JAKARTA, GRESNEWS.COM – Kementerian  Kebudayaan dan Pendidikan Dasar dan Menengah membantah anggapan beberapa pihak telah menghentikan penerapan Kurikulum 2013 (K13). Menurut surat edaran menteri tertanggal 5 Desember 2014, kurikulum ini tetap dilanjutkan namun secara bertahap pada sekolah-sekolah tertentu untuk perbaikan hasil.

Mengacu pada surat tersebut, sekitar enam ribu sekolah yang sudah menerapkan K13 selama tiga semester dipersilakan melanjutkan kurikulum tersebut. Sedang sisanya yang baru menerapkan sekitar satu semester diperbolehkan kembali pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

"Kurikulum ini dilanjutkan secara terbatas, sembari menunggu persiapan implementasi yang lebih baik," ujar Ibnu Hamad, Juru Bicara Kemenbuddikdasmen dalam diskusi bertajuk ´Mau dibawa Kemana Pendidikan Kita?´ di Warung Daun, Cikini, Sabtu, (13/12).

Poin selanjutnya, bilamana terdapat sekolah yang selama tiga semester sudah menerapkan K13 namun tidak sanggup melanjutkan diperbolehkan kembali ke KTSP. "Begitu pula sebaliknya jika terdapat sekolah yang baru menerapkan K13 selama satu semester namun sudah merasa mampu meneruskan maka dipersilahkan melapor ke Kemendikbud," ujar Hamad menambahkan.

Sebab menurutnya setelah dilakukan evaluasi ternyata banyak buku-buku K13 yang belum sampai seratus persen pada sekolah-sekolah di pedalaman. Pun juga kesiapan para guru yang dinilai kurang, berbanding terbalik pada target penerapan pada tahun 2015 di seluruh Indonesia. "Sehingga ke-enam ribu sekolah inilah yang lebih difokuskan penerapannya," ujarnya.

Sembari menunggu pematangan, para siswa tentu harus tetap belajar dan berkiblat pada salah satu kurikulum. "Kurikulum kita tak akan mundur, semua akan menerapkan K13 namun dengan masa transisi yang lebih panjang," kata Abduh Zen, pemerhati pendidikan dalam kesempatan yang sama.

Proses distribusi buku yang tidak merata, dan kurangnya kualitas guru secara kasat mata dianggap hanyalah masalah teknis semata. Namun, di balik itu semua terdapat persoalan subtantif dimana tak ada keselarasan ide dengan desain kurikulum yang diimplementasikan pada isi buku. "Sehingga menyebabkan kebingungan para pembacanya, yang berpengaruh pada kualitas guru," ujarnya.

Ia mengakui K13 banyak sisi positif yang bisa diambil, namun tidak dijalin  dengan koherensi dan penggodokan yang baik. Sehingga menghasilkan output yang tidak maksimal pula yang dilihat orang hanya sebagai masalah teknis semata. "Substansi ini yang harus diubah, bukan dihentikan melainkan direvisi," kata Abduh.

BACA JUGA: