-
HTI Menggugat Putusan Menkum HAM ke PTUN
Rabu, 18/10/2017 13:00 WIBHizbut Tahrir Indonesia (HTI) terus berupaya mendapatkan kembali izinnya yang telah dicabut oleh pemerintah. HTI mengajukan gugatan kepada Menteri Hukum dan HAM (Menkum HAM) Yasonna Laoly ke pengadilan tata usaha negara (PTUN).
Berdasarkan informasi perkara di website PTUN Jakarta pada Rabu (18/10), gugatan tersebut bernomor 211/G/2017/PTUN.JKT. Dalam gugatannya, HTI meminta agar SK nomor AHU-30.A.01.08 Tahun 2017 tentang pencabutan ormas tersebut dicabut. Selain itu HTI juga meminta SK Menkum HAM itu tidak berlaku meski belum ada putusan berkekuatan hukum tetap.
Adapun gugatan HTI yang didaftarakan melalui PTUN Jakarta adala sebagai berikut:
1.Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
2.Menyatakan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor AHU-30.A.01.08.Tahun 2017 Tentang Pencabutan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : AHU-00282.60.10.2014 Tentang Pengesahan Pendirian Badan Hukum Perkumpulan Hizbut Tahrir Indonesia, tanggal 19 Juli 2017, batal dan tidak mempunyai kekuatan hukum Mengikat dengan segala akibat hukumnya;
3.Memerintahkan Tergugat Mencabut Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor AHU-30.A.01.08.Tahun 2017 Tentang Pencabutan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : AHU-00282.60.10.2014 Tentang Pengesahan Pendirian Badan Hukum Perkumpulan Hizbut Tahrir Indonesia, tanggal 19 Juli 2017;
4.Menghukum Tergugat membayar biaya yang timbul dalam perkara a quo.
Dalam survei yang digelar Center for Strategic and International Studies (CSIS) soal kebijakan pemerintah dalam membubarkan organisasi masyarakat (ormas) Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Kebanyakan masyarakat setuju dengan pembubaran HTI.
Survei CSIS untuk 2017 dilakukan pada 23-30 Agustus dengan 1.000 responden secara acak (probability sampling) dari 34 provinsi di Indonesia. Responden adalah masyarakat Indonesia yang sudah memiliki hak pilih (dalam pemilu). Margin of error dari survei ini sebesar 3,1 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen.
Dalam rilis Selasa (12/9/2017), sebanyak 17,5 persen masyarakat sangat setuju dengan pembubaran HTI. Sedangkan 32,3 persen masyarakat cukup setuju dengan pembubaran HTI.
Sisanya, 22,9 persen, masyarakat kurang setuju dan 7,0 persen tidak setuju sama sekali dengan pembubaran HTI. Sedangkan sebanyak 20,3 persen masyarakat tidak tahu atau tidak menjawab.
Sementara itu, 57,3 persen masyarakat tidak mengetahui sama sekali kebijakan pemerintah dalam membubarkan HTI. Sisanya, 42,7 persen masyarakat, mengetahui HTI dibubarkan pemerintah.
(dtc/mfb)Menristekdikti Akan Bahas Sanksi untuk Dosen Terlibat HTI
Sabtu, 22/07/2017 18:01 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Menteri Riset Tehnologi dan Pendidikan Tinggi M Nasir mempertegas sanksi terhadap dosen yang bergabung degan organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Untuk itu pihaknya menyatakan akan segera mengumpulkan rektor seluruh Indonesia.
"Saya akan mengumpulkan rektor seluruh Indonesia pada tanggal 26. Akan memberitahukan juga, dosen dan pegawai yang terlibat HTI harus mengikuti PP 53 tahun 2010. Sudah sangat jelas," ujar Nasir usai pembukaan Kongres IX Pancasila di Universitas Gadjah Mada (UGM), Sleman, Sabtu (22/7).
Menurut Nasir, dalam PP tentang Disiplin PNS telah jelas disebutkan soal kesetiaan PNS pada Pancasila dan UUD 1945. Ditambah lagi dengan terbitnya Perppu Ormas dan pembubaran HTI secara resmi oleh Kemenkumham.
Untuk itu Nasir mengatakan akan memberikan dua pilihan kepada dosen dan pegawai yang terlibat HTI. Silakan dia keluar dari HTI, tidak mengikuti kegiatan HTI, bergabung dengan Pemerintah dalam hal ini sebagai PNS. Kalau tetap ingin bergabung dengan itu (HTI) maka dia harus keluar dari PNS. "Nanti saya akan usulkan itu. Karena apa, karena dia (PNS) bagian dari negara. Ini penting," tegasnya.
Nasir juga menegaskan peraturan tersebut harus dilaksanakan dan dipatuhi. Para rektor, pembantu rektor dan dekan akan menjadi jaminan untuk tegaknya peraturan tersebut.
"Dia (rektor, pembantu rektor, dan dekan) yang mengawasi setiap hari, aktivitasnya bagaimana. Dia harus menghilangkan aktivitas-aktivitas yang selama ini menuju ke sana. Itu yang penting," tuturnya.
Sementara terhadap dosen perguruan tinggi swasta, Nasir mengatakan akan merancang regulasi untuk mengatur hal yang sama.
Menurutnya untuk swasta akan ditangani oleh Kopertis. "Swasta bagaimana kita buat model yang baru, model yang berbeda, mungkin regulasinya. Kalau tidak loyal kepada negara, bagaimana dia," tandas Nasir. (rm)Diperlukan 5 juta hektar lahan dukung industri "pulp and paper"
Senin, 08/08/2011 10:55 WIB"Kami menyiapkan lahan terdegradasi seluas 35,4 juta hektar.