-
Kemenkes Akui Masih Temukan Kasus KLB Difteri
Senin, 15/01/2018 12:02 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Kasus Kejadian Luar Biasa (KLB) Difteri dilaporkan masih terjadi. Hingga 9 Januari 2018 dilaporkan terdapat 14 kasus baru dari 11 kabupaten/kota di 4 propinsi, yakni DKI, Banten, Jabar dan Lampung. Namun sejauh ini dilaporakan tidak ada kasus yang meninggal.
Sebelumnya selama tahun 2017, dilaporkan KLB Difteri terjadi di 170 kabupaten/kota dan di 30 provinsi, dengan jumlah penderita sebanyak 954 kasus, dengan korban meninggal mencapai 44 kasus. Pada tahun 2018 tidak ada penambahan Kabupaten/Kota yang melaporkan adanya KLB Difteri. Namun menurut Kementerian Kesehatan, 170 kabupaten/kota sebanyak 85 kab/kota sudah tidak melaporkan kasus baru. "Itu artinya KLB di 85 Kabupaten Kota tersebut bisa dikatakan berakhir," tulis rilis Kementerian kesehatan seperti dilaporkan situs depkes.go.id, baru-baru ini .
Disebutkan bahwa kriteria berakhirnya suatu KLB adalah apabila tidak ditemukan lagi kasus baru selama 2 kali masa inkubasi terpanjang (ditambah masa penularan Difteri) sejak laporan kasus terakhir. Sehingga status KLB dapat dicabut setelah 4 minggu oleh pemerintah daerah.
Kemenkes menyatakan bahwa kasus KLB Difteri itu mengemuka pada pertengahan Desember lalu. Munculnya kasus KLB Difteri itu diduga karena adanya immunity gap, yaitu kesenjangan atau kantong kosong kekebalan di kalangan penduduk di suatu daerah. Kekosongan kekebalan ini terjadi akibat adanya akumulasi kelompok yang rentan terhadap Difteri, karena tidak mendapat imunisasi atau tidak lengkap imunisasinya.
Menanggulangi masalah ini Kemeterian Kesehatan melakukan Outbreak respons immunization (ORI). ORI merupakan standard operating procedure apabila terjadi KLB penyakit yang sebenarnya bisa dicegah oleh imunisasi (PD3I), dalam hal ini Difteri. ORI dilaksanakan langsung bila ditemukan penderita Difteri oleh Puskesmas. Sasaran ORI adalah anak berusia usia 1 s.d 19 tahun
ORI bertujuan untuk meningkatkan kekebalan masyarakat dengan menutup immunity gap sehingga diharapkan dapat memutus mata rantai penularan. "Karena itu, ORI Difteri sebanyak tiga putaran perlu dilakukan untuk membentuk kekebalan tubuh dari bakteri corynebacterium diphteriae," tambah rilis tersebut.
Disebutkan, ORI putaran pertama sebagai upaya pengendalian KLB Difteri telah dilaksanakan pada pertengahan Desember 2017 di 12 kabupaten/kota di 3 provinsi, yakni DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat. Hingga 11 Januari 2018 cakupan di tiga provinsi tersebut rata-rata 68,36% dari total sasaran 7,9 juta.
Selain itu ORI telah dimulai di 12 kab/kota pada bulan Desember 2017 dan akan dilanjutkan secara bertahap di 73 kab/kota di 11 provinsi lainnya pada tahun 2018 dengan kriteria Kabupaten/Kota yang masih memiliki laporan kasus baru ; dan/atau 2) Wilayah kab/kota yang sering melaporkan terjadi KLB difteri dalam 2017; dan/atau 3) Wilayah kab/kota yang ada kematian Difteri; dan/atau 4) Wilayah dengan cakupan imunisasi rutin rendah dibawah 90%.
Sejauh ini pemerintah menjamin ketersediaan vaksin difteri (DPT-HB-Hib, DT dan Td) yang digunakan untuk kegiatan ORI dan kegiatan imunisasi rutin. Distribusi vaksin dilakukan secara berjenjang sampai di tingkat pelayanan.
Sasaran Pelaksanaan ORI Tahun 2017-2018 ini kurang lebih sebanyak 32.212.892 orang dengan kategori usia 1 s.d < 5 tahun (7.236.672 orang), usia 5 s.d < 7 tahun (3.684.049 orang), dan usia 7 s.d 18 tahun (21.292.171 orang).
Untuk penyediaan vaksin tersebut, Bio Farma sebagai BUMN produsen Vaksin dan Antisera terbesar di Asia Tenggara, berkomitmen untuk mendukung pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan vaksin, khususnya vaksin Difteri. Vaksin produksi Bio Farma yang digunakan pada ORI dan program imunisasi nasional, diyakini terjamin kualitas, keamanan, khasiat dan mutunya. Sebab telah dilakukan pengujian untuk mendapatkan izin dari Badan POM, serta telah mendapatkan pengakuan dari Badan Kesehatan Dunia (WHO). Saat ini produk vaksin Bio Farma sudah digunakan oleh lebih dari 130 negara, termasuk diantaranya 57 negara Islam.
Menghadapi KLB Difteri, Biofarma akan menambah kapasitas produksi vaksin dengan kandungan Difteri dengan memaksimalkan produksi, serta memprioritaskan pemenuhan kebutuhan dalam negeri, sehingga permintaan ekspor telah dinegosiasi untuk dijadual ulang setelah kebutuhan dalam negeri terpenuhi.
Vaksin dengan kandungan difteri yang diproduksi Biofarma terdiri dari: 1) Vaksin DTP-HB-Hib (Pentabio) diberikan untuk anak usia 1-5 tahun; 2) Vaksin DT diberikan untuk usia 5-7 tahun; dan 3) Vaksin Td diberikan untuk usia diatas 7 tahun. (rm)Jokowi Perintahkan Penanganan KLB Difteri Dilanjutkan
Kamis, 28/12/2017 08:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Presiden Joko Widodo memerintahkan agar langkah-langkah yang selama ini dilakukan untuk penanganan Kejadia Luar Biasa (KLB) Difteri dilanjutkan. "Perintah Presiden sudah, artinya tetap kita lakukan penanganan langkah yang sudah dilakukan," kata Nila seusai rapat di Istana Kepresidenan Bogor, Kota Bogor, Jawa Barat, Rabu (27/12).
Nila menegaskan, penyakit difteri tergolong KLB dan bukan mewabah. Nila kemudian menegaskan tak ada cara untuk mencegah difteri selain vaksinasi. Upaya itu untuk meningkatkan kekebalan tubuh. "Satu, imunisasi kita meningkatkan kekebalan tubuh kita. Supaya kita kebal, dan akhirnya walaupun ada kumannya kita tidak akan terkena," ujar Nila.
Dia tak memungkiri masih ada penolakan vaksinasi dari sejumlah pihak. Nila pun telah meminta bantuan kepada Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin untuk membantu mensosialisasi pentingnya vaksinasi. "Jadi kalau sudah ada memang wabah, KLB seperti ini, mau nggak mau kita harus lakukan. Jadi tidak boleh ditolak," ucapnya.
Sebelumnya, Menko Polhukam Wiranto juga telah menggelar pertemuan dengan Menkes Nila Moeloek terkait KLB difteri. Wiranto menegaskan perlu antisipasi yang disiapkan sejumlah kementerian untuk mencegah penyebaran difteri.
"KLB difteri cukup meresahkan. Masih terkendala beberapa hal. Kalau kita tidak atasi, akan menyangkut permasalahan yang lebih luas lagi. Misalnya terjadi reaksi yang cukup keras dari luar negeri adanya wabah penyakit di sini, sehingga melarang warga negaranya masuk dan sebagainya," ujar Wiranto kepada wartawan di kantornya, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (19/12).
Wiranto menyebut perlu dilakukan pengetatan peraturan agar KLB difteri tidak meluas. Sebab, difteri juga sudah merebak di sejumlah negara. "Ini juga masuk masalah keimigrasian, wabah ini sudah terjangkit di India, Myanmar, dan Bangladesh, sehingga perlu ada satu aturan bagaimana mengetatkan masuknya warga negara itu," katanya.
"Jangan-jangan mereka belum ada vaksinasi sehingga nanti bisa menjadi sumber penyakit di sini. Itu kan masalah imigrasi dan keamanan, berarti masalah Polhukam lagi," tambahnya.
Sementara itu, Menkes sebelumnya menyebut pentingnya koordinasi antarkementerian untuk menangani difteri. "Intinya, kami tidak mungkin bekerja sendiri, jadi tadi di rapat terbatas, difteri diakui sebagai kejadian luar biasa, kemudian kita harus melakukan penanggulangan dengan sebaik-baiknya. Itu juga sudah kita lakukan misal dengan ORI dan lainnya, sudah kita lakukan," kata Nila. (dtc/mag)Menkes: Penanganan Difteri Hanya Lewat Imunisasi
Rabu, 27/12/2017 22:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Menteri Kesehatan (Menkes) Nila F Moeloek mengatakan, pemerintah terus menguatkan upaya penanganan penyakit difteri melalui serangkaian upaya diantaranya melalui Outbreak Response Immunization (ORI). "Ini sebenarnya sudah dilakukan di daerah masing-masing kan kita sudah memberikan tentunya apa namanya, vaksin untuk disimpan di Dinas-Dinas Kesehatan," jelas Nila usai mengikuti Rapat Terbatas tentang Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) Difteri di Istana Kepresidenan Bogor, Rabu (27/12).
Nila menegaskan, pemerintah pusat akan turun tangan untuk bersama-sama dengan daerah untuk melakukan ORI karena penanganan difteri ini hanya bisa dilakukan melalui imunisasi. "Imunisasi, kita meningkatkan kekebalan tubuh kita. Supaya kita kebal jadi akhirnya walaupun ada kumannya, kita tidak akan terkena," ujar Nila seperti dikutip setkab.go.id.
Pemerintah melalui PT Biofarma terus memproduksi vaksin, sehingga distribusi vaksin bisa dilakukan secara berkesinambungan hingga Januari mendatang. "Semua juga yang belum pernah diimunisasi, tentu harus diimunisasi," ujarnya.
Nila mengajak masyarakat untuk melakukan imunisasi difteri. Penyakit difteri sendiri merupakan suatu penyakit endemis yang sudah ada dari dulu. Penyakit difteri ini tidak pernah hilang, dan tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga di beberapa negara di dunia. Seperti India, Bangladesh, Myanmar, dan sebagainya.
"Kalau daya tahan kita turun, kumannya ada, itu bisa jadi terjadi lagi penyakit difteri ini. Yang disebut KLB, 1 saja secara klinis kita menemukan kasus difteri, kita sebut KLB. KLB itu bukan wabah, KLB itu adalah early warning, jadi kewaspadaan dari kita," jelas Menkes. (mag)KLB Difteri, Pemerintah Dinilai Lambat Antisipasi
Kamis, 14/12/2017 07:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Pemerintah dinilai lambat dalam menangani Kejadian Luar Biasa (KLB) Difteri yang belakangan merebak kembali. Anggota Komisi IX DPR RI Okky Asokawati mengatakan, pada tahun 1990, Indonesia sudah pernah dinyatakan bebas difteri.
"Tapi, pada 2009 sempat muncul kembali dan kini pun terjadi lagi. Kampanye promotif preventif para petugas kesehatan sangat kurang," kata Okky seperti dikutip dpr.go.id, Rabu (13/12).
Okky menyayangkan, pemerintah baru menyatakan KLB setelah jatuh korban jiwa. Menurut dia, langkah pemerintah dengan menggelar ORI (Outbreak Response Imunization) untuk memerangi wabah KLB difteri sudah betul. Hanya saja, bila setiap ada KLB disikapi dengan ORI, tanpa perubahan layanan kesehatan dasar, maka ORI tidak berguna."ORI ini hanya untuk sekali suntik. Difteri bisa kita cegah kalau suntikan difteri itu dilakukan berkala. KLB yang sekarang memperlihatkan vaksinasi difteri itu gagal," tandas Anggota F-PPP ini.
Di satu sisi, masyarakat memang tidak melakukan vaksinasi difteri secara berulang. Tapi, Okky menyatakan tau mau menyalahkan masyarakat yang berarti blame the victim (menyalahkan korban). Justru yang patut disalahkan adalah ke mana strategi komunikasi kesehatan Kemenkes.
Masyarakat dibiarkan tak melakukan pengulangan vaksinasi difteri. Harusnya, Kemenkes mengawal pengulangan vaksinasi tersebut. "Saya mendorong meneruskan program yang pernah ada, yaitu rapot kesehatan anak sekolah. Itu harus diadakan lagi. Dinas pendidikan sempat buat program itu sebagai upaya orangtua dan sekolah mengontrol kesehatan anak, sudah berapa kali mendapat vaksinasi dan apa saja vaksinasi yang sudah diberikan," kata Okky.
Menurutnya, justru sejak program JKN dirilis pemerintah, penyakit menular semakin banyak. Misalnya, TBC, difteri, dan kaki gajah. Para tenaga kesehatan di Puskesmas juga hanya bekerja di dalam gedung, menunggu berapa banyak pasien yang datang dan apa penyakitnya. Mereka, kata Okky, kurang melakukan program-program di luar gedung. Itu artinya hanya fokus pada kuratif belaka.
"Besar kemungkinan mereka hanya sibuk mengelola kapitasi di setiap Puskesmas supaya dapat lebihnya, sehingga kegiatan promotif preventif di luar gedung terabaikan. Jakarta sudah punya kegiatan di luar gedung yang namanya ´Ketuk pintu layani dengan hati´. Tapi, ternyata Jakarta juga punya KLB difteri. Artinya, ada yang salah. Menurut saya, pemerintah harus melakukan terobosan yang tidak bisa dengan kuratif. Harus promotif preventif. Bila hanya kuratif, maka akan defisit lagi," kritik Okky.
Di tengah kasus KLB difteri seperti ini, harusnya pencegahan digalakkan dengan aksi promotif preventif. Unit kesehatan berbasis masyarakat harus dimasifkan. Pemerintah juga sudah punya program PHBS (Perilaku hidup bersih sehat), tapi belum digerakkan lagi. Dilakukannya masih sporadis. "Insentif untuk para ibu agar mau ke Posyandu juga tak boleh ditinggalkan," pungkasnya. (mag)Sandiaga Uno: Warga Jangan Ragu Ikut Vaksinasi Difteri
Senin, 11/12/2017 08:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno mengimbau warga DKI Jakarta untuk tak ragu mengikuti program Outbreak Respon Imunization (ORI) untuk penyakit difteri. Sebab saat ini difteri di Jakarta telah berstatus kejadian luar biasa (KLB).
"Saya ingin mengimbau seluruh warga jangan ada keraguan ikut imunisasi difteri karena ini udah KLB. Udah kejadian luar biasa," kata Sandi, di Kawasan Cipete, Jakarta Selatan, Minggu (10/12).
Sandi berharap pelaksanaan program yang diawali di daerah Jakarta Barat dan Jakarta Utara tersebut lancar. Ia juga mengharapkan masyarakat ikut berpartisipasi untuk mensukseskan program yang bertujuan untuk menekan penyebaran wabah difteri tersebut. "Sehingga kita bisa halau bahaya dan ancaman penyakit difteri," ujar Sandi.
Sebagaimana diketahui, Pemprov DKI Jakarta akan melaksanakan program Outbreak Respon Imunization (ORI) untuk wabah difteri, hari ini, Senin (11/12). Pencanangan program tersebut akan dilakukan di SMA N 33 Cengkareng, Jl Kamal Raya No. 54 Cengkareng, Jakarta Barat.
Pihak Kementerian Kesehatan (Kemenkes) juga akan melakukan imunisasi serentak untuk penanganan terkait Kejadian Luar Biasa (KLB) difteri. Imunisasi itu akan dimulai serentak pada pekan depan di DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten.
"Kita imbau masyarakat untuk melaksanakan imunisasi dan KLB ini sebetulnya masih dalam tahap early warning belum sampai tahap wabah. Ini yang harus kita antisipasi jangan sampai mewabah, karena dengan kondisi seperti ini ya harus dilakukan respons Outbreak Response Immunization (ORI) itu harus dilakukan lagi," ujar Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kemenkes Oscar Primadi, Minggu (10/12).
Oscar menambahkan imunisasi difteri itu akan digelar mulai 11 Desember 2017 besok di DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten. Tiga wilayah ini menjadi prioritas karena pertimbangan kepadatan penduduk sehingga penularannya lebih cepat.
"Tahap pertama 11 Desember di 3 tempat Banten, Jawa Barat, dan DKI, karena prioritas melihat kepadatan penduduk, tingkat penularan bisa terjadi lebih cepat. Bukan berarti yang lain tidak tapi yang lain akan dilakukan setelah 2018," jelas Oscar.
Oscar menegaskan imunisasi masih cara yang ampuh untuk menangani difteri. Dia mengibau masyarakat jangan ragu untuk mendatangi Posyandu, Puskesmas, dan fasilitas kesehatan lainnya untuk mendapatkan imunisasi tersebut.
Difteri adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphteriae dan dapat menyebabkan kematian terutama pada anak-anak. "Makanya kita harus cegah dengan imunisasi dulu nggak ada cara lain, harus lengkap, komplit dan tuntas. Datang ke Posyandu, Puskesmas, atau fasilitas kesehatan gratis kok," kata Oscar.
Hingga November 2017, sudah ada 11 provinsi yang melaporkan Kejadian Luar Biasa (KLB) akibat difteri. Kemenkes mencatat sudah ada puluhan orang meninggal akibat difteri. "32 korban meninggal akibat difteri, tersebar (di berbagai daerah) dari Januari sampai November," ujar Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes, Mohamad Subuh. (dtc/mag)Difteri Telah Membunuh 32 Orang dan Menjangkiti 591 orang
Minggu, 10/12/2017 16:42 WIB
JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kejadian Luar Biasa (KLB) akibat difteri yakni penyakit akibat kontaminasi Corynebacterium dinyatakan telah merenggut 32 nyawa di berbagai daerah sejak Januari hingga November.
Menurut Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes, Mohamad Subuh, hingga November 2017, sudah ada 11 provinsi yang melaporkan Kejadian Luar Biasa (KLB) akibat difteri. Sementara daerah yang melaporan adanya serangan difteri ditemukan di 20 propinsi dan 95 kota/kabupaten dengan penderita mencapai 591 orang. Dari lokasi itu juga dilaporakan sudah ada puluhan orang meninggal akibat difteri.
"Sudah 32 korban meninggal akibat difteri, tersebar (di berbagai daerah) dari Januari sampai November," tutur Subuh, Minggu (10/12).
Namun demikian Subuh mengatakan hingga saat ini difteri belum berstatus sebagai wabah. Dia mengacu pada Permenkes 1501 tahun 2010.
"KLB itu beda dengan wabah. KLB itu terjadinya peningkatan kasus atau kasus baru, sebagai warning untuk mencegah terjadinya wabah. KLB itu pengertiannya dalam upaya mencegah supaya tidak wabah," ujarnya.
Subuh mengatakan sebagai langkah pencegahan agar difteri itu tak mewabah, mulai Senin (11/12) besok akan ada imunisasi secara serentak di 3 provinsi. Provinsi itu diadalah DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten. Tiga wilayah ini menjadi prioritas karena pertimbangan kepadatan penduduk sehingga penularannya lebih cepat.
Berikut data penderita dan korban meninggal akibat difteri per Januari-November 2017:
Aceh: 76 kasus, 3 kematian
Banten: 57 kasus, 3 kematian
Jawa Timur: 265 kasus, 11 kematian
Gorontalo: 1 kasus, 0 kematian
Babel: 3 kasus, 2 kematian
Kalimantan Barat: 3 kasus, 1 kematian
Kalimantan Tengah: 1 kasus, 0 kematian
Lampung: 1 kasus, 0 kematian
Sulawesi Selatan: 3 kasus, 0 kematian
Sulawesi Tenggara: 4 kasus, 0 kematian
Sulawesi Tengah: 1 kasus, 0 kematian
Riau: 8 kasus, 0 kematian
Sumatera Barat: 17 kasus, 0 kematian
Sumatera Selatan: 2 kasus, 0 kematian
Sumatera Utara: 2 kasus, 0 kematian
Jawa Tengah: 12 kasus, 0 kematian
DKI Jakarta: 13 kasus, 2 kematian
Jambi: 4 kasus, 0 kematian
Jawa Barat: 117 kasus, 10 kematian. (dtc/rm)