Pada Rabu, 12 Agustus 2015, Presiden Joko Widodo melakukan perombakan (reshuffle) kabinet. Presiden Joko Widodo telah mengganti lima posisi menteri ditambah sekretaris kabinet. Reshuffle sendiri dimaksudkan untuk mengoptimalkan kinerja pemerintahan. Apa dasar hukum presiden melakukan reshuffle kabinet?

Pasal 17 Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan:
(1) Presiden dibantu oleh Menteri-Menteri Negara.
(2) Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
(3) Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.

Melihat pasal di atas, maka presiden dalam bekerja dibantu oleh menteri-menteri negara. Presiden memiliki hak untuk mengangkat dan memberhentikan para menteri. Pengangkatan menteri oleh presiden merupakan hak prerogatif presiden.

Hak Prerogatif Presiden dapat diartikan sebagai kekuasaan mutlak Presiden yang tidak dapat diganggu oleh pihak lain. Secara teoritis, hak prerogatif diterjemahkan sebagai hak istimewa yang dimiliki oleh lembaga-lembaga tertentu yang bersifat mandiri dan mutlak dalam arti tidak dapat digugat oleh lembaga negara yang lain. Dalam sistem pemerintahan negara-negara modern, hak ini dimiliki oleh kepala negara baik raja ataupun presiden dan kepala pemerintahan dalam bidang-bidang tertentu yang dinyatakan dalam konstitusi. Hak ini juga dipadankan dengan kewenangan penuh yang diberikan oleh konstitusi kepada lembaga eksekutif dalam ruang lingkup kekuasaan pemerintahannya. Hak Prerogratif merupakan hak yang melekat pada diri seorang Presiden secara penuh dan tidak memerlukan persetujuan dari pihak atau lembaga lain dalam penggunaannya.

​Dalam beberapa hal, presiden dalam menggunakan hak prerogatifnya harus memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) maupun Mahkamah Agung (MA). Namun, sekalipun harus ada pertimbangan- pertimbangan, akan tetapi pertimbangan tersebut tidaklah mengikat dan tidak mutlak mempengaruhi hak penuh presiden sendiri. Adanya ketentuan untuk meminta pertimbangan terlebih dahulu terhadap beberapa hak mutlak Presiden, semata-mata untuk menghindari terjadinya penyalahgunaan wewenang dan keputusan yang diambil lebih bersifat transparan dan relevan. Salah satu kemungkinan yang terjadi yaitu pemilihan Duta Besar dan Konsul yang seringkali dianggap sebagai “hadiah” atau “pengasingan” bagi tokoh-tokoh bangsa sebagaimana terjadi sebelum adanya Amandemen UUD 1945. Dengan adanya hal tersebut, walaupun Presiden mempunya hak prerogatif tetapi tetap ada rambu-rambu konstitusional yang harus ditaati.

DISCLAIMER: Rubrik Konsultasi dan Tips Hukum ditujukan untuk memberikan pengetahuan umum tentang persoalan hukum sehari-hari dan tidak digunakan untuk kepentingan pembuktian di peradilan. Rubrik ini dikelola oleh advokat dan penasihat hukum.

BACA JUGA: