JAKARTA, GRESNEWS.COM - Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto menegaskan siap jika pemerintah memintanya untuk menyelidiki kasus korupsi terkait uang yang dicetak Bank Indonesia (BI) di Australia. Tetapi ia menambahkan, harus ada data yang valid mengenai kasus tersebut.

"KPK harus siap dan menyiapkan diri bila memang pemerintah Australia memberikan data dan informasi awal soal sinyalemen dugaan korupsi dimaksud kendati tidak berkaitan dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) maupun Megawati," tegas Bambang kepada Gresnews.com, Minggu (3/7).

Pendiri Indonesian Corruption Watch (ICW) ini menambahkan, KPK sebelumnya pernah menjalin kerjasama dengan Kepolisian Australia di bidang penegakan hukum. Khususnya dalam pertukaran data dan informasi yang menyangkut kasus tindak pidana korupsi. Walaupun menurutnya hingga saat ini belum ada satupun kasus yang terungkap dari kerjasama tersebut.

Untuk itu pihaknya akan kembali membangun komunikasi dengan Pemerintah Australia terkait kerjasama dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. "KPK akan memantau dan mempelajari serta mengkaji informasi yang berkembang. Membangun komunikasi kembali dengan Australia Federation Police (AFP) dan kemudian akan  mengambil langkah hukum yang tepat sesuai pokok masalah," tandasnya.

Bambang juga mengaku mengapresiasi pernyataan Presiden SBY yang meminta KPK bekerjasama mengungkap dugaan adanya korupsi dalam kasus percetakan uang tersebut. Dan ia mengakui bahwa pemberitaan yang diunggah situs wikileaks tersebut juga menciderai hati rakyat Indonesia.

Selain itu ia juga mengapresiasi sikap Pemerintah Australia yang tanggap untuk mengkalrifikasi hal tersebut. "Pernyataan pemerintah  Australia sebagai respon atas pernyatan Presiden SBY cukup melegakan sembari tetap bertanya dengan hati-hati, apakah ada pihak lain yang diduga terlibat," imbuhnya.

Hal senada juga diungkapkan Wakil KPK lainnya Adnan Pandu Praja. Ia juga mengapresiasi pernyataan Presiden SBY yang meminta KPK untuk bekerjasama dengan pemerintah Australia untuk menyelidiki hal tersebut. Senada dengan koleganya Bambang, Adnan juga berharap Pemerintah Australia bisa memberikan data mengenai dugaan korupsi percetakaan uang.

"Pertama terima kasih atas kepercayaan SBY kepada KPK. Dan kedua tentu akan ditindak lanjuti. Semoga otoritas Australia bisa kasih bahan-bahan agar lebih cepat bisa ditelaah." ujar Adnan dalam pesan singkatnya.

Adnan juga menyatakan, walaupun kasus ini sudah terjadi pada 1999 silam, tetapi pihaknya memastikan bisa menyelidiki kasus tersebut. Ia memberikan contoh terhadap kasus BCA yang menjerat Ketua BPK Hadi Purnomo.

"Apakah kasus korupsi ini sudah menjadi perhatian KPK sebelumnya, jika pada tahun 1999 telah terjadi tindak pidana korupsi saat rupiah dicetak di negara Australia. Contohnya KPK pernah mengungkap yang sudah lampau di bank BCA," jelas Adnan.

Kaus BCA sendiri memang terjadi pada 2003. Ketika itu, Hadi Purnomo yang menjabat Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kemenkeu pada 2003-2004, diduga menyalahgunakan wewenangnya. Modus yang dilakukan Hadi yaitu dengan memerintahkan anak buahnya, Direktur PPH, agar mengubah simpulan risalah kajian keberatan atas transaksi non-performing loan (NPL) atau kredit macet sebesar Rp 5,7 triliun dari ´ditolak´ menjadi ´diterima´. Akibatnya, uang setoran pajak Rp 375 miliar yang seharusnya masuk ke kas negara (Ditjen Pajak) tidak terjadi.

Pemerintah Australia sendiri melalui kedutaan besarnya di Jakarta sudah membantah beredarnya kabar yang menyebut keterlibatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Megawati Soekarnoputri dalam kasus pencetakan uang (securency). Kasus tersebut dikabarkan melibatkan sejumlah tokoh politik di Asia Pasifik, sebagaimana diberitakan Wikileaks.

Dalam siaran persnya, Kamis (31/7), Kedubes Australia mengakui adanya perintah pencegahan penyebarluasan informasi yang bisa memberi kesan keterlibatan tokoh politik senior tertentu dalam korupsi di kawasan Asia Pasifik. Namun Kedubes Australia di Jakarta menegaskan, Presiden (SBY, red) dan mantan Presiden Indonesia (Megawati Soekarnoputri, red) bukan pihak yang terlibat dalam proses pengadilan securency.

"Pemerintah Australia menekankan bahwa presiden dan mantan presiden RI bukan pihak yang terlibat dalam proses pengadilan securency," begitu pernyataan pers Kedubes Australia yang dikutip Gresnews.com Jumat (1/8).

BACA JUGA: