JUMLAH pemilih menjadi faktor penting dalam penyelenggaraan Pemilukada. Oleh karena itu, penyusunan Daftar Pemilih dalam Pemilukada DKI Jakarta yang akan berlangsung Juli mendatang menjadi tahapan yang sangat krusial. Jangan sampai ada warga yang kehilangan hak pilih karena kekacauan administrasi, jangan pula ada manipulasi data pemilih untuk kepentingan pihak tertentu.

Ketua Kelompok Kerja Pemutakhiran Data Pemilih KPU Provinsi DKI Jakarta, Aminullah, mengatakan, KPU akan melakukan pemutakhiran data pemilih dengan sistem yang kredibel. "Sehingga dugaan-dugaan bahwa data KPU berlebihan, fiktif, dan sebagainya, tidak terjadi. Saya katakan, apabila data (fiktif) itu ditemukan, saat ini kan masih tahap DPS (Daftar Pemilih Sementara), berikan kepada kami dan kami akan melakukan seleksi dengan sistem kami yang ada dan akan kami buang data itu," kata Aminullah di Jakarta, Jumat (18/5).

Aminullah menjelaskan, DPS itu berasal dari pemutakhiran data pemilih. Artinya, KPU tidak pernah melakukan pendataan pemilih. Pemutakhiran data itu diperoleh dari DP4 (Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu) yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah DKI Jakarta, secara spesifik, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil.

Pada Januari 2012, jumlah DP4 yang diterima oleh KPU sebanyak 7.745.989. Data itu diambil dari data Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil per November 2011. Pada bulan itu, belum ada data untuk rekaman hasil e-KTP. Data yang diterima adalah data wajib KTP. Artinya orang-orang yang berusia 17 tahun per 11 Juli 2012 (saat Pemilukada) ada di situ.

"Artinya bisa dibayangkan pada bulan Januari kami terima termasuk datanya orang yang belum 17 tahun, ada datanya dalam wajib KTP itu. Makanya data itu berbeda dengan e-KTP. Karena e-KTP itu masih berjalankan," kata Aminullah.

Untuk rekaman e-KTP itu jumlahnya 5,6 juta hasil pemuktahiran KPU, yang tadinya 7 juta lebih itu terkoreksi menjadi 7.440.991. "Kenapa e-KTP berbeda? Karena orang yang belum 17 tahun antara November 2011 - Juli 2012 ada kesenjangan sembilan bulan, sembilan bulan penambahan penduduk yang normatif itu mancapai ratusan ribu."

Aminullah menjelaskan, metodenya perekaman e-KTP itu sifatnya personal, artinya seseorang yang datang harus orang yang tercantum pada e-KTP (tidak bisa diwakilkan). Itu berbeda dengan pemutakhiran daftar pemilih.

"Ketika petugas kami datang ke rumah, diterima oleh satu orang saja dan menyatakan bahwa data itu benar semua, meski tidak ketemu siapa orang yang di situ, itu sah, dan dapat menjadi pemilih. Oleh karenanya mungkin saja yang data pemilu itu, ada orang yang tidak tinggal di Jakarta lagi, misalnya, menetap sekolah di luar daerah/bisnis di luar daerah," jelasnya.

Jika saat ini yang dipakai adalah data dari e-KTP maka sekitar satu juta orang akan kehilangan hak pilih, karena mereka tidak memiliki e-KTP. Selain itu, kata dia, data e-KTP itu masih berada di tangan Kementerian Dalam Negeri. Belum diserahkan kepada Pemda DKI Jakarta karena belum final. "Desember nanti baru selesai."


BACA JUGA: