JAKARTA - Sejumlah lembaga yang fokus terhadap pembaruan hukum dan penghormatan Hak Asasi Manusia (HAM) mengirimkan dokumen amicus curiae kepada majelis hakim yang menyidangkan Reyndhart Rossy N. Siahaan alias Rossy pada Senin (15/6/2020).

Ia pada 28 Mei 2020 didakwa bersalah oleh penuntut umum berdasarkan Pasal 127 ayat (1) huruf a UU Nomor 35 Tahun 1999 tentang Narkotika (UU Narkotika) tentang penyalahgunaan narkotika golongan I dengan tuntutan hukuman pidana penjara selama 1 tahun penjara.

Lembaga yang dimaksud adalah Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Indonesia Judicial Research Society (IJRS), LBH Masyarakat dan Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan (LeIP) mengajukan mekanisme Amicus Curiae dengan tujuan agar pengadilan diberikan izin untuk menerima-mengundang pihak ketiga guna menyediakan informasi atau fakta-fakta hukum berkaitan dengan isu-isu yang terkait dengan perkara yang ditangani.

Peneliti ICJR Maidina Rahmawati menjelaskan amicus curiae atau Friends of the Court atau sahabat pengadilan merupakan praktik yang berasal dari tradisi hukum Romawi, yang kemudian berkembang dan dipraktikkan dalam tradisi common law.

"Kami berharap melalui amicus curiae hakim Pengadilan Negeri Kupang dalam memutus suatu perkara bukan hanya sebagai corong undang-undang, tetapi lebih dari itu hakim adalah cerminan dari suatu keadilan," katanya kepada Gresnews.com, Senin (15/6).

Ia menegaskan hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Dalam hal ini, konstitusi merupakan sumber hukum tertinggi di Indonesia telah menjamin bahwa apa yang dilakukan Rossy seharusnya disediakan oleh negara.

Oleh karena itu, hakim seyogyanya bisa menggali nilai keadilan ini, bahwa tidak ada kepentingan untuk mempidana orang yang sedang berjuang untuk melawan sakitnya.

Rossy (37 tahun) sebelumnya tinggal di Jakarta. Pada 2015, berdasarkan hasil CT Scan Nomor Registrasi RJ1508100084 dari RS OMNI, menderita penyakit kelainan saraf yang membuat badannya sering mengalami kesakitan.

Paska sakit, Reyndhart Rossy harus kehilangan pekerjaan, dan merantau ke Labuan Bajo, NTT untuk bekerja. Pada 2016, Reyndhart Rossy pergi ke Labuan Bajo untuk kembali bekerja, kali ini di bidang pariwisata.

Namun, pada 2018 penyakitnya kembali kambuh, dan ia merasa terus kesakitan, ia telah mencoba berbagai pengobatan medis, tetapi masih terus merasakan sakit.

Pada 2019, Reyndhart Rossy lelah dengan pengobatan medis dan mencari informasi pengobatan lainnya. Akhirnya ia menemukan informasi bahwa penyakitnya bisa ditangani dengan konsumsi air rebusan ganja.

Selanjutnya Reyndhart Rossy mencari informasi bagaimana cara mengakses ganja. Setelah mendapatkan informasi tersebut, ia mengkonsumsi ganja, yang hanya dilakukan dengan meminum air rebusan ganja, tidak pernah menghisap ganja. Sejak meminum air rebusan ganja, Reyndhart Rossy merasakan kesembuhan dan kondisi tubuh yang lebih baik.

Namun, pada 17 November 2019 ia ditangkap dan diproses secara hukum hingga dikenakan tuntutan 1 tahun penjara. 

"Kami menaruh perhatian terhadap hal ini. Kasus ini adalah kasus penting untuk melihat respon negara dalam hal memberikan jaminan keadilan pada seseorang untuk memperoleh akses pengobatan dengan menggunakan narkotika, sesuai dengan tujuan pembentukan UU Narkotika," kata Maidina.

Faktanya pun sekurang-kurangnya 50 negara telah meregulasi pemanfaatan ganja untuk medis, termasuk Thailand dan Libanon yang meregulasi pemanfaatan ganja medis pada 2020.

Ganja paling tidak dapat digunakan sebagai pengobatan berbagai penyakit, termasuk penyakit nyeri neurogenik jangka panjang (mis. berasal dari sistem saraf) yang disebabkan oleh, misalnya, kerusakan saraf, nyeri tungkai hantu, neuralgia wajah, atau nyeri kronis setelah serangan herpes zoster. 

Reyndhart Rossy telah melakukan usaha-usaha untuk menyembuhkan penyakitnya tetapi tidak berhasil. Tekanan yang dialaminya telah berlangsung jauh sejak 2015 dan sudah diupayakan alternatif lain selain melakukan tindak pidana, keadaan dimana dia harus menggunakan ganja adalah tekanan yang memuncak karena penyakit tak kunjung sembuh.

Reyndhart Rossy pun tetap hanya menggunakan ganja untuk kepentingan kesehatannya dengan tidak sama sekali menghisap ganja, maka apa yang dilakukannya hanya untuk kepentingan kesehatannya—terlihat kondisi keterpaksaan dengan pembatasan hanya menggunakan untuk kepentingan medis.

Legalisasi ganja sempat mencuat diawal tahun ketika anggota Komisi VI DPR Rafly Kande mengusulkan ganja menjadi salah satu komoditas ekspor. Usulan itu disampaikan Rafli dalam rapat dengan Menteri Perdagangan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (29/1/2020). Kendati akhirnya PKS menegaskan usulan dari Rafli bukan merupakan sikap partai dan menegurnya.

Badan Narkotika Nasional (BNN) menolak mentah asumsi yang menyatakan bila ganja atau kannabis dapat digunakan untuk sembuhkan penyakit asma. Deputi Pemberantasan BNN Arman Depari menilai asumsi atau pendapat tersebut ngawur dan tidak berdasar.

Menurut Arman, sampai saat ini belum ada satupun pembuktian dari penelitian medis yang menyatakan ganja dapat menyembuhkan penyakit tertentu, khususnya asma.

"Itu pendapat ngawur, tidak berdasar. Yang kami liat, sampai saat ini tidak ada pembuktian penelitian medis di negara mana pun yang menyatakan ganja bisa sembuhkan penyakit tertentu, khususnya asma. Tidak ada itu", ungkap Arman beberapa waktu lalu.

Selain tidak ada penelitian medis, kata dia, di hampir seluruh negara juga masih memasukkan ganja sebagai narkotika dari golongan 1 dalam Undang-Undang nasional, baik bentuk biji, daun, buah, jerami, hasil olahan maupun bagian tanaman lain.

Banyak negara, kata dia, melarang ganja dikonsumsi untuk tujuan apapun karena menimbulkan efek ketergantungan yang dapat merusak organ tubuh dan otak manusia.

"Ganja menimbulkan efek ketergantungan, yang akhirnya merusak organ tubuh dan otak", kata Arman.

Arman menuding ada pihak yang ingin mengambil atau memanfaatkan keuntungan dengan menyebar isu atau berita agar ganja bisa dilegalisasi bahkan bila perlu dapat diekspor untuk menambah pendapatan negara. (G-2)

BACA JUGA: