Jakarta - LSM penggiat HAM Imparsial menilai penanganan konflik sosial dengan membentuk regulasi RUU Penanganan Konflik Sosial (RUU PKS) bukanlah solusi. Kehadiran regulasi baru ini sebaliknya justru berpotensi menimbulkan persoalan baru dalam penanganan konflik.

"Kesan yang muncul bahwa RUU ini semata ditujukan untuk menciptakan stabilitas dan kepentingan pembangunan,"ujar Direktur Program Imparsial Al Araf, di Jakarta, Kamis (17/11).

Hal tersebut menurut Al Araf, cenderung terlihat untuk kepentingan pengamanan investasi modal baik asing atau dalam negeri.

Peran TNI
Selain itu, RUU ini cenderung menunjukkan bahwa ada kesan pemerintah untuk lepas dari tanggungjawab dan juga mengandung bias ´sekuritisasi´ karena dengan mudahnya Pemda dapat melibatkan TNI dalam penanganan konflik sosial.

"Padahal pelibatan TNI dalam operasi militer selain perang hanya bisa dilakukan atas dasar keputusan otoritas politik negara yaitu Presiden, bukan kepala daerah," ungkap Al Araf.

Al araf juga menilai RUU PKS, sangat potensial menimbulkan masalah baru. Pasalnya, berpotensi menimbulkan tumpang tindih fungsi, tugas dan kewenangan antar instansi pemerintah, baik itu horizontal maupun vertikal. Selain itu mengabaikan pentingnya penegakan hukum, berpotensi menyuburkan impunitas, melanggar hukum tata negara atau darurat, menimbulkan masalah dalam tata hubungan kewenangan antara pusat dan daerah terkait bidang keamanan, mengacaukan tata kelola keuangan negara antara TNI-Polri.

Sementara itu, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI mengajukan rancangan UU PKS yang rencananya akan dimasukan sebagai bagian dari inisiatif DPR RI. RUU PKS akan menjadi payung regulasi dalam menangani konflik sosial ditengah masyarakat.

BACA JUGA: