JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan membantah data Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) mengenai adanya setoran sebesar Rp25,8 triliun kepada International Monetery Fund (IMF).

"Indonesia tidak menyetor sejumlah Rp25,8 triliun. Nilai Rp25,8 triliun di Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 30 Juni 2012 itu adalah posisi jumlah akumulasi surat janji bayar (promissory note atau PN) yang diterbitkan oleh Pemerintah sebagai settlement/penyelesaian atas revaluasi modal Indonesia pada IMF," kata Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan, Yudi Pramadi, seperti dilansir setgab.go.id, Rabu (26/12).

Yudi menjelaskan, sebagaimana seluruh negara anggota IMF, Indonesia juga memiliki kuota IMF sebesar 0,96%. Bersama dengan negara berkembang lainnya, Indonesia berhasil memperjuangkan reformasi di IMF beberapa tahun terakhir, sehingga kuota negara-negara berkembang di IMF telah naik dari 39% menjadi 44%. Sementara kuota negara-negara maju khususnya Eropa, turun dari 61% menjadi 56%. "Negara-negara berkembang akan terus memperjuangkan agar kuota itu semakin adil dan berkembang," papar Yudi.

Ia mengemukakan, sesuai Anggaran Dasar IMF (article of agreement) pelunasan kuota atau modal oleh negara-negara angggota IMF termasuk Indonesia dilakukan dalam bentuk pembayaran 25% saham (kuota) dengan mata uang khusus IMF (Spesial Drawing Rights atau SDR) dan 75% dalam bentuk mata uang negara setempat (Rupiah untuk Indonesia).

Secara berkala setiap tahunnya (per April), modal dalam rupiah yang senilai PN disesuaikan dengan kurs SDR. Jika mata uang negara pemilik modal mengalami depresiasi terhadap SDR, maka negara anggota IMF termasuk Indonesia, menerbitkan PN senilai selisih depresiasi. Sebaliknya, apabila Rupiah mengalami apresiasi terhadap SDR, maka sebagian PN senilai jumlah apresiasi akan ditarik oleh Pemerintah.

"Seluruh PN disimpan oleh Bank Indonesia dan tidak diserahkan kepada IMF, sehingga tidak ada proses setoran seperti dlm pemberitaan yang dilansir Fitra," tegasnya.

Nilai PN sebesar Rp25,8 triliun, jelas Yudi, juga dibarengi dengan tambahan modal Indonesia di IMF dengan jumlah yang sama, sehingga secara netto tidak ada outflow sama sekali.

Mengenai pencatatan Rp25,8 trilun dalam LKPP, menurut Yudi, sesuai dengan standar akuntansi sebagai wujud good governance dan transparansi. "Posisi PN dan juga nilai saham Indonesia dalam rupiah setiap tahun tercantum dalam LKPP dan laporan lainnya kepada institusi terkait termasuk Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sehinga bukan suatu pelaporan yang baru sebagaimana dilansir Fitra," papar Yudi.

Seperti diberitakan sebelumnya, Direktur Fitra Yenny Sucipto dalam siaran persnya menilai, dana Rp25,8 triliun tidak jelas peruntukannya karena dalam laporan keuangan pemerintah pusat (LKPP) semester I 2012, tidak masuk ketegori deviden atau laba.

"Juga tak bisa ditelusuri apakah dana tersebut diberikan secara berkala tiap tahun sebagai bagian dari keangotaan," katanya sembari menyebutkan, dalam laporan LKPP tersebut hanya dicantumkan bahwa dana sebesar itu sebagai dana setoran keanggotaan IMF. Namun, catatan LKPP tidak merinci lebih lanjut aliran uang tersebut.

BACA JUGA: