Berbicara mengenai kontrak baku akan sangat berkaitan dengan perikatan, yang artinya, kesepakatan satu orang atau lebih untuk mengikatkan diri kepada satu orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan hak dan kewajiban yang sifatnya timbal balik yang disebut prestasi. Prestasi ini dapat berupa memberikan suatu barang, melakukan sesuatu, atau tidak melakukan sesuatu.

Adakalanya suatu perjanjian telah dibentuk terlebih dahulu oleh pihak perusahaan tanpa membuka celah untuk bernegosiasi. Untuk mencapai suatu kesepakatan itulah yang dikenal sebagai standar kontrak atau kontrak baku.
Kontrak baku adalah perjanjian yang isinya telah ditetapkan terlebih dahulu secara tertulis berupa formulir-formulir yang digandakan dalam jumlah tidak terbatas untuk ditawarkan kepada para konsumen tanpa memperhatikan perbedaan kondisi para konsumen.

Standar kontrak dapat dibagi dalam dua macam, yaitu, standar kontrak umum yang langsung diberikan dari kreditur kepada debitur dan standar kontrak khusus yakni standar kontrak yang telah ditetapkan pemerintah baik adanya maupun keberlakuannya.

Standar kontrak ini lahir dari kebutuhan bisnis di masyarakat dan memiliki keabsahan yang sama dengan perjanjian pada umumnya. Standar kontrak ini sering dijumpai dalam hal perjanjian asuransi, perjanjian menggunakan jasa transportasi, pembuatan rekening di bank dan lain-lain.

Dengan ditetapkannya klausul-klausul baku secara sepihak (perusahaan asuransi, bank, perusahaan jasa transportasi) bukan tidak mungkin ketentuannya akan lebih menguntungkan pihak perusahaan dan merugikan konsumen.

Namun demikian UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 18 ayat (1) menyatakan pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausul baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila:

  1. Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;
  2. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen;
  3. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen;
  4. Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran;
  5. Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;
  6. Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi objek jual beli jasa;
  7. Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;
  8. Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.


(2) Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausul baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti.

(3) Setiap klausul baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dinyatakan batal demi hukum.

(4) Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausul baku yang bertentangan dengan undang-undang ini.

HARIANDI LAW OFFICE

BACA JUGA: