JAKARTA - Massa pengemudi ojek online (ojol) menuntut agar kendaraan roda dua ditetapkan menjadi transportasi khusus terbatas. Tuntutan itu disampaikan saat berunjuk rasa di depan Gedung DPR/MPR, Senayan, Jakarta, Jumat (28/2). Mereka meminta tuntutan tersebut diwujudkan melalui revisi UU 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Persoalan lainnya, hubungan antara mitra ojol dan perusahaan aplikator yang dianggap tidak adil.

Salah seorang peserta aksi, Syamsi, memperkirakan ojol tidak akan bertahan lama dalam lima atau sepuluh tahun lagi. "Soalnya ini sudah "goyang" gini. Maksudnya dari soal sering demo, naik tarif, segala macam. Kemarin DPR juga tidak menyetujui bahwa roda dua jadi angkutan umum. Makanya ini agak "goyang" kan. (Sementara) rekrutmen terus jalan. Akhirnya gimana? Pendapatan berkurang," kata Syamsi kepada Gresnews.com, Sabtu (29/2).

Syamsi pun berharap pengemudi ojol dapat menjadi pegawai tetap atau pemilik saham agar lebih adil. "Ya, pasti ada (harapan jadi pegawai atau pemegang saham). Kita udah jalani risikonya tinggi banget, (misalnya) kecelakaan, segala macam. Itu pasti ada. Pengen. Cuma belum ada jalannya," ujar Syamsi.

Ketua Presidium Gabungan Roda Dua (Garda) Igun Wicaksono menjelaskan selama ini ada ketidakadilan antara mitra dan aplikator. Misalnya, dalam hal pemutusan hubungan kemitraan. Mitra ojol tidak diberi peluang untuk menyanggah atau membela diri.

"Jadi, apabila ada laporan keluhan atau laporan negatif dari customer, mitra driver langsung diberi tindakan tanpa diberi kesempatan klarifikasi," ujar Igun kepada Gresnews.com, Sabtu (29/2).

Menurut Igun, saat ini status pengemudi ojol adalah kemitraan dengan posisi bagi hasil (profit sharing) 20% perusahaan aplikasi dan 80% mitra pengemudi. Sementara itu Igun tengah memperjuangkan agar mitra pengemudi bisa mendapat bagi hasil 90% dan aplikator 10%, termasuk juga kemungkinan untuk mendapatkan saham perusahaan aplikator.

"Bisa saja (jadi pemegang saham), tapi kan ini masuknya ranah B to B (business to business), murni bisnis," ungkapnya. 

Sebagai catatan, menurut riset Gresnews.com, modal dasar perusahaan Gojek tercantum sebesar Rp675 miliar. Pemegang saham berdasarkan akta 22 Oktober 2019 terdiri dari berbagai pihak mulai dari Google, Northstar Pacific Investasi (perusahaan investasi yang dikendalikan oleh pengusaha Patrick Walujo), hingga emiten Bursa Efek Indonesia (BEI) PT Astra International Tbk (yang juga bergerak di bidang produsen otomotif).

Pada bagian lain, Igun menyatakan jumlah pasti mitra pengemudi ojol di Indonesia sampai kini tidak diketahui secara pasti, baik oleh publik maupun pemerintah. Jumlah pengemudi itu disembunyikan oleh para aplikator.

Igun memproyeksikan jumlah pengemudi ojol sekitar 2,5 juta orang. Simpatisan Garda mencapai 200.000 di seluruh Indonesia. Jumlah mitra pengemudi ojol di wilayah Jabodetabek bisa mencapai 50 persen dari total jumlah mitra di seluruh Indonesia. Artinya, untuk wilayah Jabodetabek saja dapat mencapai lebih dari 1,25 juta pengemudi.

Lembaga Demografi Universitas Indonesia (LD FEB UI) menyatakan Gojek Indonesia berkontribusi Rp55 triliun kepada perekonomian Indonesia sepanjang 2018. Angka ini meningkat dibandingkan dengan kajian sebelumnya yang menyatakan kontribusi Gojek sebesar Rp44,2 triliun pada 2018. Namun, LD FEB UI menyatakan angka itu berdasarkan asumsi hanya 75% mitra aktif. Jika diasumsikan mitra aktif 100% maka kontribusi Gojek Indonesia menjadi sekitar Rp55 triliun.

Sebagai catatan valuasi Gojek per November 2019 mencapai Rp140 triliun dan masuk kelas decacorn.  

(G-2)

BACA JUGA: