JAKARTA, GRESNEWS.COM – Masyarakat Indonesia dianggap terlampau fobia menghadapi hal baru, sehingga penerapan Kurikulum 2013 (K13) pun banyak menuai pro dan kontra pada awal uji coba. Padahal, K13 memiliki banyak keunggulan yang walaupun belum sempurna namun paling tidak dianggap mampu meningkatkan kemampuan metakognitif anak Indonesia yang selama ini dinilai kurang.

Dalam penerapan K13 terdapat banyak gejala tuntutan perubahan, dimana jika tidak ada kesiapan untuk berubah maka yang terjadi stagnasi seperti sekarang. “K13 memang tidak langsung sempurna, tapi saya tidak setuju dikatakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) lebih baik,” ujar Rhenald Kasali, Pendiri Rumah Perubahan dalam diskusi bertajuk “Mau dibawa Kemana Pendidikan Kita?” di Warung Daun, Cikini, Sabtu, (13/12).

Sebab, menurutnya setiap kurikulum yang diterapkan mempunyai kekurangan dan kelebihannya masing-masing. KTSP dianggapnya terlalu banyak berfokus pada aspek kognitif semata. Sedang ketika aspek kognitif sudah maju, masalah spiritualisme diabaikan dan menjadi bermasalah, K13 muncul sebagai penyeimbang kesemuanya.

Misalnya saja penghapusan mata pelajaran tertentu seperti Telekomunikasi, Informasi, dan Komunikasi (TIK), banyak guru TIK marah dan mengamuk karena mata pelajarannya dihapus. Mereka menganggap di era modern serba gadget ini diperlukan mata pelajaran untuk mendukung kemampuan berteknologi siswa.

Padahal pada kenyataannya ketika ditanyakan langsung pada objek pengajaran, mereka menganggap TIK tidak penting dan bisa dipelajari sendiri sebab yang diajarkan hanya masalah dasar dan pengertian-pengertian alat-alat penyokong. “Investasi kita sudah terlampau besar untuk K13, bangsa ini harus mau berubah. Jadi kurikulum ini akan dikoreksi dan diperbaiki,” ujarnya.

Proses belajar dan beradaptasi memang diakuinya tidak mudah dan amat menjenuhkan. Namun, secara bijaksana harus dilihat persaingan generasi selanjutnya akan semakin ketat dengan dibukanya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Dalam perbandingan bersama anak Malaysia saja, untuk mendapatkan gelar sarjana mereka hanya perlu mengambil 120 SKS, sedang Indonesia butuh sekitar 140 SKS.

“Paradigma kita masih berdasar lebih berat lebih baik, akibatnya anak tidak fokus, UAN 6 mata pelajaran siswanya kesurupan,” sindirnya.

Kurikulum yang dilahirkan menjelang akhir jabatan Presiden SBY ini dianggap mampu mengurangi beban siswa. Namun, generasi tua Indonesia tidak pernah mau keluar dari zona nyaman. Apapun yang keluar dari kewajaran akan ditentang, dikatakan kurang persiapan dan terburu-buru.

Padahal, persiapan K13 ini sudah dilakukan mulai tahun 2010 lalu. Sudah empat tahun berjalan K13 masih belum sempurna hasilnya, sehingga perlu adanya koreksi dari banyak pihak, bukan untuk mempericuh suasana. “Mari kita berani hadapi perubahan, tidak mudah memang, namun jika mampu melewati maka hasilnya akan memuaskan,” bujuknya.

Mengutip hasil penelitian salah satu pemenang Nobel Ekonomi, Rhenald mengatakan, pendidikan tidak bisa memutus mata rantai kemiskinan. Hanya sekolah yang berhasil punya kecerdasan metakognitif lah yang berhasil memutus mata rantai tersebut. “Anak-anak kita ini tidak fokus, kecerdasan membangun hubungan dengan orang lain kurang,” bebernya.

Ia menceritakan, bagaimana dua orang profesor berdebat hanya karena fungsi perkalian, seorang anak di bawah umur yang menyetir mobil dan membunuh banyak orang, serta mahasiswa S2 yang bersekolah di kampus ternama begitu mudahnya mengucapkan kata-kata kasar. Itu semua dianggap sebagai ketidakseimbangan antara kognitif dengan metakognitif.

Hal serupa juga dibenarkan Abduh Zen, Pemerhati Pendidikan dalam kesempatan yang sama, untuk maju tentu suatu bangsa butuh perubahan. Dalam prediksinya memang K13 butuh paling cepat sekitar 3 tahun untuk pengimplementasian penuh.

Namun, yang terpenting dalam jangka waktu tersebut kualitas guru sudah diperbaiki.Sebab kurikulum dalam kualitas pembelajaran hanya ambil andil sekitar 5-15 persen, sedang partisipasi guru mencakup hingga 30 persen. “Percuma saja kurikulumnya bagus kalau gurunya tidak bisa mengajar dengan baik,” katanya.

Pemberlakuan Kurikulum 2013 belakangan menimbulkan prokontra sebagian menolak pemberlakuan tersebut dengan berbagai alasan. Bahkan Menteri Kebudayaan dan Pendidikan Menengah Anies Baswedan hingga mengeluarkan Keputusan Nomor: 179342/MPK/KR/2014 tentang pemberhentian Kurikulum 2013. Keputusan tersebut menimbulkan suka cita kelompok Gerakan Masyarakat Peduli Pendidikan (GMPP) yang sejak awal menolak pemberlakuan Kurikulum baru tersebut.

Namun pemberlakuan kurikulum tersebut juga tak sedikit yang mendukung. Sebagai misal 38 Kepala Dinas Pendidikan se-Jawa Timur sepakat untuk tetap melanjutkan penerapan Kurikulum 2013. Alasanya jika Pemerintah pusat tetap menghendaki KTSP, maka akan ada dampak terhadap anggaran bagi daerah yang tetap memakai K-13, terutama anggaran untuk pembelian buku dan peningkatan mutu guru.

BACA JUGA: