Pengadilan Niaga merupakan pengadilan yang menangani dua masalah sebagai pengadilan penyelesaian sengketa, yaitu, tentang kepailitan dan hak atas kekayaan intelektual (HaKI). Hukum acara yang dipakai oleh Pengadilan Niaga dalam perkara kepailitan pada dasarnya tetap berpedoman pada Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

Hukum acara di Pengadilan Niaga dalam perkara kepailitan agak berbeda dengan hukum acara perdata biasa. Beberapa hal yang khusus dalam perkara kepailitan adalah:

1) Acara dengan surat. Acara perdata di muka Pengadilan Niaga berlaku dengan tulisan atau surat (schiftelijke procedure), berlainan dengan acara yang berlaku di Pengadilan Negeri yang memungkinkan acara lisan (modelinge procedure).

2) Kewajiban dengan bantuan ahli. Undang-Undang Kepailitan dan PKPU mewajibkan bantuan seorang ahli hukum. Hal ini karena di dalam suatu proses kepailitan dimana memerlukan pengetahuan tentang hukum dan kecakapan teknis, perlu kedua pihak yang bersengketa dibantu oleh seorang atau beberapa ahli yang memiliki kemampuan teknis.

3) Hakim pasif. Hukum acara dalam proses kepailitan berpangkal pada pendirian bahwa hakim pada intinya pasif. Hakim hanya mengawasi supaya peraturan-peraturan acara yang ditetapkan dengan undang-undang dijalankan oleh kedua belah pihak.

4) Pembuktian sederhana. Pemeriksaan perkara kepailitan di Pengadilan Niaga berlangsung lebih cepat, hal ini dikarenakan Undang-Undang Kepailitan memberikan batasan waktu proses kepailitan. Selain itu, lebih cepatnya waktu pemeriksaan perkara di Pengadilan Niaga antara lain dipengaruhi oleh sistem pembuktian yang dianut, yaitu bersifat sederhana atau pembuktian secara sumir.

5) Waktu pemeriksaan terbatas. Undang-Undang Kepailitan menentukan Putusan Pengadilan atas permohonan pernyataan pailit harus diucapkan paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah tanggal permohonan pernyataan pailit didaftarkan.

6) Putusan bersifat serta merta. Putusan atas permohonan pernyataan pailit di Pengadilan Niaga dapat dilaksanakan lebih dahulu, meskipun terhadap putusan tersebut masih diajukan upaya hukum.

7) Klausula Arbitrase. Eksistensi Pengadilan Niaga, sebagai Pengadilan yang dibentuk berdasarkan Pasal 280 ayat (1) Perpu No. 1 tahun 1998 memiliki kewenangan khusus berupa yurisdiksi substansif eksklusif terhadap penyelesaian perkara kepailitan. Dengan status hukum dan kewenangan (legal status and power), Pengadilan Niaga memiliki kapasitas hukum (legal capacity) untuk menyelesaikan permohonan pailit.

8) Tidak tersedia Upaya Banding. Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2007 dengan tegas menyatakan bahwa Upaya hukum yang dapat diajukan terhadap putusan atas permohonan pernyataan pailit adalah kasasi ke Mahkamah Agung. Jadi, terhadap putusan pada Pengadilan Niaga tingkat pertama tidak dapat diajukan upaya hukum banding.

HARIANDI LAW OFFICE
hariandilaw.com

BACA JUGA: