JAKARTA, GRESNEWS.COM – Penggalangan donasi di tempat-tempat perbelanjaan modern seperti Alfamart mulai dipersoalkan. Pendonasian dana yang masif di seluruh outlet Alfamart dan sejumlah minimarket modern ini diduga mencapai miliaran. Namun pertanggungjawaban donasi itu dipertanyakan. Sebab publik selama ini tak pernah tahu ke mana donasi tersebut disalurkan. Sulit memperoleh informasi tentang nasib dana yang didonasikan. Padahal, meski donasinya kecil, perusahaan pengumpul donasi harus melaporkan kepada setiap donatur.

Seorang warga warga Ciputat, Tangerang Selatan, bernama MS Wibowo menceritakan, ia rela memberikan uang kecil kembaliannya senilai Rp300 atau Rp100 untuk didonasikan. Petugas kasir menyebutkan donasi ini merupakan kerjasama Alfamart dengan salah satu penyalur bantuan untuk orang miskin. Hanya saja ia mengeluhkan ketidaktransparanan pengelolaan dana tersebut.

"Tapi donasinya tidak tercantum di struk. Saya lihat itu dicatat di kertas Rp200 atau Rp300. Lama-lama saya lihat tiap kali ditawarin untuk disumbangkan saya tidak apa-apa. Tapi saya pikir-pikir juga tiap transaksi harusnya ada di struk, ini tidak pernah ada di struknya," ujar Bowo kepada gresnews.com, Senin (10/8).

Ia menambahkan, tawaran untuk mendonasikan kembalian biasanya dilakukan petugas kasir setelah transaksi dan struk belanjaan keluar. Selanjutnya, meskipun jumlah donasi yang sering ia berikan jumlahnya kecil, tapi belakangan sama sekali tak ada publikasi laporan pertanggungjawaban. Sementara ia sebenarnya bertanya-tanya ke mana saja uang kembalian yang ia donasikan selama ini.

Bowo berpendapat setidaknya ada publikasi dan transparansi dari donasi yang ia dan konsumen lainnya berikan. Sebab, menurutnya, jika menyumbangkan Rp200 dan dikalikan sejuta orang tiap harinya maka jumlah donasi tersebut bisa mencapai Rp200 juta per hari saja. Paling tidak dalam publikasi transparansi donasi dicantumkan berapa banyak donasi yang didapat per bulan atau per tahun dan disumbangkan ke mana.

Meski penasaran dengan tidak adanya laporan pertanggungjawaban, namun Bowo mengaku belum pernah mencoba mencari tahu sendiri perihal ini langsung ke pihak Alfamart ataupun website Alfamart. Tapi ia juga merasa Alfamart tidak terlalu mempublikasikan websitenya dan tidak terpikir sampai ke situ.

Saat ditanya pernahkah ia meminta petugas memperlihatkan laporan pertanggungjawaban donasi, ia mengaku psikologi pembeli sudah terlanjur malas untuk menanyakan hal itu. Apalagi biasanya banyak konsumen lainnya yang mengantri untuk membayar belanjaan. Kini, setiap Bowo berbelanja ke Alfamart, ia selalu menyiapkan uang recehan agar kembaliannya bisa ia ambil. Sehingga kini ia tak lagi mendonasikan uang kembaliannya.

"Kadang saya merasa donasi itu meskipun ditawarkan tapi kesannya memaksa. Karena ketika kita tidak mau donasi. Mereka sering tidak menyediakan kembalian. Jadi ya kalau kita tidak sediakan Rp300 atau Rp200, ya terpaksa harus didonasikan," lanjut Bowo.

Bowo menambahkan sebenarnya sama sekali tidak keberatan ketika harus memberikan donasi sekadar Rp300 ketika jelas tujuan donasinya. Persoalannya donasi yang kerap ia berikan tidak tertera di struk pembelian dan tidak jelas didonasikan kemana. Menurutnya, ketika transparansi tidak ada dalam penarikan donasi ini, ia ragu masyarakat bisa percaya dengan tawaran donasi seperti itu. Ujung-ujungnya seperti dirinya yang tidak mau memberikan donasi lagi dan lebih memilih mambawa recehan untuk uang kembalian.

"Meski menyediakan uang kembalian itu sebenarnya kewajiban penjual dan hak saya sebagai konsumen mendapatkan kembalian yang sesuai," tutur Bowo. Gresnews.com telah mencoba mengkonfirmasi pihak Alfamart terkait hal ini, tapi pihak yang bersangkutan belum memberikan jawaban.

LANDASAN HUKUM DONASI - Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sudaryatmo menjelaskan regulasi penggalangan donasi berada di Kementerian Sosial (Kemensos). Sehingga setiap lembaga yang mengumpulkan donasi harus memiliki izin. Lalu prinsip donasi bersifat sukarela atau tidak ada paksaan. Selanjutnya, tiap donatur berhak mendapatkan laporan tentang penggunaan dana.

"Apakah sesuai dengan peruntukkan ketika donasi dikucurkan atau tidak. Misalnya donasi untuk korban banjir harus dijelaskan korban banjirnya berapa dan di daerah mana," ujar Sudaryatmo saat dihubungi gresnews.com, Senin (10/8).

Ia melanjutkan regulasi pendonasian lainnya maksimal biaya operasional hanya 10 persen dari donasi yang digalang. Sehingga tidak boleh dana donasi habis untuk biaya operasional dan orang yang mendapatkan donasi hanya sebagian kecil. Lalu laporan donasi juga harus diaudit oleh akuntan publik. Karena itu tidak sembarang orang bisa mengumpulkan dana publik.

Regulasi mengenai donasi ini tercantum dalam Peraturan Pemerintah bahwa setiap lembaga penggalang donasi harus mendapat izin dari Kemensos untuk skala nasional dan izin dari dinas sosial untuk skala daerah. Salah satu syarat izin bagi perusahaan yang ingin menggalang dana publik, perusahaan harus menggunakan rekening khusus dan tidak boleh menggunakan rekening PT. Sebab ketika menggunakan rekening PT dikhawatirkan dana donasi bercampur dengan dana perusahaan.

Berdasarkan penelusuran gresnews.com, penggalangan donasi memang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan (PP 29/1980). Pasal 3 ayat (1) PP tersebut menyebutkan usaha pengumpulan sumbangan dilakukan oleh organisasi dan berdasarkan sukarela tanpa paksaan langsung atau tidak langsung.  

Lalu dalam Pasal 4 diatur tujuan pengumpulan sumbangan untuk menunjang kegiatan dalam bidang sosial, pendidikan, kesehatan, olahraga, agama, kebudayaan, dan bidang kesejahteraan sosial lainnya. Dalam Pasal 5 disebutkan sejumlah cara untuk menggalang sumbangan mulai dari mengadakan pertunjukkan, bazaar hingga permintaan secara langsung pada yang bersangkutan secara tertulis maupun lisan.  Sesuai dengan penjelasan Sudaryatmo, dalam Pasal 6 PP tersebut diatur pembiayaan usaha pengumpulan sumbangan sebanyak-banyaknya 10 persen dari hasil pengumpulan sumbangan.

PERTANGGUNGJAWABAN HARUS JELAS - Melalui dasar izin tersebut, penyelenggara donasi harus membuat laporan kepada Kemensos. Lalu penyelenggara juga harus memastikan semua donatur terinformasikan terhadap laporan pertanggungjawaban donasi tersebut. Sehingga publikasi laporan pertanggungjawaban donasi tidak cukup hanya ditampilkan di website penggalang donasi.

"Penggalangan donasi tidak apa-apa sepanjang aturannya diikuti," tutur Sudaryatmo.

Terkait yang dialami Bowo bahwa donasi tidak tercantum dalam struk belanja, Sudaryatmo menegaskan bahwa pemberian donasi seharusnya masuk di dalam struk belanja. Kalau tidak masuk dalam  struk belanja hal itu bisa dipertanyakan pertanggungjawabannya.

Ia mencontohkan meskipun donatur hanya menyumbangkan Rp100, jika donatur meminta laporan maka penggalang dana harus memberikan laporan pertanggungjawabannya.

Sehingga jika tidak bisa membuat laporan pertanggungjawaban maka, menurut dia,  sebaiknya jangan menggalang dana publik. Diakui Sudaryatmo di Indonesia belum ada lembaga yang memberikan sertifikasi bagi lembaga yang mengumpulkan dana publik. Berbeda dengan di Inggris yang terdapat aturan bagi lembaga pengumpul dana publik, maka harus diaudit lebih dulu.

Lalu ada lembaga yang membuat rating lembaga publik yang kredibel. Sehingga ketika menyumbang, terdapat laporan yang jelas soal pemanfaatan donasi untuk orang yang membutuhkan dan bukan untuk lembaga penggalang donasi bersangkutan.

Lalu soal jangka waktu penggalangan donasi, Kemensos mengatur izin penggalangan dana hanya tiga bulan. Kalau perusahaan bersangkutan ingin menggalang dana lagi maka pada bulan ketiga harus meminta izin lagi pada Kemensos. Tujuan izin tersebut agar ada laporan pertanggungjawaban tiap tiga bulan.

"Mestinya kalau ada donasi dicantumkan perizinan dari kementerian sosial. Walaupun di ritel dia menggalang donasi kerjasama dengan lembaga lain. Itu juga harus jelas siapa yang mengurus izin," jelasnya.

DIKOORDINASIKAN DENGAN KEMENSOS - Menyikapi persoalan ini, anggota Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Linda Megawati mengatakan laporan pertanggungjawaban penggalangan donasi harus secara aktif disosialisasikan pada publik. Sehingga jelas ke mana saja donasi tersebut dialirkan.

"Biar yang dapat bantuan juga tidak double, misalnya perusahaan memberikan bantuan ke A, lalu dinas sosial juga ternyata sudah memberikan bantuan ke tempat yang sama,” ujar Linda saat dihubungi gresnews.com, Senin (10/8).

Laporan mengenai pertanggungjawaban donasi itu, menut Linda, tercantum dalam PP 29/1980 pada Pasal 14 ayat (1) bahwa pemegang izin atau penyelenggara pengumpulan sumbangan wajib mempertanggungjawabkan usahanya serta penggunaannya pada pemberi izin. Ayat (2) pasal yang sama disebutkan pejabat pemberi izin berkewajiban membuat laporan berkala pada menteri secara hierarkis.

Dikonformasi soal ini, Coordinator Communication Alfamart Elisa Refila mengatakan tidak bisa langsung menjawab pertanyaan gresnews.com. Untuk wawancara, menurut dia, gresnews.com  harus mengajukan pertanyaan lebih dulu via email. Pihak kantor pusatlah yang  akan mengarahkan, siapa yang berwenang untuk menjawab pertanyaan yang diajukan.

"Nanti tergantung keputusan pusat apakah akan memberikan statement via email atau wawancara langsung. Diusahakan agar bisa wawancara hari ini, tapi kalau tidak bisa diusahakan paling lama tiga hari. Tapi kalau soal donasi diusahakan bisa cepat (untuk wawancara). Nanti bisa diemailkan jawabannya agar bisa hari ini," ujar Elisa, Senin (10/8).

BACA JUGA: