JAKARTA, GRESNEWS.COM - Upaya kubu Prabowo-Hatta untuk menjegal pasangan capres-cawapres terpilih hasil rekapitulasi KPU Joko Widodo-Jusuf Kalla lewat pembentukan panitia khusus Pilpres 2014 semakin menguat. Ditengarai, pembentukan Pansus Pilpres ini sudah menjadi agenda utama para anggota DPR periode DPR RI 2014-2019 khususnya dari partai anggota koalisi Merah-Putih.

Apakah ini akan menjadi "gertak sambal" politik dari koalisi yang tidak memenangkan Pilpres 2014? Memang masih menjadi misteri. Karena pada dasarnya bentuk koalisi pendukung pemerintah dan juga koalisi parlemen ke depan masih dalam status yang belum final. "Jika kemudian formasi koalisi mengalami repolarisasi, maka bisa saja wacana tersebut hanya menjadi obrolan warung kopi biasa," kata juru bicara Jusuf Kalla, Poempida Hidayatulloh, dalam siaran pers yang diterima Gresnews.com, Senin (4/08).

Sebagai komparasi, Poempida berkilas balik betapa buruknya Pemilihan Legistlatif 2014 yang lalu. Menurutnya, Pileg 2014 sangat kental diwarnai oleh berbagai aksi kecurangan dan pelanggaran. "Mulai dari isu politik uang, transaksi jual beli suara, penggelembungan suara dan pemalsuan dokumen Pemilu," terangnya.

Ia mengatakan, sempat para Anggota DPR RI 2009-2014 mengumpulkan tanda tangan untuk mengajukan hak angket. Sejumlah tanda tangan dukungan Anggota DPR ini sudah terkumpul. Namun niat pengusulan hak angket ini dinilai oleh banyak kalangan sebagai manuver politik para Angota DPR yang tidak terpilih lagi ke periode berikutnya.

Padahal, lanjut dia, legitimasi Pileg 2014 patut dipertanyakan dan patut pula diberikan catatan demi sejarah bangsa Indonesia ke depan. Di mana pengajuan hak angket ini bukan semata didasari oleh ketidakrelaan segenap para anggota dewan yang tidak terpilih lagi. Namun, bagaimana pun juga demi kemajuan pembangunan demokrasi ke depan, sejarah harus mencatat betapa kelamnya Pileg 2014.

"Intinya, jangan sampai hal serupa terjadi secara berulang di masa yang akan datang, dan generasi ke depan senantiasa dapat belajar dari berbagai kekurangan dari kejadian yang pernah ada. Pendek cerita, pengusulan hak angket ini tinggal menjadi wacana saja. Tidak terlihat lagi progres dari proses yang berjalan," tegas Poempida.

Terkait masalah Pilpres 2014, menurut anggota Komisi IX DPR ini, secara tata negara, proses sengketa ini sudah dalam koridor yang benar. Saat ini gugatan yang berjalan sedang dalam proses hukum di Mahkamah Konsitusi. Semua pihak masih menunggu keputusan MK dalam konteks Pilpres 2014 ini. "Apa pun keputusan dari MK akan menjadi suatu keputusan yang final dan mengikat," ujarnya.

Jika memang demikian, pertanyaannya apakah kemudian DPR mempunyai kewenangan untuk membentuk Pansus Pilpres 2014? "Tentu semua pihak akan tahu jawabannya dan itu sudah jelas jawabannya adalah tidak. Karena jika kemudian hal yang sama dimungkinkan maka Pansus Pileg 2014 pun harus dibentuk. Artinya Para Anggota Dewan yang terpilih pun akan melakukan uji sahih dari legitimasi keterpilihan mereka dan ini suatu tindakan yang sangat terhormat," pungkasnya.

Pada kesempatan terpisah, Jubir Timses Jokowi-JK, Ferry Mursyidan Baldan mengatakan, wacana pembentukan Pansus Pilpres di DPR tidaklah tepat. Selain tidak cukupnya waktu untuk membahasnya, ada baiknya DPR fokus kepada penuntasan undang-undang yang masih menjadi PR dewan.

"Cukup waktukah bagi anggota DPR saat ini yang akan segera berakhir merumuskan pekerjaan baru dalam bentuk Pansus? Bukankah akan lebih baik jika fokus pada penyelesaian tugas-tugas yang belum tuntas, diantaranya UU yang belum terselesaikan," ujar Ferry, Senin (4/8).

Dia bahkan menilai wacana pembentukan Pansus sebagai langkah politik yang tidak dewasa. "Usulan tentang pembentukkan Pansus Pilpres, adalah suatu bentuk ketidakdewasaan politik terhadap hasil dari sebuah kontestasi politik, dan sangat tidak mencerminkan kehendak untuk memperbaiki sistem Pemilu. Tapi sekedar alat untuk mempersoalkan hasil Pemilu, dalam hal ini Pilpres," terang Ferry.

Ketua DPP Bidang Bapilu Partai Nasdem ini menilai, dari segi fungsi sebagai anggota dewan, semestinya bisa melakukan pengawasan yang bersifat untuk mencegah dan mengawal proses Pilpres sejak awal, bukan justru setelah ada hasil. Apalagi sebagian besar anggota DPR menjadi bagian dari tim sukses pasangan calon.

"Dari segi fungsi Pansus, bukankah Pansus berfungsi untuk melakukan penyelidikan terhadap kebijakan yang diduga merugikan negara. Apakah memang adanya pelaksanaan Pilpres yang mau diselidiki atau terhadap hasil Pilpres-nya? Jika berkait dengan hasil Pilpres, itu adalah pilihan dan kehendak rakyat. Apakah kita punya hak untuk marah atau tidak suka terhadap pilihan rakyat dalam menggunakan hak politiknya?" ujarnya.

Sebelumnya, Jubir Tim Pemenangan Prabowo-Hatta, Tantowi Yahya, Rabu (23/7/2014) kemarin menyatakan pihaknya akan mengajukan gugatan kecurangan Pilpres ke MK dan Dewan Kehormatan Pengawas Pemilu (DKPP). Selain itu, DPR akan mengusung pembentukan Pansus Pilpres pada sidang pertama paripurna setelah masa reses ini.

Seperti dikatakan Ketua Komisi II DPR Agun Gunandjar, rencana pembentukan Pansus Pilpres 2014 ini muncul sebagai respons DPR atas banyaknya pengaduan Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak melaksanakan tugas dengan baik dalam menyikapi kecurangan yang dilaporkan Tim Prabowo-Hatta.  
 
"Seharusnya KPU bersikap arif dan bijaksana dalam menyikapi laporan kecurangan dan keberatan yang disampaikan Tim Prabowo-Hatta. Jadi, kita akan bentuk Pansus Pilpres jilid II secepatnya, karena memang banyak kejanggalan yang terjadi," kata Agun di Gedung DPR, beberapa waktu lalu.

Agun juga mempertanyakan sikap KPU yang tidak merespon semua temuan pelanggaran pemilu dan kecurangan yang terjadi di daerah. Karena itu, Komisi II DPR RI juga berencana memanggil KPU untuk meminta penjelasan. "Harusnya, semua persoalan itu diselesaikan dulu oleh KPU, tidak perlu memaksakan rekapitulasi suaranya harus selesai 22 Juli, karena ini menyangkut kepentingan negara. KPU jangan seperti mengejar setoran," ujarnya. (dtc)

BACA JUGA: