JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pihak Victoria Securities International Corporation (VSIC) yang dituding Kejaksaan Agung terlibat kasus korupsi penjualan hak tagih (cessie) Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) akhirnya buka suara. Mereka membantah ada persekongkolan dalam pembelian cessie tersebut.

Melalui kuasa hukumnya, Irfan Aghasar, VSIC membantah terjadi pat gulipat dalam pembelian cessie milik Bank Tabungan Negara (BTN). Menurutnya dalam proses pembelian cessie tersebut VSIC telah mengikuti prosedur lelang yang dilakukan secara terbuka oleh BPPN.  Sebagai investor, VSIC telah memenangkan proses lelang cessie milik PT Adistra Utama.

BPPN melakukan empat kali lelang untuk cessie milik Adistra. VSIC akhirnya ditunjuk sebagai pemenang setelah mengikuti lelang keempat dengan penawaran tertinggi. Oleh karena itu VSIC menyatakan membantah jika dalam proses pembelian cessie terjadi patgulipat.

"Itu dilakukan lelang terbuka bukan tertutup, dan klien kami sebagai investor telah memenuhi semua persyaratan dari BPPN termasuk pembayaran secara penuh," kata Irfan kepada gresnews.com, Jumat (21/8).

Pihak VSIC juga membenarkan jika saat lelang menawar harga sebesar Rp26 miliar. Itu penawaran tertinggi dari sejumlah perusahaan lain yang ikut lelang saat itu.

Satuan Tugas Khusus (Satgassus) Pidana Korupsi Kejaksaan Agung tengah melakukan penyelisikan terkait penjualan hak tagih BTN yang berada di tangan BPPN. Pembelian itu diduga terjadi patgulipat, setelah melihat harga penjualan jauh lebih rendah dari kredit yang diberikan BTN terhadap PT Adistra.

Kasus tersebut menyeruak setelah PT Adistra selaku pemilik aset yang diagunkan di bank BTN ingin menebus kembali hak tagihnya  yang kini berada di tangan VSIC. Namun upaya itu gagal, karena harganya melambung tinggi. PT Adistra yang mengetahui asetnya dijual murah oleh BPPN melaporkan kecurigaan itu ke Kejaksaan Tinggi.

Perkara ini berawal saat PT Adistra meminjam kredit kepada Bank BTN untuk membangun perumahan senilai Rp469 miliar. Mereka menjaminkan tanah seluas 1.200 hektar di kawasan Karawang Jawa Barat. Bank BTN pun mengucurkan kreditnya akhir tahun 1990 yang kemudian digunakan untuk pembangunan perumahan di atas tanah jaminan tersebut.

Namun kemudian terjadi krisis moneter (krismon) pada tahun 1998, sehingga Bank BTN masuk dalam program Penyehatan perbankan (BPPN) dan diberikan suntikan dana oleh BPPN. Dengan begitu, aset-aset milik Bank BTN diambil alih oleh BPPN dan dilakukan pelelangan aset utang PT Adistra

Namun aset tersebut ternyata hanya laku dijual sekitar Rp 26 miliar dan dibeli oleh VSIC. Pada saat pemilik PT Adistra, Jhony Widjaya ingin melunasi utangnya dengan membeli kembali surat utangnya seharga Rp 300 miliar, PT Victoria menolak dan ingin menjualnya dengan harga Rp 2,1 triliun.

PT VSIC pun kemudian melaporkan kasus tersebut ke Kejaksaan Tinggi Jakarta dengan dugaan ada permainan dalam penjualan aset tersebut. Kejaksaan Tinggi mulai melakukan penyelidikan, belakangan kasusnya diambil alih oleh Kejaksaan Agung.

ANGGAP ANEH - Penyidikan dugaan pidana korupsi oleh Kejaksaan Agung kasus Cessie ini dinilai aneh oleh Irfan. Pasalnya tidak jelas unsur kerugian negaranya. Karena yang terungkap, ketika pihak Adistra ingin membeli kembali harga yang ditawarkannya tidak cocok. Sehingga kemudian melapor ke Kejaksaan.

"Aneh, kami melakukan penagihan kepada debitur, tapi karena harganya tidak cocok kemudian melapor," kata Irfan.

Irfan meminta Kejaksaan Agung  menghentikan penyidikan kasus ini. Karena sejak awal tidak ada bukti unsur pidana korupsinya. Dia berharap Satgassus Kejaksaan Agung tidak mencari-cari kerjaan dengan menyidik kasus cessie.

Anehnya lagi, hingga saat ini pihak terkait lainnya tidak dilakukan pemeriksaan. Sejatinya, jika ingin ungkap yang utama diperiksa adalah pihak BPPN. Namun hingga saat ini Kejaksaan Agung belum menyentuh orang eks BPPN.

INTERUPSI DPR - Di tengah gencar penyidikan oleh Satgassus Kejaksaan Agung, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) ikut menginterupsi. Pada Jumat (21/8), Pimpinan DPR langsung memanggil Jaksa Agung HM Prasetyo untuk meminta klarifikasi soal penyidikan dan penggeledahan kasus cessie di Kantor Victoria Securities Indonesia. Victoria Securities Indonesia sebelumnya mengadu ke DPR atas tudingan salah geledah.

Namun Kejaksaan Agung rupanya tak surut untuk mengungkap motif penjualan cessie BPPN ke VSIC tersebut. "DPR paham kok tujuan kami. Apalagi yang kami lakukan ini (penyidikan) demi bangsa dan negara," kata Jaksa Agung HM Prasetyo di Kejaksaan Agung.

Dalam pertemuan dengan pimpinan DPR, Jaksa Agung menegaskan jika rangkaian penyidikan oleh Satgassus melalui proses yang benar. Prasetyo menyayang kasus hukum di bawah ke politik. Jika dirasa ada proses hukum yang salah, bisa lakukan gugatan hukum.

"Seperti terkait penggeledahan, mereka bisa ajukan praperadilan saja," tegas Prasetyo.

TIDAK SALAH ALAMAT - Kejaksaan Agung membantah jika Satgassus telah salah alamat menyisir kantor Victoria Securities Indonesia (VSI). Antara VSI dan VSIC menurut Kepala Subdirektorat Penyidikan terafiliasi. Bahkan sebelum melakukan penggeledahan tim jaksa ini telah memiliki data yang akurat.

Kantor yang didatangi di Jalan Sudirman sesuai dengan korespondensi surat menyurat selama ini. Ketika tim jaksa menuju alamat tersebut ternyata kosong.

"Atas informasi security dapat info pindah ke Panin Tower lantai 8 di Asia Afrika itu. Kemudian kita ke sana pas di lantai 8 sudah tidak ada, mereka tidak kooperatif dari perusahaan itu. Tapi kita peroleh aktanya dan kita lihat betul apa yang kita tuju itu. Mereka sempat meminta dasar tugas, kita tunjukan ada izin semuanya," jelas Turin.

BACA JUGA: