GRESNEWS.COM - Buruh yang tergabung dalam Komite Aksi Jaminan Sosial Majelis Pekerja Buruh Indonesia (KAJS-MPBI) terus mempersoalkan kategori Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan yang jumlahnya dipatok oleh pemerintah sebanyak 86,4 juta jiwa tahun ini. Mereka berpendapat jumlah yang seharusnya tercakup adalah 150 juta jiwa.

"Masyarakat yang berpenghasilan sama dengan atau lebih kecil dari upah minimum adalah termasuk kategori PBI," kata Sekretaris Jenderal KAJS-MPBI Said Iqbal kemarin di Jakarta.

Said mengatakan anggaran kesehatan yang besarnya adalah 5% dari APBN atau setara Rp75 triliun pada 2013 mencukupi untuk mencakup pembiayaan PBI berjumlah 150 juta jiwa bukan 86,4 juta jiwa. "Pemerintah telah bertindak sewenang-wenang dan arogan terhadap hak konstitusi rakyat dengan berlindung di balik alasan anggaran dan fiskal," ujarnya.

Ketentuan mengenai PBI itu diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2012 sebagai bagian dari pelaksanaan UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) pada 1 Januari 2014. PP PBI itu menentukan PBI Jaminan Kesehatan adalah fakir miskin dan orang tidak mampu sebagai peserta program jaminan kesehatan. Fakir miskin adalah orang yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan/atau mempunyai sumber mata pencaharian tetapi tidak mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi kehidupan dirinya dan/atau keluarganya. Sementara orang tidak mampu adalah orang yang mempunyai sumber mata pencaharian, gaji atau upah, yang hanya mampu memenuhi kebutuhan dasar yang layak namun tidak mampu membayar Iuran bagi dirinya dan keluarganya.

Mengenai PBI juga diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan.

Menteri Keuangan Agus Martowardojo telah menetapkan iuran (sejumlah uang yang dibayar secara teratur oleh peserta, pemberi kerja, dan/atau pemerintah) PBI sebesar Rp15.500/bulan. Jumlah yang tercakup sebagai peserta PBI 86,4 juta jiwa. Menkeu beralasan angka kepesertaan itu sudah disepakati dalam rapat koordinasi beberapa kementerian yang terkait dengan mengunakan basis data dari APBN.  

Dimintai pendapatnya secara terpisah, Juru Bicara Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Dita Indah Sari mengatakan hak yang diminta oleh buruh adalah supaya penerima upah minimum dimasukkan dalam kategori PBI. "‎Sehingga bagi buruh bergaji upah minimum dan di bawah upah minimun, iurannya harus dibayar pemerintah. Hal itulah yang menjadi penyebab mengapa jumlah penerima PBI menjadi 150 juta jiwa," kata Dita kemarin di Jakarta.

Namun, Dita menambahkan aspirasi tersebut bukan merupakan aspirasi seluruh pekerja. "Dalam rapat tim kecil tripartit, mayoritas wakil serikat pekerja sudah setuju untuk turut membayar iuran karena ini merupakan amanat UU SJSN," ujarnya.

Namun, tambah Dita, soal berapa besar iuran dari buruh itu, mereka minta agar persentasenya tidak memberatkan. "Artinya, kalau sudah ada kesepakatan begini, maka PBI akan diperuntukkan bagi mereka yang betul-betul miskin, para pengangguran, fakir miskin sementara buruh tetap dikenakan kewajiban membayar iuran jaminan pelayanan kesehatan dan lain-lain. Ini amanat undang-undang bukan akal-akalan pemerintah," katanya.

Kendati demikian Dita memahami terdapat kemunduran jika dibandingkan dengan UU Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek dimana iuran Jaminan Pelayanan Kesehatan dibayar oleh pengusaha. "Buruh tidak ikut iuran," ujarnya. (DED/GN-01)



BACA JUGA: