JAKARTA - Ketua Umum PP Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Ali Masykur Musa mengatakan, ekonomi Indonesia mengalami pertumbuhan yang cukup positif, namun belum berkualitas karena tidak bertumpu pada sektor riil penghasil barang yang bersifat padat karya, sehingga memunculkan efek ganda pengangguran dan ketimpangan.

"Pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih banyak digerakkan oleh sektor jasa dan keuangan yang berpusat di kota-kota besar," ujar Musa di Jakarta, Senin (29/10).

Musa menegaskan, pengangguran terjadi karena adanya jarak (gap) pertumbuhan angkatan kerja dengan rendahnya lapangan kerja yang dapat diserap sektor formal.

Dia menambahkan faktor tersebut menyebabkan banyaknya orang yang bekerja di sektor informal hanya untuk bertahan hidup. "Menurut BPS pada tahun 2012 jumlahnya mencapai angka 70,7 juta penduduk (62,71 persen)," kata Musa.

Lebih jauh dia mengatakan, dampak lanjutan adalah melebarnya jurang ketimpangan distribusi kesejahteraan yang ditandai dengan indeks gini ratio yang naik 0,33 pada tahun 2004 menjadi 0,41 tahun 2011.

"PDB perkapita memang naik, tetapi kenaikan ini disumbang oleh 20 persen pemilik modal yang menguasai 48 persen kekayaan nasional," ungkap Musa.

Sementara 40 persen lapisan terbawah hanya menguasai 16 persen kekayaan nasional.

Dengan kata lain, lanjut Musa pertumbuhan ekonomi lebih banyak dinikmati oleh 20 persen kelompok teratas dari piramida ekonomi nasional dan hanya sedikit yang dinikmati oleh 40 persen lapisan terbawah.

BACA JUGA: