JAKARTA, GRESNEWS.COM - Jabatan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri resmi bergeser dari Komisaris Jenderal Budi Waseso ke Komisaris Jenderal Anang Iskandar. Komjen Budi Waseso sendiri kini menempati posisi yang ditinggalkan Anang sebagai Kepala Badan Narkotika Nasional.

Meski mutasi ini disebut-sebut sebagai mutasi biasa, namun tak urung, bau adanya intervensi pemerintah kepada Polri dalam mutasi kali ini tetap terasa. Buktinya Dewan Perwakilan Rakyat bereaksi keras atas mutasi kali ini yang diduga dilatari "kelancangan" Buwas--panggilan akrab Budi Waseso-- mengobok-obok PT Pelabuhan Indonesia II.

Langkah Buwas ini, sempat bikin Direktur Utama Pelindo II Richard Joost Lino meradang. Lino yang dikenal dekat dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla pun sempat mengontak Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Sofyan Djalil dan mengancam mundur.

Hal inilah yang diduga melatari penggeseran Buwas yang dianggap "mengobok-obok" lahan milik JK. Karena itulah DPR akan membentuk Panitia Khusus Pelindo II sebagai reaksi atas pergantian jabatan Kabareskrim ini.

"Komisi III akan buat Pansus Pelindo II. Agar kasus yang ditangani oleh Buwas bisa jalan terus," kata Wakil Ketua Komisi III Trimedya Pandjaitan, Jumat (4/9).

Trimedya mengaku yakin pergantian ini terjadi akibat langkah Buwas melakukan penggeledahan kantor Pelindo II dalam kasus pengadaan 10 unit mobile crane. "Mutasi Buwas bukan mutasi biasa tapi mutasi ini akibat dari penanganan sebuah perkara. Buwas korban kekekuasaan pusat-pusat bisnis," ujar Ketua DPP PDIP ini.

"Buwas korban dari penanganan kasus Pelindo," sambungnya.

Selain membentuk Pansus Pelindo II, Komisi III DPR juga akan memanggil Kapolri Jenderal Badrodin Haiti soal mutasi ini. Bila Kapolri tak bisa hadir ke DPR, para politikus ini akan langsung mendatanginya.

"Kita akan mengundang Kapolri minggu depan untuk mempertanyakannya, kalau Kapolri tidak bisa ke DPR, kita yang akan ke kantornya hari Senin atau Selasa," kata Trimedya.

TELEPON JK KE BUWAS - Kuatnya bau intervensi kekuasaan dalam mutasi Buwas ini memang sedikit banyak terungkap dari langkah JK sendiri yang mengakui kalau dia menelepon Buwas terkait penggeledahan kantor Pelindo II.

JK mengaku menelepon Buwas meminta penjelasan. "Saya telpon waktu saya di Seoul, apa yang terjadi, dijelaskanlah apa yang terjadi," jelas JK, Kamis (3/9).

JK dalam teleponnya itu mewanti-wanti Buwas agar melihat kasus dengan jelas. Jangan sampai kebijakan dipidanakan.

Hanya saja, JK membantah kalau telepon tersebut merupakan suatu bentuk intervensi. "Saya cuma bilang, seperti biasa, ini kan kebijakan korporasi ya jangan dipidanakan. Itu prinsip yang kita telah pakai dan sesuai aturan UU tentang administrasi pemerintahan," urai JK

JK juga mengaku jika memang ada usur pidana silakan dilanjutkan. "Pokoknya selama itu korupsi dengan sengaja itu pasti tetapkanlah, tapi kalau kebijakan jangan. Itu aja prinsipnya," tambah JK lagi.

JK mengaku sesuai instruksi presiden, ekspose kasus bila benar seseorang sudah menjadi tersangka. "Ya itu tergantung, dan juga instruksi Presiden mengataan, instruksi presiden lho ya, di depan semua Kapolda kalau ada orang diselidiki jangan diekspos sampai dengan orang itu terbukti. Itu perintah presiden di muka seluruh aparat kepolisian. Itu perintahanya," tutup JK.

JK membantah ada unsur politis di balik pergeseran Komjen Budi Waseso menjadi Kepala BNN. Sebaliknya JK menyebut Buwas akan lebih bagus ditempatkan di Badan Narkotika Nasional itu

"Nggak ada. Apa unsur politisnya? Nggak ada. Profesionalisme saja yang baik," ujar JK usai berbicara di Kementerian Pekerjaan Umum (PU), Jalan Sisingamaraja, Jakarta Selatan, Jumat (4/9).

JK mengatakan pergeseran Buwas dan Anang Iskandar adalah bagian dari Call of Duty yang biasa. "Di polisi, di PU juga biasa di mana pun biasa. Menteri saja ditukar tukar," ucapnya.

Dia juga membantah Buwas dipindahkan ke BNN karena performa mantan Kapolda Gorontalo ini tidak memuaskan. "Ndak. Kejahatan narkoba lebih banyak untuk ditangkap jadi kan bagus di kelas sana," terangnya.

MENGUAK BOROK PELINDO II - Langkah Buwas mengobok-obok Pelindo II ini memang kabarnya membuat pihak-pihak tertentu merasa was-was. Bahkan sempat dikabarkan, Buwas memegang bukti kunci keterlibatan orang-orang penting di pemerintahan dalam kasus tersebut, terkait pencairan dana Pelindo II senilai Rp1,5 triliun di ajang Pilpres kemarin.

Kabarnya lagi, pemeriksaan Lino, akan menjadi pintu masuk menguak misteri pencairan dana tersebut. Pasalnya sempat pula beredar rumor, kalau sampai diperiksa, Lino akan angkat bicara soal itu.

Buwas sendiri sebelum diganti memang sudah menegaskan bakal segera menetapkan satu tersangka dalam kasus ini. "Sementara sudah ada, tapi saya belum bisa sebutkan. Artinya ini sedang dilakukan pemeriksaan dan pendalaman oleh penyidik," kata Buwas di Bareskrim Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta, Kamis (3/9).

Ketika ditanya wartawan apakah tersangka itu merupakan petinggi Pelindo II, Buwas masih belum mau mengungkapnya. "Ya, yang jelas sudah ada yang kita tetapkan sebagai tersangka," kata Buwas.

Buwas juga tidak menjawab secara jelas apakah Direktur Utama Pelindo II RJ Lino akan dipanggil untuk diperiksa. Buwas mengatakan dalam proses nanti tergantung penyidik apakah memanggil Lino atau tidak.

Sumber gresnews.com di Pelindo II memang menyebutkan, sepak terjang Lino di Pelindo II memang cukup luar biasa. Sumber tersebut mengatakan Lino memiliki kekuatan penuh untuk mengatur bawahannya.

"Seluruh perintah Lino harus diikuti seluruh bawahannya, jika tidak mengikuti maka Lino tidak segan-segan memecatnya," kata sumber itu.

Sayangnya, ketika perintahnya tersebut menimbulkan masalah, Lino tidak bersedia bertanggung jawab malah bawahannya tersebut menjadi kambing hitam. Hal inilah yang menyebabkan kasus-kasus semacam pengadaan 10 unit mobile crane terjadi.

Karyawan Pelindo II kabarnya tidak sreg dengan perintah Lino melakukan pengadaan tersebut. Karena itulah pada 2013 lalu, Lino memecat puluhan karyawan Pelindo II.

Laku lancung Lino juga tak sebatas itu. Kata sumber tersebut, Lino memang kerap menabrak aturan dalam membuat kebijakan bisnis. Misalnya penunjukan konsultan pelabuhan tanpa melalui mekanisme tender. Menurut sumber tersebut ada enam konsultan pelabuhan yang langsung ditunjuk oleh Direktur Utama PT Pelindo II (Persero).

Akibatnya duit perusahaan yang notabene adalah duit negara amblas hingga sebesar Rp10 miliar. Padahal jasa-jasa konsultan tersebut sangat sedikit yang diterapkan di pelabuhan karena basic konsultan tersebut mengacu kepada pelabuhan negara maju.

LINO DICELA LINO DIBELA - Terlepas dari kontroversi terkait kebijakan-kebijakannya, Lino ternyata punya posisi cukup kuat di Pelindo II. Buktinya, terkait kasus pengadaan mobile crane ini, mulai dari JK hingga Menteri BUMN Rini Soemarno bahkan Menkopolhukam Luhut Pandjaitan seperti membela Lino.

Rini mengaku kaget dengan aksi penggeledahan yang dilakukan aparat Bareskrim Polri tersebut. Rini pun mengaku langsung menghubungi Kepala Kepolisian RI Jenderal Badrodin Haiti.

"Saya kontak Pak Badarodin (Haiti), penggeledahan apa dan tentang apa. Saya ngobrol (dengan Badrodin Haiti) kemarin, kalau kemarin, saya melihat di TV cukup mengagetkan, orang banyak, pakai senjata," kata Rini di Kementerian BUMN, Jakarta, Kamis (3/9).

Dia bilang, seharusnya penggeledahan yang dilakukan tidak perlu sampai melibatkan banyak personel bersenjata. Penggeledahan yang dinilainya cukup ´menakutkan´ itu bisa membuat para pimpinan dan karyawan BUMN merasa tertekan.

Rini meminta kerjasama Polri agar tidak membuat para CEO dan pekerja BUMN takut. "Itu yang kami lihat tekankan CEO-CEO ini, BUMN ini, pada dasarnya profesional. Marilah kita cari jalan tidak buat kekhawatiran bagi CEO dan karyawannya," tandasnya.

Sementara Luhut Pandjaitan meminta penegak hukum dalam melakukan penindakan jangan mengganggu stabilitas. Luhut menyebut hal itu sudah diperintahkan oleh Presiden Joko Widodo.

"Kita intinya presiden itu dan wapres kan sudah memerintahkan di Bogor, jangan menciptakan kegaduhan. Kalau mau, ya menindak secara hukum silakan tapi bisa dilakukan dengan arif tanpa perlu dipublikasikan," kata Luhut, Selasa (2/9) malam.

Ucapan Luhut itu lantas diterjemahkan sebagai sebuah sindiran kepada Buwas. Buwas pun sempat bereaksi atas ucapan itu. "Nggak, kan saya nggak buat gaduh, saya kan hanya bekerja untuk penegakan hukum," jelas Buwas.

Kini, Buwas memang sudah dimutasi memimpin BNN. Namun kegaduhan soal itu sepertinya memang belum akan berakhir. Kegaduhan kini akan bergeser ke Senayan kalau nantinya Komisi III jadi membentuk Pansus Pelindo II. (dtc)

BACA JUGA: