JAKARTA, GRESNEWS.COM - Jatuhnya pesawat Malaysia Airlines bernomor penerbangan MH-17 tak hanya meninggalkan duka mendalam bagi dunia internasional khususnya Indonesia yang harus kehilangan 12 orang warganya. Musibah ini juga meninggalkan misteri soal siapa yang bertanggung jawab atas tragedi memilukan itu. Indonesia sendiri sudah mengambil sikap mendesak dilakukannya investigasi internasional atas musibah ini.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan, Indonesia siap terlibat dalam investigasi tragedi yang merenggut nyawa sejumlah 295 orang tak berdosa tersebut. "Kalau itu benar, pesawat sipil jatuh ditembak oleh pesawat militer, itu pelanggaran hukum internasional, dan hukum perang. Dan jika dalam investigasi terbukti seperti itu, Indonesia ingin pelakuknya dihukum berat dan tegas," kata Presiden SBY dalam pernyataannya di kantor Presiden, Jakarta, Jumat (17/7) siang seperti dikutip situs setkab.go.id.

Sementara itu berbagai informasi yang simpang siur pun muncul terkait siapa yang harus bertanggung jawab atas tragedi itu. Pihak Rusia mencoba menyalahkan Ukraina terkait tragedi ini, namun sebaliknya Amerika Serikat membela Ukraina dan malah menuding Rusia yang berada di balik peristiwa itu.

Pejabat pemerintahan Amerika Serikat meyakini Ukraina tak memiliki sistem pertahanan udara canggih di wilayah dekat lokasi jatuhnya MH17. Seperti dilaporkan CNN, seorang pejabat AS yang tidak disebutkan namanya mengatakan sistem pertahanan udara Ukraina yang canggih tidak berada di wilayah itu.

Dalam laporannya, CNN menyebut, informasi pejabat AS ini semakin meruncing pada kesimpulan bahwa Ukraina tidak memiliki kemampuan untuk menembak jatuh MAS MH17. Menurut CNN, motif Ukraina untuk menembak jatuh pesawat tersebut juga tidak kuat.

Pernyataan lebih tegas dilontarkan Senator Amerika Serikat dari Partai Republik John McCain. Meski belum ada kepastian penembak jatuh MH17, McCain dengan tegas menyebut Presiden Rusia Vladimir Putin bertanggung jawab atas semuanya. "Menurut saya dia (Putin) bertanggung jawab," tegas McCain kepada dalam acara ´Politics on Tap´ di Washington, AS, seperti dilansir CNN, Jumat (18/7).

"Maksud saya bukan Vladimir Putin sendiri yang menekan tombol peluncuran rudal, tapi seluruh skenario, termasuk pengerahkan tentara Rusia di perbatasan ... Menurut saya, dia memberikan mereka material dan perlengkapan yang diperlukan untuk melakukannya - atau memfasilitasinya - dan memfasilitasi situasi yang sangat mungkin bagi mereka untuk melakukannya," imbuhnya.

Dalam komentarnya, Putin menuding operasi militer Ukraina terhadap separatis pro-Rusia yang patut disalahkan dalam tragedi ini. Namun di sisi lain, otoritas Ukraina meyakini bahwa separatis pro-Rusia bertanggung jawab atas tragedi ini.

Namun McCain menegaskan, setiap aksi dari separatis pro-Rusia yang ada di Ukraina bagian timur telah dikoordinasikan dengan otoritas Rusia. Menurut McCain, Putin harus dihukum atas aksi separatis jika memang terbukti bahwa mereka terlibat dalam tragedi MH17 ini.

"Saya pikir, yang paling utama, kita semua ingin menerapkan sanksi yang paling berat terhadap Rusia karena ini jelas-jelas direncanakan, seluruh pergerakan separatis ini. Saya tidak melihat adanya pemisahan antara Vladimir Putin dan apa yang telah dibangkitkannya di Ukraina Timur, dan invasi saat dia mengambil Crimea dan seluruh ´separatis´ ini," ujar Senator AS untuk wilayah Arizona ini.


Pemerintahan AS yang dipimpin Presiden Barack Obama meyakini bahwa Ukraina tidak memiliki kemampuan untuk menembak jatuh pesawat di wilayah jatuhnya MH17. Motivasi AS untuk menembak jatuh pesawat tersebut juga tidak kuat.

Bertolak belakang, media Russia Today (RT), melaporkan sebaliknya, yakni militer Ukraina yang memiliki kemampuan untuk menembak jatuh pesawat tersebut, bukan separatis pro-Rusia seperti yang menjadi kecurigaan AS dan sejumlah negara Barat lainnya.

"Menurut informasi Kementerian Pertahanan Rusia, unit Angkatan Bersenjata Ukraina yang berada di lokasi kejadian diperlengkapi dengan sistem rudal antipesawat Buk-M1. Ini menunjukkan karakteristik teknis dan taktis mereka yang mampu mendeteksi target di udara dalam jangkauan mulai dari 160 kilometer dan menembak mereka pada jangkauan penuh hingga lebih dari 30 kilometer," demikian keterangan Kementerian Pertahanan Rusia seperti dikutip oleh media setempat, RIA Novosti.

RT juga mengutip pembelaan dari perwakilan separatis pro-Rusia, atau yang menyebut dirinya Republik Rakyat Donetsk. Perwakilan separatis pro-Rusia menuding militer Ukraina yang menembak jatuh MH17.

"Kami tidak memiliki sistem pertahanan udara seperti itu. Sistem pertahanan udara kami bersifat man-portable mampu menembak sejauh 3 ribu hingga 4 ribu meter. Pesawat Boeing terbang pada ketinggian yang lebih tinggi dari itu," ucap perwakilan khusus untuk Perdana Menteri Republik Rakyat Donetsk, Sergey Kavtaradze.

Kavtaradze bahkan menyampaikan duka cita mendalam kepada keluarga korban tragedi MH17. Sistem pertahanan udara canggih rudal Buk SA-11 yang merupakan sistem pertahanan rudal darat-ke udara dan mampu menyerang target pada ketinggian lebih dari 30 kaki atau setara 10 ribu meter di udara, ketinggian jelajah yang sama yang digunakan pesawat Malaysia Airlines MH-17. Ketiga pihak yakni Rusia, Ukraina, dan separatis pro-Rusia sama-sama memiliki rudal buatan era-Soviet tersebut.

Peristiwa ini semakin membuat hubungan AS-Rusia yang sudah lama tegang, semakin meruncing. Semenjak pencaplokan Crimea yang tadinya wilayah Ukraina, masuk menjadi wilayah Rusia, AS terus mengintensifkan sanksi ekonomi terhadap Rusia. Hal ini memicu kemarahan Rusia terhadap AS. Di sisi lain, AS yang berada di belakang Ukraina mendorong Rusia untuk tidak lagi ikut campur dalam aktivitas separatis di Ukraina bagian timur. Namun Rusia membantah turut campur, meskipun AS meyakini secara diam-diam Rusia menyuplai senjata dan pasukan kepada separatis di Ukraina bagian timur.

Apalagi banyak diantara penumpang berasal dari negara sekutu AS seperti Belanda dan Australia. Perdana Menteri Australia Tony Abbott mengatakan tewasnya hampir 300 orang di pesawat penumpang Malaysian Airlines yang ditembak jatuh merupakan hari yang suram bagi Australia dan dunia.

Paling sedikit 27 orang Australia termasuk diantara yang tewas setelah pesawat itu ditembak jatuh dengan rudal di wilayah yang dikuasai pemberontak di Ukraina timur. Tony Abbott pun menuding pesawat itu ditembak jatuh oleh "pemberontak dukungan Rusia".

Abbott menduga, Rusia atau pemberontak dukungan Rusia berperan dalam bencana ini. "Bullying terhadap negara-negara kecil oleh negara-negara besar, pengabaian keadilan dan kepatutan demi mengejar kekuasaan serta ketidak-pedulian terhadap hidup manusia seharusnya tidak punya tempat di dunia kita," kata Abbott.


Abbott mengatakan, Dubes Rusia untuk Australia, Vladimir Morozov, dipanggil oleh Menteri Luar Negeri Julie Bishop untuk dimintai jaminan bahwa pemerintah Rusia akan sepenuhnya bekerjasama dalam investigasi. Pejabat-pejabat Australia berusaha mendapatkan akses ke lokasi jatuhnya pesawat dan sebuah tim Departemen Luar Negeri dikirim ke ibukota Ukrania, Kiev.

"Australia akan bekerjasama dengan Dewan Keamanan PBB untuk mengeluarkan sebuah resolusi mengikat, yang menyerukan investigasi penuh dan tidak berpihak dengan akses penuh ke lokasi, akses penuh ke puing-puing pesawat, akses penuh ke kotak hitam dan akses penuh ke semua individu yang mungkin bisa mengungkap peristiwa ini," tambah Abbott.

Diperkirakan banyak penumpang di pesawat yang nahas itu sedang menuju ke Melbourne untuk menghadiri sebuah konferensi HIV/AIDS. Konferensi AIDS Internasional ke-20 itu dijadwalkan akan dimulai di Melbourne pada hari Minggu 20 Juli dan berlangsung hingga 25 Juli. Ketua Parlemen Australia Bronwyn Bishop akan menyampaikan pidato di konferensi itu pada hari Senin.

Sementara itu, otoritas Rusia dan Ukraina terus saling tuding atas jatuhnya pesawat Malaysia Airlines (MAS) MH17 yang menewaskan 298 orang. Hingga kini masih simpang siur siapa pelaku yang menembak jatuh pesawat rute Amsterdam-Kuala Lumpur tersebut.

Ada banyak tudingan yang dilontarkan kedua negara satu sama lain. Versi otoritas Ukraina yang menjadi lokasi jatuhnya pesawat jenis Boeing 777 tersebut menyebutkan bahwa, Rusia yang bertanggung jawab atas tragedi tersebut.

Menurut Ukraina, seperti dilansir Reuters, Jumat (18/7), separatis pro-Rusia, dengan dibantu agen intelijen Rusia telah menembakkan rudal jarak jauh buatan era-Soviet SA-11. Rudal tersebut merupakan jenis rudal ground-to-air yang mampu menembak target yang sedang mengudara di ketinggian jelajah 10 ribu meter.

Dalam pengoperasiannya rudal tersebut mencari target dengan menggunakan sistem radar dan tidak menggunakan infra merah. Setelah menembak targetnya, BUK SA-11 akan segera berpindah lokasi dikarenakan lokasi BUK SA-11 dapat segera diketahui setelah menembak target.

BUK SA-11 digunakan untuk melindungi pasukan maupun instalasi/bangunan dari ancaman serangan udara. Selain itu, senjata ini dapat dipergunakan untuk menghadang serangan pesawat tempur, rudal, rudal pesawat tempur, helikopter, termasuk hovering rotorcraft, UAV.

BUK pertama kali dibuat skeitar tahun 1972, dan hingga saat ini telah dilakukan banyak penyempurnaan. Senjata itu dikembangkan sejak era Uni Soviet dan kini dioperasikan oleh Rusia, termasuk kekuatan militer Ukraina.

Sebelumnya, seperti diberitakan CNN,Sejumlah komentar ahli dan pihak yang berwenang dikumpulkan, termasuk dari pihak Ukraina. Pertama, ada Anton Gerashchenko, penasihat kementerian dalam negeri Ukraina yang menuliskan analisa di status facebooknya. Dia menyebut, teroris yang menyerang MH17 menggunakan sistem Buk surface-to-air missile, yakni sebuah misil yang memang diluncurkan dari darat untuk menjatuhkan target di udara.


Pakar militer Nick de Larrinaga mengatakan, misil yang bisa menjatuhkan MH17 bukan senjata yang dimiliki oleh kalangan separatis atau pemberontak, terutama yang beroperasi di wilayah timur Ukraina. Menurutnya, para pemberontak biasanya menggunakan misil yang ditembakkan dari punggung, atau shoulder-missile, namun itu jangkauannya hanya 15 ribu kaki.

Menanggapi tudingan tersebut, pihak separatis dan juga Rusia menyangkal dengan tegas. Pemimpin separatis pro-Rusia, atau yang menyebut diri Republik Rakyat Donetsk menyangkal keterlibatannya dalam tragedi tersebut. Malah mereka balik menuding Ukraina yang bertanggung jawab atas tragedi tersebut. Menurut separatis pro-Rusia, sebuah jet tempur Ukraina yang telah menembak jatuh pesawat MAS MH17 tersebut.

Namun tudingan ini telah ditepis secara resmi oleh Presiden Ukraina Petro Poroshenko. PM Poroshenko menegaskan, militer terutama Angkatan Udara Ukraina tidak menembak target apapun di udara, saat MH17 melintas di wilayahnya.

Ikut mengomentari tragedi ini, Presiden Rusia Vladimir Putin menyalahkan otoritas Ukraina karena semakin mengintensifkan serangan terhadap separatis pro-Rusia di wilayahnya. Putin menyebut jatuhnya MAS MH17 sebagai tragedi, namun dia tidak menyebut siapa yang menembak jatuh pesawat tersebut berbagai spekulasi beredar di publik terkait jenis roket yang menjatuhkan MAS MH17 dan juga pelaku yang sengaja menembak pesawat tersebut.

Reuters melaporkan, separtis pro-Rusia menggunakan rudal yang sama untuk menembak jatuh pesawat militer Ukraina jenis Antonov AN-25 pada Senin (14/7) kemarin. Apakah rudal era-1970-an tersebut disuplai oleh Rusia atau dicuri dari militer Ukraina? Masih belum diketahui pasti.

Menteri Dalam Negeri Ukraina Anton Gerashchenko meyakini bahwa rudal Buk tersebut sengaja diberikan Rusia kepada separatis pro-Rusia di wilayahnya. Namun media Rusia, RIA Novosti mengutip seorang sumber menyebutkan bahwa tentara Ukraina menyiagakan sistem rudal Buk di dekat kota Donetsk, sehari sebelum tragedi terjadi. Rusia meyakini rudal yang menjatuhkan MAS MH17 berasal dari sistem tersebut.

Sumber tersebut juga menyebut, separatis pro-Rusia di Ukraina timur tidak memilik sistem rudal Buk. Meskipun separatis pro-Rusia memilikinya, kemungkinan besar mereka tidak terlatih untuk menggunakannya dan ada kemungkinan mereka salah mengira MH17 sebagai pesawat militer Ukraina ketika melintas di atas wilayah tersebut. (dtc)

BACA JUGA: