itu, hasil rapat meminta Pansus menyiapkan rekomendasi yang berupa opsi kesimpulan Pansus untuk dilaporkan ke paripurna DPR yang akan datang. "Menyiapkan rekomendasi sambil menunggu putusan MK. Opsi kesimpulan Pansus Angket untuk dilaporkan di DPR apabila dinyatakan selesai," jelas Fahri. (dtc/mag)Fahri Ingatkan Jokowi Intervensi Kasus Pimpinan KPK
Rabu, 15/11/2017 07:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mengingatkan Presiden Joko Widodo agar tidak melakukan intervensi atas kasus yang menimpa dua pimpinan KPK yang dilaporkan ke polisi dengan tuduhan membuat surat palsu. Dia mengatakan, KPK selalu datang ke Presiden dan meminta untuk tidak memproses kasusnya setiapkali berhadapan dengan hukum.
"Fakta hukum dalam kasus SPDP (Surat Perintah Dimulainya Penyelidikan) Bareskrim Polri ke Kejaksaan Agung, terkait dugaan surat palsu yang dilakukan oleh Agus Rahardjo (Ketua KPK) dan Saut Situmorang (Wakil Ketua KPK), KPK selalu minta bantuan presiden," tegas Fahri, di Jakarta, Selasa (14/11).
Anehnya lagi, tambah Fahri, KPK selalu menolak panggilan Pansus Hak Angket DPR RI. Sikap ini kata Fahri menunjukkan pembangkangan KPK terhadap hukum sendiri. Padahal, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa pansus angket itu legal.
"Maka ke depan harus ada aturan mengikat antara sesama lembaga negara termasuk KPK. Sehingga KPK ini tidak merasa benar dan selalu benar sendiri. Siapa saja yang coba mengkritisi selalu disebut melemahkan dan mendukung korupsi," ujar Fahri seperti dikutip dpr.go.id.
Pemikiran seperti itu yang menurut Fahri perlu diluruskan. Dimana KPK dalam temuan Pansus Angket terbukti mempunyai kesalahan, abuse of power, sewenang-wenang, menciptakan drama seolah-olah fakta, bahkan sebanyak 7 kali kalah dalam peradilan dan lain-lain, yang membuktikan bahwa banyak kinerja KPK yang salah.
"Kasus pencoretan nama-nama calon Menteri Kabinet Kerja bukti bahwa KPK intervensi eksekutif, dan nama-nama yang diwarnai kuning dan merah itu diproses tidak sekarang? Sementara namanya sudah hancur di masyarakat. Inilah yang harus jadi pelajaran bersama dan kalau salah tak boleh kita biarkan KPK ini," ungkap Fahri.
Politisi asal dapil Nusa Tenggara Barat itu menilai, cukup sudah 15 tahun ini KPK bekerja dan terbukti tak ada kasus-kasus besar yang diungkap. "Justru, Kepolisian lebih masif dan produktif, apalagi kalau ada Densus Tipikor, maka KPK tak diperlukan lagi. Kalau KPK terus meminta bantuan presiden, konyol dan amatiran ini," kata Fahri.
Fahri Hamzah justru meyakini Kepolisian Republik Indonesia (Polri) bisa menangani Tindak Pidana Korupsi di Indonesia. Negara pun harus mempunyai sikap terhadap penanganan tindak pidana korupsi ini yang memenuhi dasar filsafat hukum dan kepastian hukum,
Menurutnya, banyak pemimpin dunia memuji kerja Polri dan pertumbuhan dari kultur Kepolisian RI yang keluar dari ABRI, lalu kemudian membangun institusi penegakan hukum sipil sesuai dengan amandemen konstitusi. Kemudian setelah 15 tahun setelah amandemen konstitusi telah mentransfer dirinya menjadi kekuatan penegakan hukum sipil yang luar biasa dan canggih.
"Jadi kalau saya merem, polisi sudah bisa, disuruh kerja apapun, polisi itu sudah bisa. Polisi kita itu harus segera dikasih tahu kepada masyarakat bahwa polisi kita itu polisi kelas dunia," katanya.
Dia menyarankan Kepolisian segera membentuk unit khusus penindakan tindak pidana korupsi yang dapat bekerja di seluruh penjuru tanah air. "Dia (Polri) cuman perlu punya unit saja. Dan saya usulkan unit itu jangan terlalu berbeda dengan direktorat yang sudah ada sekarang. Tapi ditingkatkan statusnya, personilnya ditambah, supaya dia bisa ada di seluruh Indonesia, sehingga efek kedisiplinan kepada masyarakat kita itu luas," paparnya.
Tata cara kerja dari unit tersebut haruslah sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Fahri menerangkan proses penegakan hukumnya pro-justicia itu harus melalui proses penegakan hukum yang ada di dalam KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana). Apalagi sebentar lagi sudah akan ada KUHP dan KUHAP.
"Ya sudah lah bukunya harus satu. Kitab Undang-Undangnya harus satu. Aparatnya satu. Itu yang memenuhi syarat pasal 27 UUD 1945 bahwa segala warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan," tegasnya. (mag)Pimpinan KPK Dipolisikan Tak Bikin Goyah
Jum'at, 10/11/2017 15:08 WIBWakil Ketua KPK Saut Situmorang menilai laporan yang dilayangkan atas namanya di Bareskrim Polri bagus bagi KPK. Menurutnya itu proses yang biasa dan tidak bisa membuat KPK goyah.
"Jadi kalau kita dituntut, kalau kita katakanlah dilakukan check and balance, katakanlah begitu. Itu suatu proses-proses yang biasa saja dan kita nggak akan goyah di situ," kata Saut usai menjadi inspektur upacara Hari Pahlawan di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (10/11).
Saat memberi amanat dalam upacara, Saut sempat mengingatkan soal perjuangan memberantas korupsi yang semakin berat. Laporan yang belakangan gencar diterima oleh instrumen KPK merupakan respons dari kerja KPK.
Hal semacam ini, menurut Saut, bukan merupakan hal baru dan wajar terjadi. Sebab peristiwa serupa juga terjadi sejak KPK berjalan pada periode sebelumnya.
"Sehingga itu proses yang wajar-wajar saja. Sehingga tadi saya mengingatkan bahkan apa yang kami alami nggak ada sejengkal-sejengkalnya dari yang dialami oleh Novel kan," ucapnya.
"Saya baru dilaporin, kalau dipenjara paling-paling dihukum berapa? Dua tahun. Yah, nggak hukuman mati kan. Dibandingkan dengan Novel yang sebegitu, sampai seumur hidupnya jadi seperti itu," imbuh Saut.
Dia lalu berharap apa yang dialami pejuang antikorupsi tidak perlu terulang di masa mendatang. Intinya KPK harus mengatur strategi, salah satunya dengan bersabar. Sebab, kesabaran adalah salah satu nilai yang digariskan KPK.
"Nah kalau orang nggak sabar kemudian melakukan sesuatu, kalau ketemu barang bukti, ya dibawa ke depan pengadilan. Kemudian kalau kita dipraperadilankan atau apapun bentuknya, itu adalah cara kita untuk lebih firm lagi jadi pahlawan antikorupsi. Saya pikir itu pesannya," tutur Saut. (dtc/mfb)Presiden: Bila Tak Ada Bukti Penyidikan Pimpinan KPK Dihentikan
Jum'at, 10/11/2017 14:04 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Presiden Joko Widodo akhirnya bersuara menanggapi laporan dua pimpinan KPK ke polisi. Presiden meminta kepolisian untuk menghentikan penyidikan dugaan tindak pidana pemalsuan surat itu apabila tidak ada bukti.
"Kalau ada proses hukum, proses hukum. Jangan sampai ada tindakan-tindakan yang tak berdasarkan bukti dan fakta. Saya minta dihentikan kalau ada hal seperti itu," kata Jokowi saat berada Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Jumat (10/11).
Jokowi menegaskan hubungan KPK dengan Polri baik-baik saja. Tak ada masalah di antara kedua lembaga tersebut. "Saya minta nggak ada kegaduhan," ujar Jokowi.
Sebelumnya pengacara Setya Novanto melapotkan dua pimpinan KPK yakni Agus Rahardjo dan Saut Situmorang kepolisi. Mereka dilaporkan atas tuduhan pemalsuan surat dan penyalahgunaan wewenang terkait penerbitan surat pencekalan keluar negeri terhadap ketua DPR Setya Novanto, setelah sebelum Setya Novanto menang dalam gugatan Praperadikan di PN Jakarta Selatan.
Agus dan Saut dilaporkan Sandy Kurniawan, anggota tim pengacara Setya, dengan nomor LP/1028/X/2017/Bareskrim. Atas laporan tersebut Bareskrim Polri telah menindaklanjutinya dengan menerbitkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) dengan terlapor Agus dan Saut.
Terkait penerbitan SPDP itu, Kapolri Jenderal Tito Karnavian juga telah memanggil penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim. Tito menyebut laporan kasus itu dilaporkan pihak Setya Novanto pada 9 Oktober.
Agus dan Saut dilaporkan atas dugaan tindak pidana membuat surat palsu atau memalsukan surat dan menggunakan surat palsu serta menyalahgunakan kekuasaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan/atau Pasal 421 KUHP.
KPK sendiri menegaskan surat pencegahan Novanto sudah sesuai aturan yang berlaku, yaitu dalam UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK dan UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. (dtc/rm)Kejagung Akui Terima SPDP Saut dan Agus Rahardjo
Kamis, 09/11/2017 08:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Dua pimpinan KPK yaitu Agus Rahardjo dan Saut Situmorang dilaporkan ke polisi oleh seseorang bernama Sandi Kurniawan tekait penerbitan surat pencegahan bepergian ke luar negeri terhadap Setya Novanto yang dituduhkan sebagai surat palsu. Kedua pimpinan KPK itu, saat ini dinyatakan sudah resmi sebagai tersangka
Pasalnya, Kejaksaan Agung mengaku telah menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi atas nama Saut Situmorang dan Agus Rahardjo. Sebelumnya, pihak kepolisian sendiri mengatakan status keduanya masih terlapor.
"Ya sudah kami terima SPDP tersebut. Intinya, penyidik kepolisian melakukan penyidikan dan kita terima SPDP-nya," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, M Rum di Jakarta, Rabu, (8/11).
SPDP bernomor SP. Sidik/1728/XI/2017/Dit Tipidum tertanggal 7 November 2017 itu menegaskan, Agus Rahardjo dan Saut Situmoang disangka melanggar Pasal 263 KUHP juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 421 KUHP terkait tindak pidana membuat surat palsu atau memalsukan surat dan menggunakan surat palsu atau penyalahgunaan wewenang.
Rum mengatakan, atas keluarnya SPDP itu, kejaksaan pun sudah menunjuk jaksa peneliti untuk menangani kasus tersebut dan selanjutnya disampaikan ke pihak kepolisian. "Kita menunjuk jaksa yang menangani kasus itu supaya nanti kalau mau berkoordinasi, ya penyidik Polri bisa langsung menghubungi ke jaksa peneliti. Begitu prosesnya," katanya.
Sementara itu, Kabiro Humas KPK Febri Diansyah menegaskan surat pencegahan itu sudah sesuai aturan yang berlaku, yaitu dalam UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK dan UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. "Kami yakin soal pencegahan itu dasar hukumnya jelas," ujar Febri Diansyah di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (8/11).
Febri menyebut KPK telah menerima surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) terkait kasus itu. Namun, menurut Febri, isi SPDP itu belum jelas apa yang dipermasalahkan.
"Karena di surat yang diterima oleh KPK itu tidak ada bunyi tulisan atau apa pun informasi terkait dengan objek apa yang dipermasalahkan di sana. Itu yang saya ketahui ya bahwa kemudian dipersoalkan terkait dengan pencegahan ke luar negeri tentu kami bisa pastikan KPK memiliki kewenangan di Pasal 12 UU 30 Tahun 2002 untuk memerintahkan instansi terkait mencegah seseorang ke luar negeri," kata Febri.
Diketahui, Bareskrim Polri menyidik kasus dugaan penyalahgunaan kekuasaan terkait penerbitan surat cegah ke luar negeri untuk Setya Novanto. Surat cegah ini terbit setelah Novanto memenangi praperadilan di PN Jaksel.
"Saut Situmorang selaku pimpinan KPK telah menerbitkan surat larangan bepergian ke luar negeri terhadap Setya Novanto tanggal 2 Oktober 2017 setelah adanya putusan praperadilan nomor 97/pid/prap/2017 PN Jaksel tanggal 29 September 2017, yang dimenangi oleh Setya Novanto," kata Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasisto kepada wartawan di Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (8/11).
Laporan dari Sandy Kurniawan, yang diketahui juga sebagai anggota tim pengacara Novanto, naik ke tingkat penyidikan setelah Bareskrim memeriksa enam orang, yakni 1 saksi pelapor, ahli bahasa, ahli pidana, dan ahli hukum tata negara. Setelah pemeriksaan itu, Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim melakukan gelar perkara dan memutuskan menaikkan status laporan ke tahap penyidikan pada Selasa, 7 November. (dtc/mag)KPK Kembalikan Dua Penyidik Asal Polisi
Senin, 30/10/2017 17:44 WIBDua penyidik KPK berinisial RR dan H dikembalikan ke instansi asalnya di Mabes Polri. Muncul isu miring terkait pengembalian dua penyidik tersebut. Pengembalian 2 penyidik itu ke Polri tertuang dalam Keputusan Pimpinan KPK nomor 1252 tahun 2017.
Secara normatif, Jubir KPK Febri Diansyah menyatakan kedua penyidik itu dikembalikan karena masa tugas yang telah habis.
"Habis masa tugas sebagai pegawai negeri yang dipekerjakan di KPK," kata Febri.
Namun kemudian muncul isu lain terkait pengembalian penyidik tersebut. Ada isu yang menyebut keduanya dianggap terkait dengan rusaknya barang bukti yang dimiliki KPK.
Dikonfirmasi mengenai hal ini, Wakil Ketua KPK Laode Syarif menyatakan soal pengembalian 2 penyidik itu masih dibicarakan sampai saat ini.
"Untuk itu kami belum bisa memberikan komentar ya. Karena baik itu di dalam maupun itu... sedang dibicarakan. Kami belum bisa memberikan konfirmasi atas 2 (penyidik) itu," ucap Syarif kepada wartawan di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin (30/10).
KPK sampai saat ini belum mau buka suara secara gamblang. Untuk sementara, pengembalian dua penyidik itu masih menjadi misteri. (dtc/mfb)Agun Sebut Ketua KPK Ajak Jajarannya Mangkir Panggilan Pansus
Jum'at, 27/10/2017 10:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Pihak Panitia Khusus Hak Angket KPK kembali gagal melakukan rapat bersama pihak KPK. Pasalnya, pihak Unit Pelacakan Aset, Pengelolaan Barang Bukti, dan Eksekusi (Labuksi) KPK tak jadi hadir dalam rapat yang diagendakan berlangsung pada Kamis (26/10) itu.
Ketua Pansus Hak Angket KPK DPR RI Agun Gunandjar Sudarsa mengatakan Ketua KPK menginstruksikan kepada Sekjen KPK dan koordinator unit Labuksi untuk tidak menghadiri undangan. Keengganan hadir memenuhi panggilan Pansus karena KPK masih menunggu putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Agun menyebut, informasi ketidakhadiran pihak KPK itu dia ketahui melalui aplikasi WhatsUp (WA). "Surat pemberitahuan (KPK) masih dalam perjalanan. Tapi melalui WA yang dikirimkan terlebih dahulu kepada sekretariat tertanggal 26 Oktober yang ditandatangani Agus Rahardjo selaku Ketua KPK. Sehubungan dengan surat (undangan rapat) tanggal 23 Oktober yang kami kirimkan, dijawab bahwa surat tersebut sudah diterima," ujar Ketua Pansus Hak Angket KPK Agun Gunandjar Sudarsa, Kamis (26/10), seperti dikutip dpr.go.id.
Dalam rapat dengan pihak Sekjen KPK, Pansus rencananya akan menanyakan kepada Sekjen KPK tentang tata kelola sumber daya manusia KPK. "Kami mengundang pimpinan Labuksi untuk meminta keterangan berkenaan tata kelola barang rampasan dan sitaan negara. Di pemberitaan itu, sudah banyak hal yang dilakukan KPK yang dalam kacamata kami Pansus tak bisa melepaskan kegiatan KPK seperti itu karena itu sudah jadi obyek penyelidikan KPK. Kami ingin mendalami lebih jauh berkaitan keberadaan barang rampasan dan sitaan dari aspek hukum," ucap Agun.
Agun tidak ingin ada barang sitaan yang dilelang KPK, tetapi masih berpotensi menimbulkan masalah di kemudian hari. Karena itu, Pansus ingin Labuksi KPK hadir untuk mengonfirmasi sejumlah pertanyaan yang akan diajukan.
Pansus tetap bekerja. Pansus Hak Angket KPK masih akan menggelar rapat sembari menunda pemanggilan dua pihak tersebut. “Kami tunda pelaksanaannya sampai langkah berikutnya," tutup Agun. (mag)Cegah Politik Transaksional, Bawaslu Gandeng KPK
Rabu, 11/10/2017 09:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Demi mencegah terjadinya politik transaksional dalam menghadapi tahun politik ke depan, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menggandeng Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ketua Bawaslu Abhan mengatakan, politik transaksional menjadi perhatian Bawaslu dalam tahun-tahun ke depan.
"Persoalan politik transaksional, terkait banyak operasi tangkap tangan (OTT) kepala daerah. Bawaslu punya peran di sana, bagaimana ke depannya calon anggota DPR," kata Abhan di KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa (10/10).
Kewenangan Bawaslu sendiri meliputi 3 hal: pencegahan, pengawasan, dan penindakan terkait pelanggaran pidana pemilu. Kerja sama KPK sendiri lebih soal pencegahan dalam menghadapi pilkada serentak ketiga 2018 di 171 daerah, serta tahapan pemilu nasional legislatif dan pemilihan presiden serentak 2019.
"Dalam konteks ini kita punya kewenangan, maka ada yang nantinya barangkali disinergikan dengan KPK terkait proses pencegahan," ucap Abhan.
Dalam waktu dekat misalnya, menurut Abhan, ada tahapan pencalonan pilkada pada Februari 2018 mendatang, yang harus diawasi. "Pertama persoalan bagaimana dana kampanye peserta pemilu dan juga terkait dengan penanganan money politic/transaksional," imbuhnya.
Bawaslu juga mengakui adanya potensi mahar politik bisa memicu praktik korupsi. Terkait hal ini akan ada early warning yang diberikan kepada partai politik maupun kandidat calon untuk lebih berhati-hati di setiap prosesnya.
Di samping itu, ada pula beberapa daerah yang mempunyai indeks kerawanan terjadinya money politik. Intinya, dengan menggandeng KPK, Bawaslu juga ingin menekan politik biaya tinggi.
"Salah satu poin penting yang ingin disampaikan adalah Bawaslu ingin kerjasama dengan KPK dalam konteks pencegahan, bagaimana agar praktik pilkada dan pemilu serentak tidak transaksional, mengurangi potensi itu, dan mengurangi politik biaya tinggi," ujar Anggota Bawaslu Mochammad Afifuddin dalam kesempatan yang sama.
Pimpinan KPK Saut Situmorang yang juga hadir, mengaku KPK siap bekerja sama dengan Bawaslu. Utamanya dalam aspek pencegahan. "Kita akan dampingi, kami hadir di tengah Bawaslu untuk membangun pesta demokrasi minim transaksional," ucap Saut Situmorang.
Saut juga sempat sedikit membocorkan hasil diskusi pimpinan dengan Bawaslu sebelumnya. Sempat tercetus soal kerja sama dengan penegak hukum terpadu (Gakkumdu), hingga penempatan pengawas KPK di TPS.
"Pada bagian lain kita diskusikan seperti apa pencegahan yang lebih baik kita lakukan. Ke depan akan ada satu pengawas di TPS. Ini cukup baik jika bisa dikapitalisasi," tutur Saut. Namun, baik KPK maupun Bawaslu menyebut belum menggodok ide ini lebih lanjut. (dtc/mag)
Ditangkap KPK, Ketua PT Manado Diberhentikan Sementara
Minggu, 08/10/2017 08:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Mahkamah Agung memberhentikan sementara Ketua Pengadilan Tinggi (PT) Manado Sudiwardono setelah yang bersangkutan tertangkap tangan oleh penyidik KPK setelah menerima suap. Ketua Kamar Pengawasan Mahkamah Agung (MA) Sunarto mengatakan pemberhentian itu sesuai dengan prosedur yang ada di MA.
"Pada hari ini juga terhitung tanggal 7 Oktober yang bersangkutan (Sudiwardono) diberhentikan sementara," tegas Sunarto di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Sabtu (7/10).
Namun surat pemberhentian tersebut tidak dapat ditandatangani hari ini. Suwardono hanya akan menerima gaji pokok sebesar 50% nya. "Dan karena ini hari libur maka surat pemberhentiannya baru ditandatangani besok. (Suwardono) Hanya menerima gaji pokok sebesar 50% sekitar Rp 2,6 juta," jelasnya.
Sunarto membeberkan jika informasi OTT tersebut didapat dari apartur peradilan yang sayang dengan lembaganya. Menurutnya masih banyak apartur yang tidak rela lembaganya dinodai oknum bandel.
"Jadi percayalah bahwa aparatur MA dan aparatur pengadilan jauh lebih banyak yang baik. Aparatur yang baik itu tidak bisa menerima dan tidak rela bilamana ada rekannya yang masih ingin menodai MA dan badan peradilan itulah kira-kira sumber informasi kita dan sesuai dengan prosedur yang ada di MA," terangnya.
"Maka seluruh aparatur MA dan peradilan sebaiknya berubah. Jangan takut untuk berubah kearah yang lebih baik tapi takut pada diri yang tidak ingin berubah," pungkasnya.
Sebelumnya, Juru Bicara Mahkamah Agung (MA) Suhadi menceritakan Kepala Pengadilan Tinggi (PT) Suwardono ke Jakarta pada Kamis (5/10). Menurut Suhadi alasannya karena ada urusan dinas.
"Menurut informasi di Manado bahwa pejabat yang bersangkutan setelah mengikuti peringatan hari angkatan bersenjata Indonesia di Manado itu beliau pamit kepada wakil ketua pengadilan tinggi untuk ke Jakarta karena mau ada urusan dinas katanya," jelas Suhadi di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Sabtu (7/10).
Lebih lanjut, Suhadi menuturkan kabarnya OTT dilakukan pada Jumat (6/10) malam. Suhadi pun menyampaikan kekecewaannya terhadap Suwardono. "Kemudian beliau ke Jakarta pada hari Kamis (5/10). Menurut informasi dari sana, kejadian pada malam Sabtu," turur Suhadi.
"Tidak bisa disangka lagi bahwa hal ini adalah sangat mengecewakan dan memprihatinkan dari MA walaupun ini bagian dari upaya MA dan KPK untuk membersihkan apartur-apararur pengadilan termasuk hakim," ucap dia.
Suhadi juga menegaskan jika hakim melanggar kode etik perilaku. Maka harus siap melaksanakan sanksi sesuai ketentuannya. "Ada kode etik prilaku hakim dalam melaksanakan tugas dan sanggup untuk menerima sanksi bila melanggar ketentuan itu," kata dia.
Sebelumnya KPK melakukan OTT pada Jumat (6/10) malam dan telah menetapkan anggota DPR RI Komisi XI Aditya Moha dan Ketua Pengadilan Tinggi (PT) Sulawesi Utara Sudiwardono sebagai tersangka. Keduanya diduga terlibat dalam kasus suap hakim untuk mengamankan putusan banding vonis Marlina Moha yang merupakan ibu dari Aditya.
"Ada tindak pidana korupsi penerimaan hadiah atau janji oleh hakim PT Sulut, KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan serta menetapkan dua tersangka," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif di kantornya. (dtc/mag)
Mahasiswa UI Minta Pansus Angket KPK Dibubarkan
Kamis, 05/10/2017 17:44 WIB
JAKARTA, GRESNEWS.COM - Sepak terjang Pansus Hak Angket KPK selama ini ternyata mulai membuat gerah kalangan mahasiswa. Mahasiswa Universitas Indonesia (UI) mulai turun untuk berdemonstrasi di depan gedung MPR/DPR. Mereka mendesak agar Pansus Hak Angket KPK dibubarkan.
Ratusan mahasiswa itu mendatangi gedung DPR sekitar pukul 15.37 WIB, Kamis (5/10/2017). Mereka melakukan unjukrasa di depan pintu gerbang utama gedung DPR/MPR di Jalan gatot Subroto.
Dengan mengenakan jaket almamater berwarna, mereka berbaris rapi untuk menyuarakan tuntutannya. Selain membawa sejumlah sepanduk, mereka juga mengusung kertas bergambar Setya Novanto dan kendaraan bermuatan sound sistem untuk orasi.
Dalam orasinya, para demonstran mengungkit hasil praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang telah mencabut status tersangka Ketua DPR Setya Novanto. Demonstran mempertanyakan putusan hakim tunggal yang menyatakan status tersangka Novanto dalam perkara dugaan korupsi e-KTP tidak sah.
"Ada kelucuan dari hakim, sebut saja alat bukti tidak sah karena alat bukti telah digunakan untuk kasus lain," ungkap orator bernama El Lutvi. (dtc/rm)Agus Rahardjo Kembali Dilaporkan ke Penegak Hukum
Rabu, 04/10/2017 08:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo kembali dilaporkan ke penegak hukum. Kali ini, Agus dilaporkan seseorang yang tidak disebutkan identitasnya ke Badan Reserse Kriminal Polri.
Adanya laporan terhadap Agus Rahardjo itu, dibenarkan oleh Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Polisi Setyo Wasisto. "Mengenai laporan terhadap Ketua KPK, memang betul ada seorang lelaki yang melapor ke Bareksrim Polri di mana dilaporkan bahwa hal tersebut salah satunya termasuk adalah Ketua KPK," Setyo, Selasa (3/10).
Setyo mengatakan, laporan tersebut masih sumir. Petugas Bareskrim menerima laporan itu, namun menyatakan laporan itu belum dilengkapi bukti yang cukup. Setyo mengatakan, petugas Bareskrim meminta kepada si pelapor untuk melengkapi dokumen yang diperlukan.
Dokumen pendukung sangat penting, agar laporan tersebut bukan hanya sekadar fitnah. "Karena dalam laporan kita tidak boleh melaporkan si A berbuat ini. Kalau tidak ada bukti-bukti awal yang cukup, memang polisi harus melengkapi, tetapi paling tidak ada dokumen di awal yang menjadi pangkal laporan tersebut sehingga laporan ini bukan fitnah," ujar Setyo.
"Ini yang perlu dipahami sementara dari Bareskrim juga masih menunggu pelapor membawa berkas atau dokumen sebagai kelengkapan. Dari Bareskrim belum ada tindak lanjut, sebatas menerima laporan," sambung Setyo.
Belum diketahui terkait apa Agus dilaporkan. Agus belum belum berkomentar mengenai aduan ini. "Masih sangat sumir laporannya, saya tidak bisa menyampaikan itu. Karena itu masuk substansi. Karena aduannya korupsi nanti langsung diserahkan ke Tipikor," kata Setyo.
Pelaporan ini merupakan yang kedua kalinya terhadap Agus Rahardjo. Sebelumnya, Agus dilaporan ole kelompok Jaringan Islam Nusantara (JIN) ke Kejaksaan Agung. Jaksa Agung M. Prasetyo mengatakan, Kejagung berhati-hati menangani pelaporan ini. "Laporan baru didalami. Nggak ada tenggat waktu, kita harus hati-hati," kata Prasetyo beberapa waktu lalu.
Pelapor, JIN, menduga Agus terlibat perkara pengadaan e-KTP saat menjabat Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). "Ini JIN menyampaikan Agus Rahardjo sebagai Ketua LKPP terlibat dalam e-KTP. Kita tak bisa serta-merta ambil keputusan, kita harus dalami," terang Prasetyo. (dtc/mag)
Pansus Angket KPK Siap Gunakan Mekanisme Pemanggilan Paksa
Senin, 02/10/2017 18:47 WIB
JAKARTA, GRESNEWS.COM - Wakil Ketua Pansus Hak Angket KPK Eddy Kusuma Wijaya mengaku bisa menggunakan mekanisme pemanggilan paksa terhadap KPK jika setelah pemanggilan ke 3 kalinya tak hadir.
"Pansus akan memanggil KPK sesuai mekanisme yang berlaku. Jika sampai 3 kali KPK tidak hadir, kami dapat menggunakan mekanisme pemanggilan paksa yang dibantu Polri," ujarnya, di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (2/10/).
Saat ini Pansus Hak Angket KPK masih menjadwalkan pertemuan dengan KPK. Menurutnya ada beberapa hal yang akan ditanyakan kepada KPK. "Kita ingin menginventarisir kembali hal-hal yang perlu kita dalami lagi, sama masih berkaitan dengan 4 aspek objek penelitian Pansus. Masalah kelembagaan, kewenangan, SDM, dan penggunaan anggaran supaya temuan kita lebih akurat," sebut Eddy
"Jadi sesuai aturan. Kalau nanti sudah memenuhi syarat lain, kita akan panggil lagi. Kalau nggak datang ya panggil 3 kali, ini kan baru sekali. Kalau nggak datang juga, kita akan lakukan upaya hukum sebagaimana diatur MD3," imbuhnya.
Menurut dia sesuai mekanisme yang diatur, Pansus dapat memanggil paksa KPK jika 3 kali menolak hadir. Menurut Eddy, polisi harus membantu Pansus karena itu sudah diatur dalam undang-undang. "Iya iya, itu kan UU. Harus dukung dong Polri," ujranya. (dtc/rm)Putusan Praperadilan Novanto dan Upaya Melumpuhkan KPK
Sabtu, 30/09/2017 16:37 WIB
JAKARTA, GRESNEWS.COM - KPK diminta segera menerbitkan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (Sprindik) baru terhadap Ketua DPR Setya Novanto menyusul dikabulkannya gugatan praperadilannya oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Salah satu pihak yang mendesak KPK menerbitkan adalah eks Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto. Ia meminta KPK segera menerbitkan Sprindik baru untuk memproses Setya Novanto. Bambang menilai, putusan Hakim Tunggal Cepi Iskandar di sidang praperadilan hanya sekadar mempertimbangkan SOP KPK dalam menetapkan Novanto sebagai tersangka, bukan memutuskan Novanto tidak terlibat korupsi e-KTP.
"Yang paling penting dia (Hakim) tidak memberi putusan atas kasus Novanto, yang secara material telah dibuktikan sebagian keterangannya itu di pengadilan. Dimana Irman dan Sugiharto telah dinyatakan bersalah dan dalam dakwaan disebutkan perbuatan korupsi itu dilakukan bersama-sama Setya Novanto," ujar Bambang.
Pernyataan itu disampaikan Bambang dalam diskusi ´Darurat Korupsi dan Polemik Pansus KPK´ di aula gedung Dharma Sevanam, Pura Aditya Jaya, Rawamangun, Jakarta Timur, Sabtu (30/9).
Bambang menambahkan, bahwa yang kemarin diputuskan (di sidang praperadilan) dan bisa diperdebatkan adalah proses pemeriksaan Novanto di KPK hingga ditetapkan sebagai tersangka. Jadi Novanto itu dalam sidang putusan Irman dan Sugiharto sudah dapat dibuktikan bekerja sama melakukan kejahatan. "Itu sebabnya mudah-mudahan pembuatan sprindik baru (Novanto) tidak berminggu-minggu," sambung Bambang.
Menurut Bambang kasus korupsi e-KTP menjadi polemik berkepanjangan karena masuk dalam kualifikasi kejahatan korupsi yang sempurna. Dalam perkara e-KTP, sebut Bambang, kekuatan oligarki, stakecapture, dan politik kartel bersatu.
"Coba perhatikan kasus e-KTP adalah kasus kejahatan korupsi yang paling sempurna yang dilakukan kekuatan oligarki, stakecapture, dan politik kartel," ujar Bambang.
Ia pun menuding sepak terjang Pansus Hak Angket KPK di DPR, ditunggangi kepentingan orang-orang yang terlibat kasus e-KTP dan sengaja ingin menghancurkan KPK. menurutnya
bagaimana mungkin lembaga yang mewakili kepentingan rakyat, dan rakyatnya menginginkan pemberantasan korupsi, kemudian dijegal dan KPK dibawa ke sakaratul mautnya.
Bambang menyebut ada sejumlah strategi yang sedang dilakukan untuk menghancurkan KPK. Pertama, dengan wacana Panitia Kerja RUU KUHP yang melontarkan pernyataan korupsi tak masuk kualifikasi kejahatan luar biasa.
"Hari ini sedang ada revisi undang-undang KUHP bahwa korupsi tidak lagi sebagai tindak pidana bersifat extraordinary. Lalu yang berikutnya dihancurkan adalah kebijakan. Korupsi yang dikualifikasi sebagai extraordinary crime mau dijadikan ordinary crime saja," ujar Bambang.
Kemudian dengan dibentuknya Pansus Hak Angket KPK oleh DPR yang, menurut Bambang, juga ditujukan untuk menghancurkan kredibilitas KPK di mata masyarakat.
"Pansus angket itu adalah satu upaya yang akan mendelegitimasi kredibilitas KPK, yang dihabisi itu integritas dan kredibilitas (KPK)-nya. Dengan menghancurkan integritas dan kredibilitas, dia ingin memisahkan trust publik pada KPK," tutur Bambang.
Pelemahan KPK, kata Bambang, juga dilakukan dengan menyebarkan ketakutan pada orang-orang yang antikorupsi, mulai dari penyidik hingga pendukung KPK.
"Lalu yang dihancurkan ikon-ikon di KPK, ´Kalau lu macam-macam, gua akan Novel-kan elu´, artinya akan menyerang siapa pun yang berpotensi melakukan akselerasi pemberantasan korupsi. Celakanya lagi, teman-temannya KPK mulai dihabisi," tambah Bambang.
"Yang diskusi mempersoalkan lembaga-lembaga yang tidak sungguh-sungguh memberantas korupsi, itu dihabisi. Ini yang disebut menyebar atmosfer of fears," jelas Bambang.
Terakhir, kata Bambang, media massa yang kerap memberitakan KPK, juga turut target bidikan. "KPK tidak akan ada dan mampu mendapat cinta publik kalau tidak ada media. Sekarang media jadi target dihabisin juga." tegasnya.
Menanggapi desakan itu Wakil Ketua KPK Saut Situmorang meminta agar semua pihak untuk tenang. Menurutnya KPK akan mengambil keputusan setelah semuanya stabil. Pekan depan KPK akan melakukan evaluasi, termasuk soal penetapan sprindik baru, sebelum menentukan sikap. KPK memastikan takan berhenti mengejar keterlibatan Setya Novanto.
"Siapa yang nggak terganggu emosinya. Saya juga yang lihat persis persidangan itu pasti terganggu. Demikian juga Pak Agus," sebu Saut dalam diskusi yang sama.
"Tapi kan kita nggak boleh marah, itu proses harus kita hargai. Tapi kita sudah firm, sudah berada dalam jalur hukum yang benar dalam proses penyelidikan sampai ke penyidikan," tegasnya.
Menurutnya jika hendak diperdebatkan, tentu hal itu harus diperdebatkan dengan hukum. Sebab ia mmeinta kita tenang dulu, minggu depan kita akan mengevaluasi langkah berikutnya apa. "Sudah pastilah bahwa kita tidak akan berhenti kok, buktinya sudah sampai 300 kok," tandasnya.(dtc/rm)Drama Pansus Angket KPK Diperpanjang
Rabu, 27/09/2017 11:00 WIBDrama Panitia Khusus Hak Angket KPK bakal terus berlanjut setelah masa kerja Pansus Angket terhadap KPK di DPR diperpanjang dalam Sidang Paripurna DPR, Selasa (26/9). Sidang paripurna juga DPR telah menerima hasil temuan Pansus Hak Angket KPK.
Tarik-Ulur Pansus Angket KPK
Selasa, 26/09/2017 11:00 WIBPerjalanan Pansus Hak Angket KPK yang sangat panas di awal, terancam anti-klimaks di akhir. Pasalnya hingga kini Pansus belum juga menyusun rekomendasi dari hasil kerja mereka menyelidiki KPK selama kurang-lebih 60 hari itu.