JAKARTA - PT Surya Esa Perkasa, Tbk. (ESSA) melakukan perombakan pengurus perseroan sebagaimana dilansir dalam Keterbukaan Informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Senin, 20 Januari 2020. Kakak Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir yaitu Garibaldi Thohir (Boy Thohir) kini menjabat Komisaris ESSA.

“PT Surya Esa Perkasa, Tbk. telah menerima rekomendasi Dewan Komisaris terkait pengangkatan Bapak Garibaldi Thohir sebagai Komisaris Perseroan dan surat permohonan pengunduran diri Bapak Garibaldi Thohir sebagai Direktur Utama yang kami terima tanggal 20 Januari 2020.”

Perubahan juga terjadi di anak perusahaan ESSA yakni PT Panca Amara Utama (PAU). Namun, perubahan di PAU bukan perombakan pengurus perusahaan melainkan perubahan Anggaran Dasar yang berkaitan dengan maksud dan tujuan serta kegiatan perusahaan.

Berdasarkan Akta PAU perubahan terakhir per 15 Januari 2020 yang diakses oleh Gresnews.com, Rabu (22/1), maksud dan tujuan perusahaan PAU kini menjadi Industri Pengolahan: Industri Bahan Kimia dan Barang dari Bahan Kimia, Industri Bahan Kimia, Industri Kimia Dasar, dan Industri Kimia Dasar Organik yang Bersumber dari Minyak Bumi, Gas Alam, dan Batu Bara.

Bila dibandingkan dengan akta PAU sebelumnya per 22 Februari 2018, maksud dan tujuan PAU adalah Berusaha dalam Bidang Industri dan Kegiatan Konsultasi Manajemen, Menjalankan Usaha di Bidang Industri Kimia Dasar yang Bersumber dari Minyak Bumi, Gas Alam, dan Batu Bara, dan Menjalankan Usaha di Bidang Kegiatan Konsultasi Manajemen Lainnya.

Jabatan Boy Thohir dalam akta perubahan terakhir per 15 Januari 2020 adalah Presiden Komisaris, sama seperti pada akta 22 Februari 2018. Begitu pula susunan pemegang saham PAU masih tetap, yakni:

  1. PT SEPCHEM sebanyak 1.269.918 lembar senilai Rp1,26 triliun;
  2. GENESIS CORPORATION sebanyak 635.530 lembar senilai Rp635,5 miliar;
  3. GULF PRIVATE EQUITY PARTNERS LIMITED sebanyak 213.166 lembar senilai Rp213,1 miliar;
  4. PT SURYA ESA PERKASA, TBK sebanyak 12.500 lembar senilai Rp12,5 miliar;
  5. PT DAYA AMARA UTAMA sebanyak 6.250 lembar senilai Rp6,25 miliar.

Perkara Hukum
Perubahan di dalam tubuh ESSA dan PAU itu terjadi di tengah-tengah mengemukanya perkara hukum antara PAU dan PT Rekayasa Industri (Rekind), anak perusahaan BUMN PT Pupuk Indonesia (Persero), yang berhubungan dengan proyek pembangunan pabrik amoniak Banggai di Kabupaten Luwu, Sulawesi Tengah, senilai kontrak US$507.860.000 (Rp6,9 triliun kurs saat ini). Diduga terjadi tindak pidana penggelapan pabrik dan uang retensi (Jaminan Pemeliharaan) sebesar US$50.786.000 (Rp693 miliar kurs saat ini) serta uang Jaminan Pelaksanaan (Performance Bond) sebesar US$56 juta (Rp764 miliar kurs saat ini).

Rekind sudah melakukan pelaporan di Kepolisian Polda Metro Jaya atas dugaan tindak pidana penggelapan yang dilakukan oleh PAU. Laporan itu terdaftar dengan Tanda Bukti Lapor Nomor: TBL/2705/V/2019/PMJ/Dit.Reskrimum tanggal 2 Mei 2019. Terlapor adalah Presiden Direktur PAU Vinod Laroya dan Wakil Presiden Direktur Kanishk Laroya. Tak hanya membuat Laporan di Polda Metro Jaya, Rekind juga mengirimkan Surat Permohonan Penanganan Kasus Proyek Banggai Ammonia Plant (BAP) itu kepada Kepala Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri melalui Surat Nomor: 192/10000-LT/06/2019 tanggal 11 Juni 2019.

Pencairan Jaminan Pelaksanaan
Salah satu poin penting dalam perkara PAU vs Rekind adalah soal pencairan uang Jaminan Pelaksanaan (Performance Bond) Rekind oleh PAU sebesar US$56 juta (Rp764 miliar). Berdasarkan informasi dan riset yang dilakukan oleh Gresnews.com, PAU mengajukan klaim atas Jaminan Pelaksanaan itu ke Standard Chartered Bank (SCB) pada 15 Mei 2019. Rekind tidak menyetujui pencairan uang itu karena menganggap tidak melakukan wanprestasi atas kontrak proyek dengan PAU. Namun, Bank SCB tetap mencairkan bank garansi kepada PAU pada 21 Mei 2019.

Selain melaporkan pidana penggelapan oleh PAU ke Polda Metro Jaya, ternyata Rekind juga mengajukan gugatan perdata perbuatan melawan hukum di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Di sisi lain, PAU mendaftarkan permohonan penyelesaian sengketa melalui Singapore International Arbitration Center (SIAC) pada 17 Mei 2019.

Utang PAU Proyek Banggai
Bila ditelisik lebih dalam lagi dari Laporan Keuangan ESSA 2018 (Audited), untuk pendanaan proyek pabrik amoniak itu, ESSA menempuh sejumlah skema utang. ESSA dan PT Trinugraha Akraya Sejahtera (TAS) bertindak sebagai sponsor pinjaman dari International Finance Corporation (IFC) yang digunakan PAU untuk pembangunan proyek amoniak.

IFC mensyaratkan Perusahaan dan TAS untuk menjamin ketersediaan dana untuk pembangunan proyek secara kontinyu. Maka pada tanggal 31 Maret 2016, Perusahaan dan TAS menandatangani perjanjian kredit dengan Standard Chartered Bank Singapore. Sehubungan dengan perjanjian ini, Perusahaan mendapatkan fasilitas kredit sebesar US$49.400.000 untuk menjamin pendanaan pembangunan proyek. Surat  kredit hanya akan digunakan apabila terdapat kekurangan biaya apabila semua pinjaman IFC telah digunakan.”


(Sumber tangkapan layar struktur pengendali saham dan pengurus ESSA: www.sep.co.id)

Pada 2014 dan 2015, PAU meneken perjanjian dengan IFC untuk memperoleh pinjaman untuk tujuan pembangunan pabrik amonia. Ada dua jenis perjanjian:

Perjanjian pinjaman A dan B yang diteken pada 5 September 2014 dengan nilai maksimum pinjaman A dan B masing-masing sebesar US$94 juta (Rp1,2 triliun kurs saat ini) dan US$415 juta (Rp5,6 triliun kurs saat ini). Pada 3 Juli 2015, perjanjian diubah dengan menambahkan fasilitas pinjaman kontijensi US$3 juta (Rp41 miliar) dan mengubah jadwal pembayaran pokok dan bunga dimulai pada Oktober 2018. Pada 31 Desember 2018, jumlah pinjaman A dan B yang sudah dicairkan sebesar US$499,35 juta (Rp6,8 triliun).

“Pada tanggal 31 Desember 2018, PAU tidak memenuhi persyaratan pinjaman untuk Current Debt Service Coverage Ratio (DSCR) minimum. Atas pelanggaran persyaratan ini, manajemen mengirimkan surat kepada International Finance Corporation (IFC) tanggal 21 Januari 2019 yang meminta, salah satunya, mengabaikan pasal 5.01 (I) (iii) Perjanjian pinjaman dengan IFC yang mensyaratkan Current DSCR minimum sebesar 1,3. Pada tanggal 8 Pebruari 2019, IFC memberikan konfirmasi persetujuan terhadap permintaan pengabaian waiver tersebut. Manajemen menerima surat pengabaian dari IFC atas pelanggaran Current DSCR pada tanggal 29 Maret 2019. Pada tanggal 31 Desember 2018, Pinjaman kepada IFC tetap disajikan sebagai liabilitas jangka panjang,” demikian tercantum dalam Laporan Keuangan ESSA 2018 (Audited).

Sementara itu, perjanjian pinjaman C diteken pada 10 Desember 2015 dengan nilai maksimum US$27,1 juta (Rp370,5 miliar). Jangka waktu pinjaman C adalah sampai 15 Oktober 2027.

Perkembangan Kasus di Kepolisian
Kepada Gresnews.com, Jumat (17/1), di Markas Polda Metro Jaya, Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus belum bisa memberikan keterangan rinci mengenai perkembangan penanganan kasus yang dilaporkan oleh Rekind. “Beri saya waktu. Nanti saya akan beri tahu,” kata Yusri.

Gresnews.com mengontak Yusri lagi pada hari ini (Rabu, 22 Januari 2020), untuk memperbarui informasi mengenai perkembangan kasus itu, namun belum mendapatkan jawaban. (G-1/G-2)

BACA JUGA: