JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pemerintah akhirnya memutuskan untuk melakukan penyelenggaraan Ujian Nasional Perbaikan (UNP) yang akan dilaksanakan pada Agustus mendatang. UNP tersebut dilakukan terbatas untuk peserta didik jenjang Sekolah Menengah Atas dan sederajat. UNP tersebut diberikan kepada peserta didik yang yang mencapai nilai UN kurang dari atau sama dengan 55,0 pada satu mata pelajaran dan bukan dihitung dari nilai rata-rata.

UNP tahun 2016 untuk SMK direncanakan berlangsung pada 29 Agustus sampai dengan 1 September 2016, sedangkan UNP untuk SMA/MA/SMAK/SMTK diselenggarakan pada 29 Agustus sampai dengan 6 September 2016. Kemudian, UNP untuk Paket C akan berlangsung pada 29 Agustus sampai dengan 7 September 2016. UNP dilaksanakan dengan berbasis komputer dengan pendaftaran dilakukan secara online pada tanggal 1 Juni 2016 sampai 16 Juli 2016 melalui laman http://unp.kemdikbud.go.id.

Dalam laman tersebut Kemendikbud juga menegaskan UNP tidk bersifat wajib dan hanya diperuntukkan bagi siswa yang ingin memperbaiki nilai mata pelajaran yang angkanya 55,0 ke bawah. Peserta dapat memilih tempat ujian berdasarkan sekolah-sekolah yang ditetapkan menjadi tempat ujian dan telah dinyatakan siap oleh panitia UN Provinsi.

Setelah peserta didik mengikuti UNP, tidak ada ijazah yang dikeluarkan khusus untuk UNP. Yang dikeluarkan hanya Sertifikat Hasil Ujian Nasional Perbaikan (SHUNP) yang tercantum nilai mata pelajaran yang diperbaiki dalam UNP.

Kepala Pusat Penilaian Pendidikan (Kapuspendik) Kemendikbud Nizam membenarkan hal itu. Dia menegaskan, Surat Edaran BSNP Nomor 0072/SDAR/BSNP/V/2016 tanggal 17 Mei 2016 terkait pendaftaran UNP.

"Surat tersebut telah dikirim ke setiap dinas pendidikan provinsi dan kabupaten/kota, dan kantor wilayah kementerian agama untuk diteruskan ke kantor wilayah kabupaten/kota," kata Nizam dalam pesan tertulis yang diterima gresnews.com, Minggu (5/6)..

Dalam surat edaran tersebut, kata dia, dinyatakan bahwa UNP tahun 2016 diperuntukkan bagi peserta UN tahun pelajaran 2014/2015 dan 2015/2016 yang memenuhi persyaratan tertentu, yaitu memiliki nomor peserta UN seperti yang tercantum dalam kartu peserta UN 2015 dan 2016, serta memiliki nilai kurang dari atau sama dengan 55 (lima puluh lima) pada mata ujian tertentu.

Selain itu, UNP juga disediakan bagi peserta UN yang  belum menempuh UN atau UN susulan atau belum menempuh UN secara lengkap. "UNP ini dapat dilaksanakan oleh mereka yang belum menempuh UN karena sakit dan akan dilaksanakan pada tanggal 29 Agustus sampai dengan  7 September 2016 nanti," ujarnya.
 
Lebih Lanjut Nizam mengatakan, berdasarkan jumlah pendaftar, Panitia UN Tingkat Pusat akan menetapkan satuan pendidikan pelaksana UNP. Peserta UNP mesti melakukan pendaftaran ulang di satuan pendidikan pelaksana UNP pada tanggal 9 sampai dengan 11 Agustus 2016. Latihan atau simulasi UNP akan dilaksanakan pada tanggal 22 sampai dengan 24 Agustus 2016.

Nizam menjelaskan, UNP dilaksanakan dalam bentuk ujian berbasis komputer (UNBK) dan akan diselenggarakan di sekolah-sekolah penyelenggara UNBK. Hasil UNP dilaporkan dalam bentuk SHUNP yang memuat nilai mata ujian yang ditempuh pada UNP dan ditandatangani oleh Ketua Pelaksana/penanggung jawab UNP di tingkat satuan pendidikan yang ditetapkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. "Nilai yang digunakan bagi peserta UNP adalah nilai yang terbaik dari hasil UN dan UNP," ujarnya.

Menanggapi keputusan pemerintah melaksanakan UNP itu, pengamat pendidikan Muhammad Abduh Zen mengatakan, kebijakan melaksanakan UN berkali-kali lewat UNP tidak praktis. Dia mengatakan, alih-alih membuat UN susulan, pemerintah seharusnya mempertegas fungsi dilakukannya UN.

"Itu yang saya sebut UN untuk apa? Jika untuk pengendalian mutu maka dia difungsikan sebagai pemetaan. Jika ada upaya perbaikan itu namanya remedial dan remedial adalah tugas guru dan sekolah bukan tugas pemerintah lewat UN," katanya pada gresnews.com, Minggu (5/6).

Menurutnya saat ini fungsi UN itu sendiri menjadi terdisorientasi dan tidak jelas tujuannya. Padahal UN dalam undang-undang adalah pengendalian mutu untuk pemetaan nasional. Jika saat ini pemerintah memberikan remedial berarti sama saja menghilangkan fungsi UN sebagai pemetaan skala nasional. "Saya pikir dengan kondisi sekarang lebih baik UN dihilangkan karena sudah tidak sesuai fungsi," ujarnya.

Ia menyatakan lebih baik mengembalikan UN sesuai UU, ujian nasional atau evaluasi dilakukan oleh guru dan sekolah. Jika tidak sesuai nilainya, guru dan sekolah bisa melakukan proses remedial. Sehingga nantinya anak didik dapat menguasai mata pelajaran dengan seharusnya.

Fungsi awal UN yang merupakan pengendalian mutu dan telah terbiaskan ini memunculkan pertanyaan. Untuk apa dilakukan sistem UN berulang dengan dana yang tidak sedikit. "Sistem seperti ini untuk apa? Uang sebanyak itu masuk ke siapa? Ini sudah disorientasi UN yang mengarah ke proyek," ujarnya.

BANYAK MASALAH - Pelaksanaan Ujian Nasional sendiri memang banyak mengalami kendala. Pihak Ombudsman RI banyak mendapatkan laporan terkait berbagai masalah yang ditemukan selama pelaksanaan UN SMA/SMK.

Menteri Pendidikan dan Kebudayan (Mendikbud) Anies Baswedan sendiri sudah mengunjungi Ombudsman RI dan menerima laporan aduan itu pada Rabu (4/5) lalu. Dalam kesempatan itu, Anies diterima Wakil Ketua Ombudsman RI Lely Pelitasari Soebekty, anggota Ombudsman Alvin Lie dan La Ode Ida.

Pertemuan dibuka Alvin Lie yang menyatakan masih ditemukan kecurangan dalam UN SMA/SMK 2016 lalu. Lantas La Ode Ida menyampaikan beberapa poin temuan Ombudsman RI. "Ada 5 dugaan hasil pemantauan UN di 33 provinsi," jelas La Ode Ida.

Pertama, masalah jumlah naskah sesuai kebutuhan peserta. Kedua, masalah pengamanan distribusi dan penyimpanan naskah. Ketiga, masalah peredaran kunci jawaban. Keempat, masalah pengawasan ruang ujian nasional. Kelima, masalah pelanggaran yang dilakukan selama ujian nasional.

"Kami menemukan siswa yang tak mendapatkan naskah reguler untuk siswa berkebutuhan khusus di NTB. Jadi siswa ini harus ikut ujian susulan. Masalah distribusi juga bermasalah. Naskah tidak memperoleh pengawalan sebagaimana mestinya. Naskah dibawa tanpa pengawalan polisi dengan kendaraan roda dua," demikian aduan La Ode Ida.

Ada juga siswa yang memegang soal UN tahun 2016 dari wilayah lain yang akan diujikan hari itu. Ini ditemukan oleh Ombudsman di DIY yang mendapat naskah soal untuk Kalimantan Selatan. "Juga beredarnya kunci jawaban hampir di seluruh provinsi yang dipantau. Kunci jawaban ini tersebar di sekolah-sekolah yang memiliki nilai UN tinggi di provinsinya. Tidak ada penjagaan di ruang penyimpanan soal. Yang dipakai adalah ruang gudang, yang segelnya mudah diganti. Soal ini tidak diamankan sesuai prosedur," tutur dia.  

Terkait kecurangan, Ombudsman menemukan, hal itu terjadi hampir di seluruh provinsi. Kecurangan ditemukan di 33 provinsi, kecuali Kalimantan Utara. Untuk masalah ini, Lely mengatakan, mengatakan salah satu temuan, kecurangan terjadi akibat rendahnya kualitas pengawasan ujian nasional.

Ombudsman menemukan banyak siswa yang membawa ponsel ke ruang ujian. Bahkan, siswa tersebut dapat dengan mudah mengakses media sosial dan berdiskusi dengan rekan-rekannya selama ujian berlangsung. Ombudsman juga menemukan pengawas ujian yang berperilaku tak pantas seperti tertidur, merokok, dan membaca koran di ruang.

Kemudian juga ada kelalaian pengawas yang bermain ponsel dan meninggalkan ruangan ketika bertugas. "Ini karena tidak ada implementasi penegakan sanksi untuk pengawas," kata Lely.

Kemudian, dalam pelaksanaan Ujian Nasional juga ditemukan masih beredarnya ijazah dan surat keterangan hasil ujian nasional (SKHUN) palsu. Pengawasan serupa akan dilakukan oleh Ombudsman untuk Ujian Nasional tingkat SMP pada 9-12 Mei mendatang.

Selain masalah kecurangan, ada juga masalah ketidaksiapan server bagi siswa yang melakukan ujian nasional secara online. Alhasil pemerintah pun harus mengadakan ujian susulan bagi siswa yang tak jadi melaksanakan UN karena masalah itu yang dilaksanakan pada April lalu.

Terkait hal ini, Inspektur Jenderal Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Daryanto mengatakan, peserta yang terpaksa harus mengikuti ujian susulan tetap akan mendapatkan hak yang sama, dan tidak kehilangan kesempatan apapun. "Ada sejumlah siswa memang yang harus menjalani susulan. Namun untuk jumlah pastinya masih kami rekap (tunggu laporan hingga UN tuntas-red)," ujarnya.

Dia menjelaskan, sebenarnya saat terjadi kendala server yang tidak terhubung ketika pelaksanaan ujian telah mampu diselesaikan di tingkat sekolah pada hari yang sama. Namun karena waktu pelaksanaan ujian menjadi molor akibat kendala tersebut, terdapat shift ujian yang tidak dapat terselenggara karena waktu terlalu sore sehingga tidak memungkinkan. Karena itu diputuskan untuk pelaksanaan shift ujian yang tertunda tersebut diselenggarakan saat jadwal ujian nasional susulan.

Anies Baswedan sendiri mengapresiasi masukan dan hasil evaluasi Ombudsman itu. Dia berjanji akan menyelesaikan masalah agar tak terulang lagi di tahun depan. Anies berharap Ombudsan terus membantu pihak Kemendikbud mengurai masalah yang terjadi, termasuk soal kecurangan. "Supaya kelihatan skalanya kami butuh bantuan menemukan polanya, jadi kita bisa menemukan langkah tepat untuk menanganinya," ucap Anies. (dtc)

BACA JUGA: