JAKARTA - PT Delta Merlin Dunia Textile (Duniatex), salah satu grup usaha tekstil terbesar di Indonesia, mengalami gagal bayar atas kewajiban utang. Prahara ini khususnya dialami perusahan terafiliasi, PT Delta Dunia Sandang Tekstil (DDST), atas kewajiban pembayaran utang senilai US$260 juta. Kalangan kreditor perbankan perlu serius menanggapi hal ini lalu mencari penyelesaiannya, salah satunya lewat restrukturisasi.

"Kasus Duniatex ini ibarat snowball effect yang akan berdampak luas ke sektor industri pengolahan tekstil," kata pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira kepada Gresnews.com, Selasa (30/7).

Bhima menambahkan kucuran kredit untuk perusahaan tekstil kakap tersebut nilainya bisa puluhan triliun. Imbas macetnya pembayaran kredit otomatis akan menaikkan risiko kredit macet (NPL) perbankan. Sehingga cara yang paling realistis untuk menekan bom kredit macet adalah restrukturisasi kredit.

Dalam kasus Duniatex ini, pasti memiliki sejumlah aset. Nah, kata Bhima, aset tersebut bisa dijual atau likuidasi aset kemudian dilakukan negosiasi bunga. Sementara cicilan pokok utang bisa diperpanjang. "Jangan sampai masuk KOL 5 alias macet dan tidak bisa ditagih sama sekali,"ungkapnya.

Seperti diketahui, beberapa kreditor mulai berencana melakukan skema restrukturisasi, sebagai salah satu strategi mengatasi utang  Duniatex. Bahkan, beberapa kreditor telah menyampaikan rencana restrukturisasi ini ke publik, salah satunya PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI). Pihak BNI mengungkapkan bahwa benar Perseroan merupakan salah satu kreditor Duniatex Group, dengan total exposure kredit korporasi (termasuk sindikasi) per tanggal 30 Juni 2019 sebesar Rp459 Miliar. Perseroan pun akan melakukan langkah-langkah restrukturisasi fasilitas kredit. "Pada saat yang bersamaan perseroan berupaya untuk melakukan penjualan jaminan dengan menggandeng strategic investor," jelas Corporate Secretary BNI Meiliana dalam keterbukaan informasi perusahaan di bursa. (G-2)

BACA JUGA: