JAKARTA - Tuntutan pengemudi ojek online (ojol) meminta menjadi pegawai tetap atau karyawan semakin kencang. Selain itu pengemudi ojol menuntut agar secara hukum terlindungi aturan, terlegalisasi, dan menjadi pegawai tetap agar lebih berkeadilan lantaran mendapatkan jaminan kesehatan, kecelakaan, serta jaminan lainnya.

Ketua Umum Gojek Kerakyatan Indonesia Girindra Sandino mengatakan sudah selayaknya pengemudi ojol meminta payung hukum untuk keberadaan ojek online. Jadi statusnya dinyatakan resmi seperti transportasi online sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 108 Tahun 2017. "Singkatnya, ojol harus dilegalisasi oleh pemerintah," katanya kepada Gresnews.com, Minggu (1/3).

Sementara pilihan untuk menjadi pemegang saham agak sulit walau bisa diperjuangkan. Saat ini bagi untung 80% untuk aplikator dan 20% untuk driver. Sebagaimana diketahui, hak sebagai pemegang saham adalah sebagai berikut:

  1. Menghadiri dan mengeluarkan suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham untuk memilih Direksi atau Komisaris;
  2. Menerima pembayaran dividen dan saham kekayaan hasil likuidasi;
  3. Hak-hak lainnya yang tercantum di Anggaran Dasar.

Menurut dia, hal itu sangat sulit untuk diterapkan dalam pengorganisasian serta teknis aturannya untuk jutaan ojol. Apalagi pemegang saham ojol saat ini adalah perusahaan-perusahaan besar yang tentunya pasti menolak keras pembagian saham. Sebut saja Google, Northstar Pacific Investasi (perusahaan investasi yang dikendalikan oleh pengusaha Patrick Walujo), hingga emiten Bursa Efek Indonesia (BEI) PT Astra International Tbk (yang juga bergerak di bidang produsen otomotif).

"Saya kira sulit untuk diwujudkan tuntutan ini. Untuk itu saya sarankan untuk fokus pada tuntutan menjadi pegawai tetap Gojek. Oleh karena itu, di samping demo jalanan, advokasinya lebih mudah dan saya kira hal ini dapat diwujudkan kelak oleh pemerintah. Saya percaya itu pasti terjadi asal konsisten dalam pengadvokasiannya," kata Girindra yang juga seorang advokat itu.

Dengan begitu, lanjut Girindra, semuanya menjadi jelas. Persoalan rasionalisasi tarif per kilometer untuk para driver menjadi terang, karena penurunan tarif selalu dilakukan dengan sewenang-wenang. Selama ini aplikator selalu melakukan penurunan tarif tanpa pemberitahuan, padahal sebelumnya selalu ada pemberitahuan setiap ada kebijakan penurunan tarif.

Selain itu ada juga perubahan sistem bonus. Awalnya pengemudi harus memenuhi syarat jumlah pelanggan untuk mendapat bonus, kini berubah syaratnya menjadi jumlah kilometer yang ditempuh. Tindakan semena-mena tersebut tercermin dari penurunan tarif dan promo sesuka hati aplikator.

Ia menambahkan karena itu pengemudi ojol mengusulkan soal tarif baru yakni antara Rp3.500 sampai Rp4.000 per kilometer. Selain itu, dalam hal ini, diharapkan pemerintah memberikan semacam peringatan keras kepada para aplikator untuk tidak menerapkan sistem yang semaunya kepada para pengemudi online. Misalnya, soal syarat bonus yang justru memberatkan para pengemudi, maupun pemberlakuan promo potongan tarif yang hanya menguntungkan konsumen.

Sebagai catatan valuasi Gojek per November 2019 mencapai Rp140 triliun dan masuk kelas decacorn.

(G-2)

BACA JUGA: