JAKARTA, GRESNEWS.COM - Beberapa anggota DPR Komisi X menyatakan keberatannya terhadap Ujian Nasional (UN) berbasis komputer atau Computer Based Test (CBT). Pasalnya mereka menganggap CBT hanya akan menjadikan jurang pemisah antara sekolah yang mampu dan kurang mampu dalam hal sarana prasarana penunjang. Selain itu, UN berbasis komputer juga dikhawatirkan juga menimbulkan kecurangan di kemudian hari.

Dalam rapat kerja antara Kementerian Kebudayaan, Pendidikan Dasar dan Menengah dan Komisi X DPR RI, pihak DPR juga meminta pelaksanaan UN yang tinggal menghitung hari dilakukan dengan sungguh-sungguh. Pasalnya diketahui saat ini UN akan menjadi acuan untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.  "Upayakan waktu cukup karena hasil UN digunakan untuk pertimbangan SMNPTN, bukan sekadar formalitas," ujar Anggota Komisi X Zulfadli di Ruang Rapat Komisi X, DPR RI, Senayan, Senin (6/4).

Ia tak ingin nantinya hasil UN malah digugurkan oleh pergutuan tinggi lantaran hasil seleksi masuk perguruan tinggi mepet dengan waktu pengumuman UN. Ia juga meminta intervensi pemerintah dalam menaikan jenjang kualitas UN. "Sehingga bukan hanya sisi integritas saja namun bagaimana UN juga merupakan tanggung jawab pemerintah untuk menaikkan pendidikan," ujarnya.

Namun agaknya, pemikiran UN untuk menaikan taraf pendidikan diragukan oleh Anggota Komisi X lainnya. Salah satunya adalah Elviana yang menyatakan UN akan tercederai dengan pelaksanaan CBT yang dilakukan pada lebih 500 sekolah di tanah air. Pasalnya pelaksanaan UN CBT tidak serentak dan berbeda-beda waktu. "Ini kurang pas, akan menimbulkan kecurangan baru dikemudian hari," kata Elviana dalam kesempatan yang sama.

Anggota Komisi X Ferdiansyah juga menyatakan ketidaksetujuannya dengan UN berbasis komputer. Dia mempertanyakan bagaimana pelaksanaan UN CBT pada sekolah-sekolah swasta atau madrasah yang kurang sarana dan prasarana sehingga tak memenuhi kualifikasi mengikuti CBT. Komisi X, kata Ferdiansyah, beharap adanya kebijakan pemerintah yang membuat jalan keluar atas masalah ini. "Bagaimana indikatornya jika masih ada 17.520 sekolah yang belum teraliri listrik?" tanyanya.

Jika fasilitas dasar seperti listrik saja tak tercukupi maka kemungkinan mengadakan CBT berkelanjutan akan gagal. Sehingga tantangan terdepan menggunakan CBT di Indonesia adalah mengenai sarana dan prasarana. "Afirmasi kemudian, apakah perlu ditambah sarana dan guru?" ujar Ferdiansyah menambahkan.

CBT rencananya akan diikuti oleh sekitar 585 sekolah di seluruh Indonesia. Dimana mayoritas pengikutnya merupakan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang notabene lebih lengkap dalam peralatan komputer. Sekolah-sekolah yang menggunakan UN CBT ini telah mengajukan kesiapannya kepada pemerintah.

Sebelumnya, terdapat sekitar 720 sekolah yang mengajukan diri, namun seleksi menyisakan 585 sekolah yang ikut serta dalam CBT. Sekolah yang lolos mempunyai kriteria perlengkapan komputer dengan rasio satu komputer untuk tiga peserta UN.

Sekolah-sekolah tersebut sebelumnya telah diverifikasi dan dinyatakan siap mengikuti dengan sarana prasarana yang lengkap. Dalam mempersiapkan CBT Kemenbuddikdasmen ingin segalanya berjalan lancar dan tidak gegabah. "Tidak ditunjuk, yang belum siap masih menggunakan paper test," kata Menbuddikdasmen Anies Baswedan dalam kesempatan tersebut.

Sedang menyangkut soal UN baik CBT maupun paper test dikatakannya akan lebih bervariasi. Namun, tiap soal telah diukur bobotnya sehingga setara dan ekuivalen.

Menggunakan CBT, akan memperkecil kemungkinan kecurangan. Sebab, setiap soal yang diujikan berbeda untuk setiap pesertanya. "Mereka tidak akan nyontek karena waktunya bergantian dan soalnya berbeda-beda," ujar Anies.

BACA JUGA: