JAKARTA - Dua media internasional, Bloomberg dan The Business Times, memuji kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang telah memasuki periode kedua.

Menurut Bloomberg di bawah kepeimpinan Presiden SBY, Indonesia memajukan perekonomian, mengurangi terorisme, memangkas peran militer di masyarakat, dan menghancurkan mesin korupsi yang dibangun Suharto selama hampir 32 tahun berkuasa.

Presiden SBY juga dianggap berada dibalik munculnya pujian negara-negara OECD (Organization for Economic Co-operation and Development atau Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan) terhadap keberhasilan negara-negara Asia Tenggara melewati terpaan krisis global.

"Itu benar-benar merupakan pengakuan seberapa jauh Indonesia telah berperan dalam delapan tahun ini," tulis Bloomberg, kemarin.

OECD memperkirakan pertumbuhan Indonesia mencapai 6,4 persen dari 2013-2017, sama dengan angka dalam dua dekade sebelum krisis Asia 1997-1998. Kinerja tersebut turut melambungkan nama SBY pada KTT ASEAN di Kamboja, yang dihadiri oleh Presiden AS Barack Obama.

Presiden SBY juga dipandang berada di balik kekuatan negara-negara ASEAN. Dia telah menunjukkan peran negarawan senior Asia, berbicara tentang Muslim Rohingya (kelompok Muslim minoritas di Myanmar), dan krisis di Timur Tengah. Di Phnom Penh, SBY jadi pusat perhatian Asia ketika ia meminta Obama menekan Israel untuk mengakhiri serangan udara di Jalur Gaza.

Sementara Business Times menyoroti masa depan Indonesia paska kepemimpinan SBY. Pemilihan presiden tahun 2014, di mana SBY tidak dapat mencalonkan diri lagi, dikhawatirkan bisa menimbulkan ketidakstabilan ekonomi Indonesia, yang merupakan negara terbesar di Asia Tenggara dengan lebih dari 17.000 pulau, 300 kelompok etnis, dan 742 bahasa dan dialek.

Media ini menyoroti sejumlah perubahan paska berakhirnya kekuasaan Soeharto di Indonesia pada 1998. Derasnya arus investasi yang masuk ke Indonesia tanpa diimbangi oleh kuatnya komitmen politik di tingkat lokal, telah menyebabkan ketergantungan Indonesia pada ekspor barang mentah khusus pertambangan tanpa ada nilai tambah, sebelum akhirnya kemudian Pemerintah mengeluarkan aturan larangan ekspor biji mineral.

Penurunan harga komoditas ekspor, sebut Buiness Times telah menjadi kekhawatiran baru Indonesia, harga batubara yang turun hingga 36 persen di pasar dunia, tidak akan memiliki banyak dampak langsung terhadap perekonomian, meskipun Indonesia adalah eksportir batubara termal terbesar. Namun ekspor batubara hanya mewakili sekitar 4 persen dari PDB.

Yang lebih mengkhawatirkan adalah penurunan harga kelapa sawit hingga 14 persen, mengingat sektor ini mempekerjakan sekitar 4 juta penduduk Indonesia, menurut Citigroup, sebagian besar dari mereka di bagian termiskin dari Nusantara. Demikian juga dengan kenaikan harga minyak hingga 5 persen, mengingat sebagai negara eksportir minyak, Indonesia juga mengimpor minyak.

"Kombinasi dari kenaikan biaya bahan bakar dan impor baik modal terhadap permintaan ekspor yang lebih rendah, serta subsidi BBM yang mencapai 50 persen, telah menjadikan Indonesia menjadi negara dengan defisit terbesar dalam 16 tahun terakhir," tulis Business Times yang mengingatkan, bahwa mata uang rupiah juga turun 8 persen dibanding tahun lalu.

Tapi ini bukan suatu keadaan asing ke Indonesia, yang sering tampaknya kesukaran dari satu krisis ke krisis yang lain. Terbukti, sejak 1998, ekonomi Indonesia berkembang jauh. Nilai PDB 24 persen, dan meskipun banyak rintangan investasi, pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mencapai rata-rata 5,5 persen dalam dekade terakhir, pengangguran menurun drastus sejak tahun 2005, dan pendapatan per kapita telah meningkat empat kali lipat, menjadi sekitar 3.500 dollar AS.

Lebih banyak perusahaan yang pindah ke Indonesia untuk mengambil keuntungan dari salah satu populasi terbesar di Asia, dan termuda. Investasi asing langsung (FDI) pulih pada kuartal kedua menjadi 3,9 miliar dollar AS setelah dua penurunan berturut-turut. Pembuat mobil Jepang, diboikot di Cina, memperluas produksi di Indonesia. Unilever sedang merencanakan pabrik pengolahan minyak kelapa dan kedua Foxconn Electronics dan Samsung memiliki rencana untuk mengalihkan produksi beberapa negara.

Jadi, ketika Presiden Yudhoyono mengakhiri masa jabatannya pada tahun 2014, ia akan menandai stabilitas Indonesia, menjadi presiden pertama yang dipilih secara langsung untuk melayani bukan hanya satu tapi dua istilah, dan menyerahkan kekuasaan secara damai kepada penggantinya dipilih langsung.

SUMBER: SETGAB.GO.ID

BACA JUGA: