Mendapat remisi karena banyak membaca buku? Why not? Itulah yang diterapkan lembaga pemasyarakatan di Brasil. Solusi yang cukup menarik itu ditawarkan pihak berwenang di Brasil, agar setelah keluar dari penjara, para narapidana mendapatkan sesuatu yang lebih berkualitas.

Para napi diberi kesempatan membaca satu buku selama empat minggu, lalu hasilnya dituangkan dalam bentuk esay, dengan prinsip penulisan dan pelaporan sesuai standar penilaian disana. Program tersebut dinamai "Pengampunan lewat Membaca" sekaligus memasyarakatkan budaya membaca di kalangan napi.

Lantas bagaimana dengan Indonesia? Pakar Pakar Hukum Universitas Sam Ratulangi, Toar Palilingan mengatakan itu merupakan terobosan menarik. Selain mendidik, juga memperkecil pengeluaran duit rakyat. Sebenarnya di Indonesia pun tak kalah bagus.

"Para narapidana diberikan program pendidikan dan pelatihan di bidang pertanian, teknik, dan kerajinan tangan. Namun apakah itu semua dijalani dengan baik? Karena semua program itu diambil dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN)," ungkap Toar kepada Gresnews.com, Rabu (4/7).

Terlebih makin lama jumlah napi makin banyak. Belum lagi mereka yang menjadi residivis, alias keluar penjara malah semakin hebat ´karir´ kriminalnya. Sehingga sebenarnya efektifkah uang negara yang dikucurkan untuk program tersebut? "Perlu ada investigasi khusus untuk hal ini, supaya negara tidak buang-buang negara."

Namun di luar itu, Toar juga ikut memberi masukan bagi peningkatan kualitas napi di Indonesia, agar setelah keluar dari penjara dan terjun ke masyarakat, mereka menjadi lebih berguna. "Bila mahasiswa punya program magang, napi pun sebenarnya bisa diikutkan magang dengan pengawasan," ungkapnya.

BACA JUGA: